13 - Fact

556 26 12
                                    

Mohon memberikan dukungannya......





Stefan

Dibalik imej Sabrina yang manja ternyata tersimpan hasrat penggoda yang membuatku semakin lemah iman. Bahkan dengan ahlinya dia menyentuh leherku sensual dan meraba-raba perut rataku yang didapat dari hasil latihan intens. Entah darimana dia belajar hal seperti ini karena aku pun tak tahu. Tentu saja naluri dominanku tidak terima diperlakukan begini sehingga aku balik menyerang Sabrina brutal. Bahkan kini aku berhasil menyentuh hal yang paling tersembunyi dalam dirinya. Sebenarnya aku tidak ingin begini namun sebagai laki-laki normal aku kesulitan menahan diri.

Ini pertama kalinya aku melakukan hal yang intim. Raut puasnya sangat membuatku tergoda dan ingin rasanya aku bercinta dengan Sabrina. Kami memang sudah menjadi suami istri tapi begitu banyak yang perlu ku pertimbangkan. Tapi semakin hari Sabrina makin liar dan bagaimana aku bisa berpikir logis kalau begini.

"Stefan touch me now, i want you.." Sabrina semakin handal dalam menggodaku.

"Sabrina.... kamu bagaimana bisa sepanas ini?" Tanyaku sambil menahan hasrat sekuat tenaga bahkan sampai tanganku terkepal kuat dan mataku tertutup namun aku tidak sanggup lagi.

"Just touch me my husband..."

Helaan nafas panjang mulai keluar dari diriku. Namun lagi-lagi setan dalam diri ini berkata tidak mengapa menyentuhnya karena itu bukan sebuah kesalahan. Bisikan tersebut membuatku lupa diri dan setelahnya aku memperlihatkan sesuatu padanya. Dia melotot kaget lalu aku menyeringai tidak peduli karena dia duluan yang mulai membangunkan macan tidur.

"Bagaimana hm... mau dilanjut apa nggak?" Tanyaku lembut.

"Aku mau Stefan..." dia sangat nakal sekali padahal usianya saja masih 17 tahun meski sebentar lagi hari ulang tahunnya yang ke 18.

Persetan dengan titel guru teladan, aku tidak tahan dari surga dunia ini terlebih Sabrina itu istriku yang sah! Semoga saja keputusan gila ini tidak berdampak pada kehidupan rumah tangga kami. Sungguh aku hanya ingin menjalani rumah tangga yang tentram dan penuh cinta.

Dengan perlahan aku menyentuhnya namun dia menjerit kesakitan. Jelas istriku memang masih perawan namun berhenti pun aku tak mau. Sudah ku bilang membangunkan macan tidur adalah hal yang tidak bijak tapi Sabrina tak mau juga mendengarkanku.

"Ahh.... Stefan... sakittt..... berhentii!!" Sabrina mulai memberontak dengan sekuat tenaga meremas bahuku dan air mata mulai menggenang di wajah cantiknya.

"I am sorry Sabrina but i can't.... aku janji kamu pasti suka" kataku sambil terus mencium bibirnya seduktif dan menciumi seluruh wajahnya.

Kurasakan kewanitaannya mengeluarkan darah dan Sabrina menjerit kencang. Dia tampak pucat dan sangat kesakitan dan sungguh aku tidak tega namun sebentar lagi aku berhasil sehingga aku hanya menghiburnya dengan merangsang tubuh bagian atasnya supaya dia bisa sedikit rileks.

"Stefan sakitt....." dengan penuh air mata Sabrina terus menangis dan ku lihat kami sudah bersatu.

"Maaf sayang... maaf" aku menciumnya terus-terusan sambil menunggu beberapa menit dan membuatnya rileks.

Setelah beberapa menit akhirnya kami mulai bercinta dan saling berciuman seperti orang kesetanan. Ini bahkan jauh lebih menggairahkan daripada dalam mimpi sekalipun. Sungguh setelah momen bersejarah ini tampaknya aku takkan bisa menahan diri lagi. Sabrina berkeringat banyak dan wajahnya memerah, aku bersumpah dia terlalu cantik hingga membuatku menginginkan dirinya lagi dan lagi tanpa henti.

"Oohh Stefan...hhh..." Sabrina terus mendesah sambil meremas bahuku kencang.

Bibirnya bengkak dan berdarah yang tentu saja aku pun tak menyangka malah menyentuhnya dengan kasar. Dalam hati aku minta maaf karena pengalaman pertama ini membuatku lupa daratan.

"Sabrina... i love you" bisikku akhirnya setelah percintaan kami yang begitu hebat.



...............................







Sabrina terlihat lemas dan aku langsung memakaikannya dengan selimut tebal. Tak lupa aku memeluknya erat dan mengucapkan terima kasih padanya. Sabrina langsung tertidur pulas begitu saja dan aku hanya memandangnya memuja. Sempat terbesit rasa bersalah karena nekat bercinta dengannya padahal dia belum berusia 18 tahun. Sabrina memang sudah berusia legal tapi dia masih pelajar SMA. Aku juga teringat saat ini Sabrina belum minum pil pencegah kehamilan yang beruntungnya aku pernah membeli pil tersebut karena takut hal yang tidak diinginkan terjadi. Aku pun membangunkan dirinya dulu agar dia mau meminum pil tersebut sambil mengusap kepalanya. Ayolah dia terlalu muda untuk hamil dan melakukan tindak pencegahan adalah yang terbaik.

"Sabrina.. bangun dulu minum obat ini...." ujarku pelan.

"Minum obat apa?" Balas Sabrina lemah dan mengantuk.

"Obat pencegah hamil sayang... kamu kan belum lulus SMA" jawabku lembut dan Sabrina menurutinya.

Setelahnya aku membiarkan Sabrina tidur kembali, ku lihat tubuhnya penuh bekas merah terutama di leher dan dadanya. Aku tidak menyangka bisa seliar ini dan menghela nafas panjang sambil menciumi dahinya lembut. Rambutnya yang tampak berantakan ku belai lembut, sungguh aku sangat mencintainya.

Entahlah sedikit ada rasa penyesalan karena aku tidak tahan untuk menyentuhnya. Namun mengingat sensasi percintaan kami tadi... membuatku ingin terus menyentuhnya dan menjadikan Sabrina candu utamaku. Rasanya aku tidak bisa berhenti dan memang tidak mau berhenti hingg terus berdoa dalam hati agar semuanya baik-baik saja. Apa aku egois kalau aku menginginkan Sabrina?





...........................







"Sebaiknya kita pindahkan ke ruang rawat biasa jika Damian sudah sembuh" ujarku keesokan harinya saat waktu istirahat sekolah dan menyempatkan diri untuk kembali menengok Damian di rumah sakit tanpa memberi tahu Sabrina.

"Aku gatau Stefan.. rasanya kepalaku sangat pusing" ujar Rossy lemah dan aku merasa kasihan padanya.

Pasti ini adalah hal yang berat bagi Rossy, apalagi penyakit Damian lumayan berat dan perlu perhatian yang intens. Memiliki anak memang tidak mudah dan memerlukan kesiapan mental.

"Maaf Rossy dimana ayah damian sekarang? Bukankah seharusnya kamu memberi tahu kalau Damian sakit sama ayahnya?" Ujarku berhati-hati karena takut Rossy akan tersinggung dengan omonganku.

Rossy tampak menatapku dalam dan aku tak mengerti arti tatapannya apa. Aku menunggu dia merespon perkataanku dengan sabar.

"Kamu.......... ayahnya Damian, Stefan" Rossy menatapku intens dengan wajah sendunya.

Sontak aku membulatkan mata terkejut tidak mempercayai hal ini bahkan aku tidak menyangka jika ujian rumah tanggaku dan Sabrina sebegitu hebatnya. Tidak... bagaimana Damian tiba-tiba menjadi anakku? Di masa lalu aku memang berpacaran dengan Rossy dan pernah bercinta dengannya. Jelas aku ingin mengelak dengan ucapannya namun tidak bisa karena pada kenyataannya hubungan kami di masa lalu memang seperti itu.

"Rossy kamu bercanda kan?" Aku bertanya sambil tertawa hambar.

"No... aku sangat serius, maaf baru ngasih tahu kamu sekarang Stefan"

Nafasku semakin berat karena tak kuasa mendengar kabar ini. Pasti Sabrina akan merasa sakit hati kalau aku mengatakan fakta ini padanya, ah sial sekali kenapa masalah begitu banyak??




Bersambung..........

PermataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang