3 - Never say love

417 35 21
                                    


Mohon memberikan dukungannya.....





Stefan

Setelah menuntut pernyataan cinta dariku Sabrina terlihat mulai menjauh. Dia hanya berbicara sekedarnya dan selalu mengurung diri di kamar setelah pulang sekolah. Saat bosan Sabrina sering bermain di luar bersama teman-temannya dan hal ini membuatku kalut. Jelas sikap dingin Sabrina membuatku tidak tahan...

Sebenarnya sebelum menikah dengan Sabrina aku pernah berpacaran dengan salah satu seniorku di kampus. Usianya 3 tahun diatasku dan aku pun tidak jatuh cinta padanya, aku hanya merasa nyaman dan setelah lulus kami pun berpisah. Sehingga jelas aku pun bingung bagaimana menjawab pertanyaan Sabrina soal cinta. Meski telah menikahi Sabrina karena merasa sebuah kewajiban tapi aku tidak pernah menganggap dia seorang adik. Aku melihatnya sebagai seorang perempuan meski usia kami terpaut sangat jauh.

Ku pikir saat mengatakan jika aku menyayanginya semua akan baik-baik saja namun yang ku dapatkan Sabrina malah menjauhi. Semua yang ada didalam diri Sabrina jelas aku menyukainya bahkan sebagai laki-laki normal dan kami sudah sah tentu saja ada keinginan untuk menyentuhnya lebih dalam. Tapi sebagai pria matang tentu aku memikirkan sebab akibat jika aku menyentuh dia sebagai istri aku takut disebut melakukan hal tak senonoh karena aku seorang guru bahkan wali kelas di sekolahnya.

Meski guru bukanlah cita-citaku namun aku harus menjalani profesi ini dengan sungguh-sungguh. Bahkan aku sendiri pernah mendapatkan penghargaan sebagai sosok guru teladan. Semua hal ini membuatku merasa terbebani jika harus menyentuh Sabrina. Namun ternyata keputusan ini menyakiti hatinya dan aku sangat paham jika selama ini dia merasa resah karena pernikahan kami telah berjalan lebih dari satu tahun namun dia tidak pernah mendapatkan haknya sebagai seorang istri.

Soal keuangan aku tidak pernah pelit meski beberapa diantaranya aku tabung untuk masa depan kami namun saat dia butuh apapun aku akan langsung sigap mengeluarkan uangku. Menjadi suami yang baik adalah salah satu hal yang ku inginkan.

Sudah terhitung selama 6 hari dia menjaga jarak denganku. Sebenarnya aku bertekad untuk memcairkan suasana kami dan mencari tahu apa itu cinta. Tapi aku belum menemukannya yang mana ini malah membuatku berujung frustasi.

Bahkan selama mengajar dikelas Sabrina tidak pernah menatap mataku meski aku terang-terangan memandangnya. Dia hanya tersenyum saat bersama teman-temannya, ah sejujurnya aku merindukan senyumannya. Sangat melelahkan sekali terus-terusan perang dingin dengannya.

Saat hendak masuk ke ruang guru aku tanpa sengaja mendengar jika Sabrina sedang berbicara serius dengan seorang murid laki-laki. Tampaknya aku kenal dengan murid laki-laki ini karena aku mengajar juga di kelasnya.

"Jefan, aku gak bisa jadi pacar kamu... Kamu tau kan kita masih kecil untuk pacaran dan aku cuma nganggep kamu sahabat aku!!" dengan mimik serius aku melihat Sabrina menolak murid laki-laki itu yang ku ingat bernama Jefan.

"Bri ayolah dicoba dulu deh, seminggu juga gapapa. Aku suka kamu dari lama masa ditolak gitu aja?" Jefan meremas rambutnya frustasi, meski aku merasa lega Sabrina sudah menolaknya tetap saja aku sedikit merasa tidak tenang.

Dengan terburu-buru aku masuk ruang guru takut ketahuan karena telah mencuri dengar obrolan mereka. Aku tahu Sabrina memang populer tapi mendengarnya mendapat pernyataan cinta membuat dadaku sedikit bergemuruh. Entahlah aku merasa tidak nyaman saja, bahkan sedikit takut Sabrina akan meninggalkanku karena banyak laki-laki yang masih lebih muda dariku.

Saat jam sekolah berakhir aku melihat Sabrina sedang mencari buku di perpustakaan. Meski payah dalam matematika namun Sabrina jago berbahasa inggris dan hafalan. Aku pun tersenyum saat dia semangat belajar. Entahlah rasanya aku bangga padanya saat dia bersungguh-sungguh dalam belajar.

PermataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang