Dimohon untuk vomentnya!! Yang udah vote terimakasih ❤️❤️
Stefan
Memutuskan untuk menikahi Sabrina berarti aku menerima segala kekurangan dan kelebihannya. Aku tahu dari awal Sabrina merupakan seorang remaja yang tidak tahu dunia pernikahan seperti apa. Sehingga aku sama sekali tidak keberatan jika dia tidak bisa melayaniku dengan baik terutama dalam memasak. Lagipula aku bisa melakukannya sendiri untuk urusan memasak atau membeli di luar jika malas.
Tapi Sabrina bisa belajar menyesuaikan diri dengan cepat. Terbukti dia sesekali menghidangkan makanan dan masakannya tidak buruk meski saat ini dia baru bisa belajar masak makanan yang simpel. Aku tidak mau menjadi suami yang memberatkan istrinya karena rumah tangga itu harus dijalani dengan iklas bukan mementingkan ego masing-masing. Cukup Sabrina merasa bahagia saat bersamaku itu sudah sangat bagus.
Menjadi suami sekaligus wali Sabrina membuatku banyak berpikir tentang masa depan Sabrina. Aku tidak mau menghalang-halanginya untuk menggapai mimpi. Namun ada satu hal yang harus ku lakukan padanya yaitu meningkatkan nilai matematika dia yang buruk. Tidak bisa ku biarkan Sabrina terus begini karena bisa-bisa dia tidak lulus SMA.
Saat tengah berselancar di dunia maya tiba-tiba aku mendapatkan telepon dari profesorku. Dia mengatakan ada peluang beasiswa S2 ke Inggris yang bisa aku coba. Namun aku sedikit bingung karena tidak mungkin juga meninggalkan istriku sendirian di Indonesia terlebih dia belum lulus SMA.
Profesor bilang sangat disayangkan jika aku harus berakhir menjadi guru SMA karena otakku yang cerdas. Aku memiliki banyak kesempatan untuk menjadi dosen asalkan segera kuliah S2. Tapi saat ini aku tidak mau memikirkan hal itu dulu karena Sabrina masih menjadi prioritasku. Setidaknya Sabrina harus lulus SMA dulu baru aku memikirkan hal yang lain.
"Ini udah sampe soal nomer 3 tapi kamu masih belum bisa mengerjakan. Memangnya kamu mau dihukum lagi hm..?" Tanyaku padanya dan saat ini Sabrina sedang belajar bersamaku sayangnya dia memang sangat sulit untuk mencerna pelajaran matematika.
"Stefan aku gak sanggup lagi belajar matematika.. tapi jangan dihukum ya ya ya? Hukumannya yang lain aja aku capek" balasnya dengan nada frustasi tapi aku masih mau bermain-main dengannya.
"Emang mau hukuman yang seperti apa sih?" Tanyaku menggodanya.
"Entahlah mungkin hukuman yang ringan seperti di sekolah aja contohnya membersihkan toilet atau yang lainnya!"
Sambil tertawa terbahak-bahak aku mulai menggelitiki tubuhnya. Ah bagaimana bisa dia selucu ini dan benar-benar menggemaskan! Tampaknya ucapan Rossy memang benar jika tipeku sudah berubah karena aku malah tergila-gila pada seorang gadis remaja polos di depanku ini. Benar-benar deh bisa-bisanya aku makin bucin Sabrina dan ingin terus menggodanya.
"Aww Stefan geli... hahaa... hentikan...." Sabrina tertawa dengan kencang.
Aku tidak mau berhenti untuk menggelitiki gadis lucu satu ini. Tanpa sadar posisi kami kini kian berbahaya karena aku sudah berada di atas Sabrina dan dia terlentang di bawah sambil terengah-engah.
Kami berdua kemudian terdiam dan tanpa sadar tatapan matanya yang sendu membuatku semakin dekat dengan bibirnya. Sabrina merespon dengan membuka mulutnya sehingga dengan mudahnya aku mulai mengeksplor seluruh bagian mulutnya dengan lidahku. Bibirnya yang lembut dan manis, deru nafasnya yang hangat bahkan jambakannya di rambutku karena kehabisan nafas akibat ciumanku yang dalam membuatku menggila. Dengan penuh hasrat aku mencium bibirnya dan menghisap kuat bibir bawahnya yang lembut.
"Stefan aku lagi haid..." bisiknya setelah aku melepaskan ciuman di bibirnya.
Saat ciumanku sudah turun ke lehernya aku memutuskan berhenti. Tampaknya aku harus libur dulu selama seminggu karena istriku yang imut ini sedang halangan.
......................................
Beberapa hari kemudian aku mendengar kabar jika teman lamaku Richard sudah kembali dari Amerika. Entah ada angin apa dia ingin kembali ke Indonesia padahal pekerjaannya sebagai CEO penerbit Washington Time sudah mendulang banyak kesukesan.
Sebagai seorang teman yang baik tentu saja aku memutuskan untuk mendatanginya di klub. Sejak menikah dengan Sabrina tentu saja aku sudah berhenti pergi ke klub malam tapi teman sialan satu ini terus memaksaku datang dan mudah-mudahan saja aku tidak tergoda untuk minum alkohol.
"Edan lo Fan dah lama gak ketemu makin gagah aja nih? Katanya lo dah nikah ya dan gak undang-undang gue?" Richard langsung menyapaku setibanya di sana dan menyalami tanganku.
"Gimana gue bisa undang, lo aja demen banget tinggal di Amerika kagak balik-balik!!" Balasku jengah.
"Haha iya sorry sob tapi sekarang gue kayanya mau stay di Indonesia aja dan rencananya perusahaan gue mau bikin cabang disini!"
"Sukses ya!! Jangan lupa lo undang gue di hari peresmian!!" Aku mengucapkan selamat sambil menepuk bahunya akrab.
"Santai bro.. lagian perusahaan gue lagi bikin acara kompetisi menulis novel tingkat nasional dan yang kepilih hadiahnya lumayan banget!"
"Hadiahnya 100 juta maksud lo?"
"Nah itu lo tahu!!"
Sepulangnya dari klub aku langsung menuju ke rumah dengan mobilku. Beruntung tadi sama sekali tidak minum alkohol meski si bangs*t Richard awalnya memaksaku untuk minum. Berkat tekad yang kuat akhirnya aku berhasil tidak meminum alkohol satu tetes pun dan pulang ke rumah dengan selamat. Karena akan sangat berbahaya jika aku memutuskan minum dan mabuk apalagi berkendara seorang diri.
Setibanya di rumah Sabrina terlihat cemas sambil menggigit kukunya dan langsung berlari ke pelukanku begitu saja. Dia bahkan membuat kukunya patah padahal kebiasaannya satu ini sudah ku tegur.
"Ada apa Sabrina? Kenapa kamu terlihat gusar?" Aku bertanya padanya sambil mengusap rambut pendeknya.
"Hari ini pengumuman juara kompetisi menulis novel tapi sejak tadi masih belum juga ada kabar..." adunya sambil menggembungkan pipinya, gemas sekali!
"Kalau begitu kamu harus lebih bersabar lagi.. mungkin aja pihak penerbitnya sedang gangguan internet" ucapku menenangkannya.
Sambil menghela nafas panjang Sabrina melepaskan pelukanku dan berakhir duduk di sofa dengan lesu. Dia pasti sangat mengharapkan bisa menang meski berkali-kali bilang tidak memikirkannya tapi sikap Sabrina malah menunjukkan hal sebaliknya.
Bahkan setelah aku mandi, Sabrina tetap menunggu informasi pemenang sambil harap-harap cemas. Dia pun sama sekali tidak jauh dari ponselnya.
"Sudahlah aku menyerah saja.. aku mau tidur!" Dia akhirnya menyerah.
Saat Sabrina dengan lesunya pergi ke kamar, aku mencoba mencari informasi soal kompetisi ini. Betapa kagetnya aku ternyata Sabrina menang dan meraih posisi nomor 1. Bahkan cerita yang dia tulis akan segera diterbitkan menjadi sebuah novel!!
"Sabrina... coba lihat ini sayang jangan tidur dulu!!" ucapku dengan antusias padanya sambil membuka selimut yang menutupi tubuhnya.
"Hm.. apa sih... apa???? Aku menang?? Aku menang Stefan!! Aku menang!!!" Balasnya sangat sumringah dan ceria.
Dengan wajah yang gembira Sabrina memelukku dan mencium seluruh wajahku dengan antusias. Setelah itu Sabrina melompat-lompat di kasur saking gembiranya dan aku merasa sangat bangga pada dirinya.
"Kamu hebat sayang.. selamat!!!"
"Akhirnya aku bisa dapet uang banyak!!!!"
Saat Sabrina tertawa bahagia karena kemenangannya, tiba-tiba ponselnya nyala. Ternyata pihak penerbit ingin Sabrina dua hari lagi bertemu dengan mereka. Bahkan katanya kompetisi novel ini akan disiarkan secara nasional untuk pemenang. Ini benar-benar berita membahagiakan yang harus kami rayakan tentunya.
Untuk merayakan kemenangannya aku pun membeli makanan kesukaan Sabrina yaitu ikan bakar laut berukuran besar dan mengundang ibu serta ayahku untuk datang ke rumah kami. Siapa sangka ternyata Sabrina memiliki bakat sebagai penulis novel...
Bersambung.....
