Mohon memberikan dukungannya karena beberapa episode lagi cerita ini akan tamat!! Terus yang gak suka cerita ini silakan cari cerita yang lain ya jangan menjatuhkan penulis dengan menyindir di forum base
Stefan
Aku sama sekali tidak menyangka jika Sabrina yang harus klarifikasi atas pernikahannya denganku kepada media. Memangnya kisah cinta kami sangat salah? Toh pengadilan agama pun sudah merestui kami lalu kenapa orang-orang sekarang malah membenci kami? Hey kami harus menjalani serangkaian sidang sebelum mendapatkan buku nikah!
Helaan nafas kasar mulai keluar dari diriku karena banyaknya pemberitaan yang mulai melantur. Bagaimana mungkin orang-orang mengatakan aku seorang guru cabul dan bisa saja menggoda para murid perempuan lainnya? Lalu mereka juga mengatakan jika Sabrina hanyalah murid nakal penggoda padahal semua yang mereka katakan pada kami satupun tidak ada benar. Aku murni menikah dengan Sabrina karena ingin melindunginya, bahkan aku rela menjadi gurunya di sekolah.
Aku tak habis pikir dengan orang yang membocorkan rahasia ini? Memangnya aku dan Sabrina memiliki kesalahan apa pada orang itu? Kenapa orang tersebut sangat membenci kami hingga memfitnah dengan perkataan jahatnya.
Di tengah lamunan entah bagaimana caranya Richard datang bertamu ke kediamanku di Bogor. Padahal aku sama sekali tidak pernah memberi tahunya soal kepindahanku ini. Ah mungkin saja dia bertanya pada ibu atau ayahku di Jakarta.
"Gue gak nyangka ternyata lo dah nikah sama Sabrina tapi gak jujur sama gue" setelah Richard duduk di ruang tamu dia langsung membicarakan masalah ini namun terlihat kecewa padaku.
"Gue minta maaf Chard tadinya pernikahan ini bakal tetap dirahasiain sampe Sabrina lulus SMA..." ucapku menyesal.
"Cerita yang Sabrina tulis emang gak mungkin cuma kebetulan aja dan gue udah curiga sama lo karena Sabrina ajakin lo ke acara pesta kemenangan dia.. anyway gue pengen nama lo juga kembali bersih Stef dan sebagai sahabat gue ikutan sedih masalah kaya gini harus menimpa lo..."
"Makasih banget atas dukungan lo Chard tapi statement masyarakat kayaknya gak semudah itu bisa diubah"
"Bisa diubah asalkan Sabrina cepet-cepet selesain novelnya, oh iya gue balik ya Stef.. gue kesini cuma mau bilang kalau lo harus kuat dan semoga masalah ini cepet kelar"
Richard menepuk bahuku dan aku hanya bisa tersenyum pahit padanya. Aku tak mau terlalu banyak berharap dan hanya berdoa supaya bisa kuat dalam menghadapi masalah ini.
....................
Esok harinya aku mengajar seperti biasa dan tentu saja semua murid masih sinis dan tidak menghormatiku sama sekali sebagai guru. Namun aku tetap berusaha kuat menghadapi cobaan ini dan terus berusaha bersungguh-sungguh dalam mengajar. Tapi dalam perjalanan pulang aku melihat ada koran yang mengabarkan Sabrina sedang berada di rumah sakit saat ini dan kandungannya sedang kritis. Dengan segera aku pergi menuju rumah sakit karena khawatir dengan kondisi Sabrina. Jangan sampai anak kami kenapa-kenapa dan sepanjang jalan aku terus merasa cemas dan hampir tidak bisa menyetir dengan baik.
Perjalanan menuju Jakarta lumayan lama dan aku hanya bisa berdoa kondisi Sabrina baik-baik saja. Dalam kurun waktu dua jam akhirnya aku sampai di rumah sakit dan segera bergegas menuju ruangan Sabrina. Sesampainya disana ibuku malah menangis dan Sabrina tidak sadarkan diri. Ibu bilang Sabrina keguguran dan tanpa terasa lututku sangat lemas hingga rasanya tak dapat berpijak lagi di bumi.
Kenapa jadi begini? Kenapa semuanya jadi begini? Memangnya apa kesalahan kami sehingga harus mendapatkan cobaan sebesar ini. Tanpa terasa air mataku jatuh dengan deras apalagi melihat kondisi istriku yang tidak sadarkan diri. Padahal bayi kami tidak berdosa tapi kenapa dia yang harus berkorban?
"Stefan sudahlah nak kamu harus kuat... iklaskan anakmu.." ucap ibu dengan tangis pilunya
"Ibu..." rasanya aku tidak sanggup lagi dan berakhir memeluk ibu dengan erat dan menangis.
"Kamu harus kuat demi istrimu, ingat sekarang Sabrina yang paling membutuhkanmu..."
Pelan-pelan aku bangun dan mencium puncak kepala Sabrina. Aku baru sadar belum bisa melindunginya dan menjadi suami yang baik. Sambil menunggu Sabrina bangun aku hanya terdiam sambil menangis sesenggukan.
Saat bangun Sabrina mulai tantrum dan menyalahkan dirinya sendiri padahal ini semua bukanlah kesalahannya. Dia mulai menyakiti dirinya dan sangat menyesal tidak bisa menjaga bayi kami. Bahkan Sabrina terus menjerit dan menangis dengan kencang yang membuat air mataku terus mengalir. Namun karena kondisi Sabrina yang lemah akhirnya membuat dia pingsan kembali.
Hal ini pasti sangat berat untuknya apalagi Sabrina masih remaja. Aku hanya berharap semua masalah ini segera berlalu dan tidak ada lagi hinaan dari orang lain pada kami. Tidak bisakah orang-orang membiarkan kami hidup bebas?
Selama semalaman aku menjaga Sabrina namun di pagi hari dia bangun dalam keadaan bingung. Sabrina tidak mengenaliku dan tidak mengenali kedua orang tua kami. Kenapa masalah terus datang bertubi-tubi menimpa kami tiada henti?
"Sabrina aku Stefan suami kamu, pasti kamu bercanda kan kan? Nggak mungkin kamu gak inget aku" ucapku mulai mendekat.
"Aku sama sekali gak ingat kamu siapa dan aku bahkan gak ingat diriku sendiri...."
Saat aku tanyakan, dokter berkata hal ini lumrah terjadi. Otak Sabrina saat ini melupakan segala hal yang menyakitkan termasuk juga melupakanku namun hal ini tidak akan terjadi dalam waktu yang lama dan sifatnya hanya sementara.
Dengan helaan nafas panjang aku terduduk dengan lemas mendengar berita ini. Masalah ini memang sangat berat untuknya namun aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk mengatasinya dan malah terduduk pasrah tidak tahu lagi harus bagaimana.
Aku memutuskan untuk membeli minuman dan berjalan-jalan di sekitar area rumah sakit. Masalah yang datang bertubi-tubi membuat mentalku kian terguncang. Tadinya aku ingin menyegarkan pikiranku yang lelah dan mumet ini sesaat namun sesampainya aku di ruang rawat Sabrina malah menghilang. Ibu bilang dia kabur entah kemana dan aku langsung bergegas mencarinya.
Aku yakin Sabrina pasti tidak akan jauh dari sini karena dia sedang sakit. Aku terus mencarinya dan ternyata Sabrina sudah sampai jurang. Dia menangis dan aku segera mendekat namun Sabrina malah berteriak dengan wajah yang mengeras.
"Jangan mendekat!!! Kalau kamu kesini aku bakal loncat ke jurang dan mati!!" Ucapnya dengan mata yang memerah dan emosi yang meledak-ledak.
"Sabrina apa yang kamu lakukan? Jangan berbuat nekat!!"
"Aku mau mati aja aku lelah dengan semua ini!!"
"Aku mohon jangan tinggalin aku Sabrina....." balasku sendu.
"Semua orang membenciku, semua orang menghinaku dan aku tak layak untuk hidup lagi!!"
"Jika semua orang membencimu ada aku disini yang mencintaimu.... aku mohon jangan tinggalkan aku..."
Saat aku mengatakan cinta padanya pandangan Sabrina mulai luluh. Tampaknya dia sudah mengingatku lagi dan aku berucap syukur dalam hati. Sabrina tahu jika aku bersungguh-sungguh dan rasa cintaku untuknya memang sangat besar. Bagaimana mungkin aku mau kehilangan dia padahal hidupku ini hampir sebagian besar terisi olehnya.
"Stefan...."
"Kemarilah sayang..."
Sabrina mulai mendekat namun tiba-tiba kakinya tergelincir. Dengan sekuat tenaga aku meraih tangannya... biarlah aku yang mati duluan jika memang akhirnya harus seperti ini asalkan Sabrina tetap bisa bertahan hidup.
Aku mencintaimu Sabrina dan selamanya kamu adalah wanita pilihanku....
Bersambung.....
