Mohon memberikan vote nya!!
Sabrina
Setelah bocornya pernikahan rahasia kami kini ponselku terus-terusan diteror dan banyak yang mengecam serta menghinaku dengan kata-kata kasar. Selama hampir satu minggu aku hanya diam di rumah dan tidak pergi kemanapun namun para wartawan tetap menunggu di depan rumah dengan gentar. Mereka sama sekali tidak menyerah dan membuat kepalaku pusing karena bingung harus bagaimana lagi menghindarinya. Apalagi konferensi pers kemarin sama sekali tidak menjawab keingintahuan mereka atas pernikahanku. Belum lagi aku terpaksa terpisah dengan Stefan untuk sementara waktu demi kebaikan kami sendiri dan tidak tahu harus sampai kapan seperti ini.
Esok harinya aku terpaksa sekolah karena sudah terlalu lama libur. Sambil mengendap-endap aku keluar diantar oleh ibu dan ayah mertua ke sekolah. Kami berhasil pergi dari incaran wartawan yang masih siaga di depan rumah. Namun sesampainya di sekolah semua orang menyoraki bahkan melempariku dengan telur mentah yang busuk serta kursiku dicorat-coret oleh saus tomat. Semua orang membenci dan mengatakan hal-hal yang buruk serta kasar. Aku tidak kuat dengan sikap kasar mereka hingga membuatku kembali pingsan.
Saat bangun dokter menyatakan aku terlalu stres dan banyak pikiran sehingga sering pingsan. Bahkan aku diharuskan bed rest untuk sementara waktu karena kondisi kehamilanku yang lemah. Tapi aku bertekad tidak akan memberi tahu Stefan situasi yang terjadi disini karena takut dia merasa cemas dengan kondisiku saat ini. Belum lagi pak Richard menyuruh untuk segera menyelesaikan novel supaya penilaian masyarakat padaku berubah dan tidak lagi membully lagi. Dengan terpaksa aku segera bangkit kembali untuk menulis novel namun keadaan yang kacau membuat mood menulisku sangat buruk sekali.
"Sabrina kamu benar-benar gak ada kemajuan dalam menulis novel! Kalau begini terus bagaimana mungkin kamu bisa jadi penulis terkenal dan mengubah anggapan buruk masyarakat padamu?" Ucap Pak Richard dengan nada yang dingin.
"Maafkan saya pak Richard.. tapi saya benar-benar sulit untuk mendapatkan mood menulis..." balasku lemah.
"Lalu? Kamu hanya akan diam dan menangis meratapi keadaan tanpa berusaha mengatasi masalah ini?"
"Masalah ini kan memang sangat berat bagi saya..."
"Kamu benar-benar bodoh..! tidakkah kamu menyadari dalam satu botol parfum yang kamu genggam itu ada cinta Stefan buat kamu? Kamu tahu kan artinya treasore itu apa?"
Ucapan Pak Richard yang tegas dan dingin tanpa sadar membuatku kembali menangis. Stefan pernah bilang jika treasore artinya permata dan aku merupakan permata yang sangat berharga baginya. Tapi aku baru tahu parfum yang dia berikan padaku ini menandakan kesungguhan cintanya dan ini membuatku sangat terharu.
Sambil berlinang air mata aku mulai menulis naskah novel lagi di laptop pemberian Stefan. Aku mulai mendapatkan semangat dan kekuatan berkat cintanya Stefan yang besar kepadaku. Aku pun bertekad tidak akan mengecewakan Stefan dan akan membuatnya kembali mengajar di SMA Pelita Dunia. Bahkan sampai berhari-hari aku tidak keluar kamar demi menyelesaikan naskah ini agar secepatnya terbit dan meyakinkan semua orang jika cintaku terhadap Stefan memang tulus dan murni. Akan ku buktikan jika kami tidak melakukan kesalahan dengan menikah.
..............................
Tiga minggu kemudian aku berhasil menyelesaikan naskah dan saat ini sedang diperiksa oleh Pak Richard. Senyuman pak Richard tanpa sadar membuatku puas dan lega. Semoga saja revisi naskahku sedikit sehingga bisa segera terbit dan dibaca oleh banyak orang.
"Bravo Sabrina.. inilah yang aku harapkan.." ucap Pak Richard puas.
"Terimakasih pak Richard..."
"Saya pastikan minggu depan naskahmu akan terbit dan mendapatkan penjualan yang fantastis.."
"Saya harap begitu pak"
"Jangan khawatir.. pandangan masyarakat akan berubah saat membaca novel ini dan akan ku pastikan Stefan tidak lagi mendapatkan hinaan dari orang banyak..."
Semoga saja ucapan Pak Richard segera terwujud karena aku sudah tak sabar untuk bertemu Stefan lagi. Aku sangat merindukannya dan ingin segera memeluknya.
"Apa saya boleh segera bertemu Stefan?" Tanyaku padanya.
"Jangan dulu Sabrina.... keadaan masih belum stabil lebih baik kamu bersabar dan tunggulah di rumah karena saya akan memperbaiki ejaan naskahmu yang belum sempurna ini....."
Ucapan pak Richard sama sekali tidak ku dengarkan. Aku sangat merindukan Stefan bahkan sudah hampir sebulan aku tidak juga bertemu dengannya. Bagaimana bisa aku menjalani hidup yang keras ini tanpa adanya Stefan disisiku? Sambil mengepalkan tangan kuat-kuat aku pamit undur diri dari kantor penerbit dan menuju Bogor dengan bantuan supir taksi.
Tapi perjalanan ke bogor sangatlah lama hingga membuatku sangat lelah. Pandanganku mulai berkunang-kunang dan perut ini sangat sakit luar biasa. Aku terus mengelus perutku dan mengatakan pada bayi dalam perutku untuk bersabar. Namun perut ini benar-benar sakit tidak tertahankan hingga akhirnya aku meminta tolong dengan suara lemah pada pak supir taksi dan tanpa sadar duniaku kembali gelap.
................................
Lagi-lagi aku bangun di rumah sakit namun kondisi tubuh ini sangat sakit. Ibu mertua tengah menangis keras dan ku lihat Stefan memandangku begitu sendu. Aku tidak mengerti kenapa semua orang seolah mengasihaniku? Memangnya ada apa denganku selama ini?
"Stefan..." ucapku lemah.
"Iya sayang...." balasnya sendu sambil mendekat.
"Ada apa semua ini? Kenapa ibu menangis?" Tanyaku tak sabar.
"Bukan apa-apa.. istirahatlah lagi kondisi kamu sekarang sangat lemah..."
Stefan memelukku dan dalam pelukan dia terisak. Aku tidak mengerti kenapa Stefan menangis begitu pilu hingga kemudian aku mulai ingat dengan kehamilanku.
"Stefan jawab aku sekarang!! Kehamilanku baik-baik aja kan? Bayi kita baik-baik aja kan?" Tanyaku mulai panik.
"Sudahlah Sabrina jangan terlalu dipikirkan..." Stefan kembali menangis.
"Aku tanya soal kehamilanku, jawab Stefan jawab!!!" Ucapku mulai dengan nada tinggi.
"Bayi kita sudah pergi ke surga... kamu harus iklas...."
Mendengar semua ini akhirnya aku menangis keras dan mulai menyalahkan diri sendiri. Bahkan aku mulai menyakiti diriku sendiri dengan memukul kepala dan menjambak rambutku sendiri. Aku seorang ibu yang buruk, bagaimana mungkin aku membiarkan anakku pergi untuk selama-lamanya.. tidak... aku tidak pantas hidup jika anakku harus mati meninggalkanku.
"Anaku..... anakku....." aku kembali menangis dan merasa sangat menyesal tidak bisa menjaga kehamilanku selama ini.
"Sabrina tenangkan dirimu... sudah.. iklaskan semuanya sudah....." ucap Stefan sambil mengusap rambut ini dan memelukku erat.
"Lepaskan aku!!! Kamu sama sekali tidak merasakan bagaimana rasanya jadi aku!!! Aku kehilangan bayiku.. aku ibu yang buruk!!!!!"
Situasi semakin tidak terkontrol karena aku mulai melepas selang infus dengan kasar. Aku mulai berlari dan pergi menjauh dari ruang inap namun Stefan segera memelukku dengan erat lagi dan menenangkanku namun aku masih belum bisa menerima ini semua dan terus tantrum hingga akhirnya aku merasa duniaku gelap kembali dan tidak sadarkan diri!!!
Bersambung.......
