Mohon memberikan vote nya....
Sabrina
Saat aku dan Jefan pergi ke kantin kami berpapasan dengan Stefan di lorong kelas. Wajah datar Stefan terlihat semakin mengerikan saat melihatku tapi tentu saja aku tidak peduli karena aku sendiri masih kesal padanya. Kami sampai di kantin dan memesan nasi goreng Pak Ahmad yang lezat namun Jefan malah terlihat melamun dan tak bersemangat entah kenapa.
"Jefan kamu ada masalah? Kok kayaknya kamu sedih?" Tanyaku penasaran karena di masa sulit Jefan pun selalu ada menghiburku.
"Aku gak apa-apa Bri, aku cuma lagi sedih karena nyokap lagi sakit dan bokap lagi di Aussie" jawab Jefan lemah sambil menyantap nasi gorengnya. Hm... melihat Jefan yang kaya tak heran juga ayahnya sering bolak-balik ke luar negeri.
"Tapi nyokap kamu baik baik aja kan?" Tanyaku perhatian.
"Nyokap udah mendingan tapi harus segera operasi besok...."
"Yaudah aku anter kamu ke rumah sakit ya, aku juga mau ngejenguk nyokap kamu" ujarku sambil tersenyum menyemangati Jefan yang sedang bersedih.
"Makasih Bri, aku jadi makin cinta sama kamu..." ujar Jefan cengengesan dan aku hanya merotasikan mataku jengah.
Meski aku sudah menolaknya Jefan ternyata masih belum menyerah. Untuk saat ini aku hanya bisa bersikap cuek saat Jefan menyinggung soal pacaran.
.................................
Saat bel sekolah berbunyi dan kegiatan belajar mengajar selesai, aku siap-siap untuk pergi menengok ibunya Jefan di rumah sakit. Jefan membukakan pintu mobilnya sambil tersenyum dan aku masuk mobil sambil memasang seat belt. Jefan sangat kaya dan merupakan pewaris perusahaan Aditama. Kabarnya perusahaan ini sudah membuka cabang di luar negeri sehingga tak heran ayah Jefan sering pergi ke luar negeri. Karena masa depannya sudah pasti jelas Jefan tak begitu antusias dalam belajar. Sedangkan aku bahkan tak tahu masa depanku akan bagaimana....
Kadang aku bingung bagaimana bisa remaja umur 16 tahun sudah mengemudi mobil sendiri. Tapi karena ayah Jefan memiliki banyak uang tentu bukan hal yang sulit menyogok polisi yang melakukan tilang padanya. Siapa sih yang tak tertarik dengan uang meskipun banyak yang bilang uang bukan segalanya tetap saja uang itu penting.
Kami sudah sampai di rumah sakit dan setelahnya kami pun masuk ke ruangan VVIP. Ku lihat ibu Jefan tampak lemah dan pucat namun tetap berusaha tersenyum saat melihat kedatanganku.
"Wah siapa gadis cantik ini?" Tanya ibu Jefan sambil mengelus tanganku ramah.
"Dia teman sekolah aku bun, katanya pengen jenguk bunda" balas Jefan sambil mencium tangan ibunya dan duduk di sofa.
"Cantik sekali kamu.. siapa nama kamu nak?"
"Namaku Sabrina Mentari tante" ucapku sambil tersenyum tak lupa aku meletakan buah-buahan di nakas untuk ibunya Jefan.
"Tante senang Jefan punya teman.. biasanya Jefan selalu sendirian dan kesepian karena jarang memiliki teman yang tulus. Tante harap kamu bisa tulus ya berteman sama Jefan"
Aku menganggukan kepala dan tak keberatan sama sekali berteman dengan Jefan. Lagi pula kami memang sudah berteman sejak kelas 1 SMA.
...........................
Waktu sudah menunjukkan pukul 7 sore dan kini aku bersiap-siap pulang. Tante Raya ibunya Jefan sangat senang mendapatkan teman ngobrol, bahkan beliau ingin segera sembuh karena bosan dengan suasana rumah sakit yang sepi. Terlebih Jefan anak tunggal dan ayahnya sibuk tentu saja tante Raya sering sendirian di rumah sakit. Mereka tak punya kerabat dekat dan aku pun tak mau bertanya lebih lanjut karena itu sebuah privasi.
Divonis menderita kanker payudara tidak membuat tante Raya menyerah. Bahkan beliau memutuskan untuk mengangkat payudaranya agar kanker tidak semakin menyebar. Kabarnya operasi akan dilaksanakan esok hari sehingga Jefan tampak murung karena cemas dengan kondisi ibunya.
"Jef.. jangan risau.. aku yakin nyokap kamu bakal sembuh kok...." aku memutus keheningan dengan berbicara duluan di mobil dalam perjalanan pulang.
"Thanks Bri... aku emang cemas banget tapi karena ada kamu jadi merasa agak baikkan" jawab Jefan dengan senyuman.
"Jef berhenti disitu aja biar aku jalan kaki ke rumah!!" Tak lama aku meminta untuk berhenti agak jauh dari rumah supaya Jefan tidak bertemu dengan Stefan. Kalau ketahuan bisa-bisa pernikahanku terancam meski saat ini aku sendiri sedang memiliki masalah dengan Stefan.
"Aku kan gatau rumah kamu jadi biar sekalian aja aku anter Bri...."
"Jangan Jef... bokap aku galak mending sampe sini aja lagian rumah aku gak jauh kok!!" bohongku dan tampaknya Jefan percaya.
"Yaudah kalau gitu... sampe jumpa besok di sekolah" ujar Jefan sambil mengusap rambutku dan ku balas hanya dengan senyuman.
Saat sampai rumah ku lihat Stefan menatapku dengan tajam dan bertanya dengan dingin kepadaku tapi aku tidak mempedulikannya. Stefan tampaknya marah besar dan berakhir mencium bibirku kasar dan dalam namun aku tidak bisa menolaknya karen tanganku yang terkunci. Namun setelah Stefan pergi aku malah memeluknya dari belakang dan menangis. Sungguh aku paling sulit marah berlama-lama padanya.
Aku sangat mencintainya dan tentu saja tidak mau kehilangan Stefan. Meski dalam hati ini masih sulit menerima jika Stefan punya anak dari wanita lain namun aku jauh lebih takut kehilangan Stefan. Setelahnya kami berpelukan dan Stefan mengangkat tubuhku sambil kami berciuman lagi dengan sangat romantis.
Kali ini ciuman Stefan lebih lembut namun intens. Tidak lupa dia memasukan lidahnya di mulutku sehingga membuatku mendesah saat berciuman dengannya. Setelah beberapa menit Stefan menghentikan ciumannya karena aku kesulitan bernafas. Hubungan kami saat ini sangat banyak kemajuan memang.
"I miss you Sabrina" ucap Stefan sambil menciumi leherku lembut dan aku duduk dipangkuannya.
Aku hanya diam tidak membalas perkataannya dan tentu saja Stefan tidak akan cukup hanya mencium leherku karena dia pun kini memberikan gigitan di beberapa tempat sehingga meninggalkan bekas yang tidak akan hilang dalam sehari. Untungnya aku selalu mengakali bekas gigitan itu dengan menggunakan concealer supaya tak terlihat oleh orang lain.
Sambil terus mencium leherku, Stefan membuka kancing seragam sekolahku dan melepasnya hingga kini tersisa bra berwarna krem di tubuh ini. Stefan mencium dadaku dan ciumannya makin dalam hingga braku sudah terlepas.
"Stefan....hhhh..."
Tidak berhenti sampai disitu kini Stefan telah melepaskan semua pakaianku dan dia menggendong tubuhku ke kamar mandi. Jelas aku hanya pasrah saja dengan semua yang dia lakukan.
"Today i will bring you to heaven Sabrina" ucapnya sambil menyeringai.
Setelahnya Stefan langsung membuka bajunya dan kami pun bercinta dengan gila-gilaan. Sentuhan Stefan sangat berbeda dengan percintaan kami yang pertama. Dia terlalu agresif dan menggila, bahkan aku terus menjadi pihak yang pasif. Dia tidak memberiku kesempatan untuk istirahat dan semalaman kami terus saling menyentuh satu sama lain. Gilanya aku tidak keberatan sama sekali... aku bahkan tidak menyangka ternyata aku seliar ini.
"Today we will stay up all night darling..."
Stefan mencium punggungku dengan gairah yang tinggi dan tangannya menyentuhku dimana-mana. Bahkan aku baru bisa menghentikan dia dan membuatnya sadar saat pukul 3 pagi.
Bersambung..............
