Mohon memberikan dukungannya.....
Stefan
Memutuskan untuk kuliah lagi berarti aku juga memahami dengan segala jenis konsekuensinya. Aku harus membagi waktu antara kuliah dan mencari nafkah untuk Sabrina. Oleh karena itu aku memutuskan untuk mencari uang dengan mengajar matematika di malam hari agar tak mengganggu perkuliahanku di siang hari. Sabrina bilang aku terlalu keras pada diriku sendiri tapi sebagai seorang suami akan sangat memalukan jika masih meminta uang pada orang tua. Aku ingin mandiri dan berdiri di atas kakiku sendiri karena itu lebih membanggakan.
Terlebih saat ini aku menjadi salah satu mahasiswa pascarsarjana dengan beasiswa full sehingga aku harus memberikan yang terbaik dan bisa lulus dengan hasil yang memuaskan. Awalnya ayah dan ibu memintaku untuk mengurus usaha keluarga saja tapi aku menolak karena menjadi pengusaha bukanlah bidangku. Meski begitu sesekali aku memutuskan membantu ayah dalam mengelola restoran karena aku merupakan anak tunggal dan aku pula yang akan mewarisi semua ini.
Tapi sebagai seorang suami aku juga tak boleh egois karena istriku harus melanjutkan pendidikan juga dan oleh sebab itu aku sudah menyiapkan dana yang cukup untuknya. Aku menabung selama bertahun-tahun lamanya dari gajiku dan selalu hidup hemat demi mempersiapkan perkuliahan Sabrina. Uniknya kini kami malah kuliah di jurusan yang sama dan akan sering bertemu di kampus. Itu adalah berita yang baik karena aku bisa menjaganya pula saat di kampus.
Tak terasa tahun ajaran baru telah dimulai, baik aku maupun Sabrina akan sibuk menjadi mahasiswa. Bedanya aku akan lebih fokus di riset sedangkan Sabrina akan menjadi mahasiswi baru dan harapanku dia bisa mengikuti perkuliahan dengan baik. Aku memang sedikit mencemaskannya karena dulu dia mengaku sangat membenci matematika.
Sebagai mahasiswa pascasarjana kami semua memiliki banyak keistimewaan. Selain memiliki ruangan sendiri, para mahasiswa pascasarjana pun dipercaya menjadi asisten dosen. Apalagi aku sudah banyak mengenal dosen di jurusan matematika karena dulu kuliah disini juga. Sehingga baru masuk kuliah saja sudah langsung dipercaya menjadi asisten dosen dan mengajar mahasiswa baru. Namun tak masalah karena itu tandanya aku akan bertemu Sabrina lagi.
Dari dalam ruangan, aku sedikit mengintip prosesi ospek di luar. Ku lihat banyak mahasiswa baru yang terlambat dan dijatuhi hukuman oleh para kakak kelas. Padahal menurutku kekerasan dalam ospek harusnya sudah tak berlaku lagi. Lagipula mendisiplinkan mahasiswa baru tidak mesti dengan kekerasan dan suara yang keras hingga membuat kepala pusing.
Setelah para mahasiswa baru menjalani ospek, akhirnya mereka masuk kuliah setelah jam makan siang. Ospek yang berlangsung selama satu bulan itu tentu tak boleh mengganggu waktu kuliah. Mau tak mau aku pun harus masuk dan mengajar matematika dasar karena Prof Haryono selaku dosen pengampu mata kuliah ini sedang ada di luar kota. Aku melihat Sabrina kaget karena melihatku disini, dia sangat lucu apalagi disini aku akan mengajar kelasnya sampai satu semester. Profesor Haryono mempercayakan semuanya padaku karena aku merupakan salah satu mahasiswa bimbingannya pula.
"Oke para mahasiswa baru kenalkan nama saya Stefan dan disini saya merupakan asisten dosen. Kebetulan Prof Haryono selaku pengampu mata kuliah ini sedang sibuk jadi saya yang akan menggantikan beliau...."
"Wah kakak ganteng banget!! Kalau kakak yang ajar pasti kami bakal betah berlama-lama di kelas" ucap salah satu mahasiswi tampak antusias.
"Cukup panggil saya bapak saja biar lebih formal ya.."
"Btw bapak udah punya pacar atau udah nikah belum? Saya jadi kepingin daftar" ucap salah satu mahasiswi lainnya yang duduk di belakang.
"Huuuuuuuu" kompak satu kelas mulai membully dan aku hanya menggelengkan kepala dengan keberanian anak zaman sekarang.
"Sudah-sudah jangan ribut! Saya sudah menikah jadi mari kita langsung saja prosesi perkuliahan pada hari ini.."
Para mahasiswa baru cukup antusias saat kuliah. Sesekali aku melirik Sabrina juga yang sangat serius dan membuatku ingin tertawa tapi jelas aku menahannya. Sabrina sangat berubah, kini Sabrina mulai rajin belajar dan banyak menghabiskan waktu di perpustakaan sampai sore hari. Bahkan di rumah pun Sabrina masih menyempatkan diri belajar dan membuatku cemburu karena kini dia lebih tertarik pada matematika daripada aku.
Sebenarnya aku sangat senang saat sabrina begitu bersemangat dalam meraih cita-citanya. Hanya saja aku kehilangan sosoknya yang manja dan kekanak-kanakan. Karena sebagai seorang suami aku ingin istriku sesekali bersikap manja. Tapi ini adalah proses alami karena Sabrina akan menjadi seorang wanita dewasa dan tidak mungkin dia terus bersikap kekanakan di masa yang akan datang apalagi jika kami sudah punya anak.
.....................
"Sabrina kamu lagi ngapain?"
"Aku lagi nulis naskah untuk novel baru..."
Saat malam tiba biasanya Sabrina akan belajar tapi malam ini tumben sekali dia mulai berkutat dengan laptopnya. Sepertinya Sabrina memang masih menjadi penulis novel terlebih novel perdananya yang berjudul A Secret Married sangat laku dipasaran. Apalagi Richard sang penerbit sangat gila uang tentu tak mungkin dia melepaskan sumber uangnya begitu saja. Yah semoga saja novel terbaru Sabrina kembali menuai hasil yang bagus.
Tapi sudah lama sekali aku tak bersenang-senang dengan dirinya. Jangan sampai fokusnya Sabrina dalam mengenyam pendidikan membuat rumah tangga kami menjadi dingin. Sehingga saat dia masih menulis di laptopnya aku mulai melancarkan serangan dengan menciumi lehernya dan menyesap wanginya yang memabukan.
Padahal aku sudah puluhan kali bercinta dengannya tapi aku selalu menginginkannya dan tidak merasa bosan sama sekali. Apalagi di usianya yang 18 tahun Sabrina semakin pandai merawat diri dan memanjangkan rambutnya hingga ia semakin terlihat cantik.
"Stefan don't disturb me..."
"I don't care.. i will touch your body until tired baby.."
Saat itu juga ciumanku di tengkuknya mulai turun. Apalagi Sabrina memakai gaun dengan ristleting yang letaknya di belakang tentu saja hal ini semakin memudahkan diriku untuk menyentuhnya lebih dalam. Ciumanku kini sampai ke punggungnya dan Sabrina mulai menggeliat kegelian. Dia kemudian menyimpan laptopnya dan berbalik menghadapku. Tentu saja situasi ini tidak aku sia-siakan dan langsung mencium bibirnya secara intens dan dalam.
Namun gaunnya yang sudah berantakan menyulitkan gerakanku. Seolah mengerti detik itu juga Sabrina membuka pakaiannya sendiri dan aku hanya menyeringai memandangnya penuh kekaguman.
"I love that... jadi aku gak usah lagi pake tenagaku buat buka baju kamu" ucapku tersenyum miring.
"Dasar mesum.."
"Semua laki-laki itu mesum sayang kalau gak mesum mungkin gak normal..."
"Cih pandai sekali membuat alasan...." ucapnya berpura-pura judes.
Ku bawa tubuhnya agar semakin mendekat padaku dengan tak sabaran. Kini Sabrina ada di pangkuanku dan aku merasa sangat betah berlama-lama menatap wajahnya yang cantik. Apalagi Sabrina memiliki kulit putih pucat yang sangat memesona, benar-benar membuatku gila.
"Sangat cantik sekali.."
"Siapa?"
"Kamu... "
Sabrina mulai tersenyum malu-malu mendengarkan pujianku dan setelah itu aku kembali mencium bibirnya dalam dan penuh nafsu. Sabrina membalas dengan agresif pula dan aku sangat menyukainya. Setelah itu aku mulai mencium lehernya dan Sabrina mulai mendesah.
"Stefan..."
"Hm...?"
"I love you"
"I love you too..."
Dengan tak sabaran aku mulai menggendong tubuhnya masuk kamar. Saat ini aku membutuhkan suasana yang temaram. Sesampainya di kamar aku kembali mencium bibirnya seolah tak ada hari esok dan melepas kaitan branya di belakang......
Bersambung......
