Mohon untuk memberi vote dan follow akun author ❤️❤️
Stefan
Antusiasme Sabrina dalam mengikuti kompetisi menulis novel sangatlah besar dan baru kali ini aku melihatnya bersemangat dalam melakukan sesuatu. Namun aku juga sama sekali tak menyangka jika Sabrina memenangkan kompetisi menulis ini. Tentu saja aku merasa bangga padanya dan aku berharap Sabrina bisa semakin sukses menjadi seorang penulis. Sebagai seorang suami aku ingin mendampinginya ke gerbang kesuksesan.
Saat ini aku dan Sabrina sedang menghadiri pesta kemenangan, senyumanku tidak pernah luntur sejak tadi apalagi saat Sabrina mengatakan ada seseorang yang selalu mendukungnya selama ini. Namun dunia memang sangat sempit karena aku bertemu lagi dengan Richard yang memang sudah aku prediksi. Ya.. Richard merupakan CEO Washington Time yang resmi membuka cabang di Indonesia sehingga dalam memeriahkannya dia mengadakan suatu event menulis.
"Fan lo ada hubungan apa sama Sabrina?" Richard bertanya saat kami sedang bersantai di balkon Hall Washington Time sambil merokok.
"Gue cuma gurunya aja Chard, emang kenapa?"
"Bukan apa-apa... gue cuma sedikit keheranan aja karena Sabrina ngajak lo kesini bukan ngajak orang tuanya"
"Orang tua Sabrina udah meninggal dan dia emang anak yatim.." ucapku mencoba menjelaskan.
"Hm... turut berduka cita ya..."
.....................................
Suatu kejadian yang tidak mengenakan terjadi pada salah satu siswi SMA Pelita Dunia. Dia mengalami pemerkosaan oleh orang-orang jahat dan kondisinya kini masih syok. Semua guru SMA Pelita Dunia keesokan harinya datang menjenguk namun karena kondisinya masih belum baik tentu saja para guru laki-laki hanya menunggu di luar saja. Ironisnya para pelaku katanya masih buron padahal segala cara sudah kami kerahkan. Mengharapkan kesigapan polisi dalam mencari tersangka memang tiada gunanya sama sekali.
Setelah pulang dari rumah sakit untuk menjenguk, kini aku kembali ke sekolah dan mengajar di kelas Sabrina. Suasana kelas tumben sekali sangat sepi dan semua murid tampak bersedih termasuk Sabrina karena kenyataan pahit ini harus menimpa kami. Apalagi Prisila dan Sabrina tampaknya cukup dekat tentu saja berita ini membuatnya sangat bersedih.
"Anak-anak saya harap kalian jangan terus bersedih dan seharusnya kalian mendukung serta menyemangati teman kalian yang sedang terkena musibah..."
"Kalau begitu bagaimana kondisi Prisilia saat ini pak di rumah sakit?" Ucap salah satu orang murid.
"Prisilia masih syok dan sepertinya dia masih akan berada di rumah sakit untuk menjalani perawatan...."
Semua murid mulai ribut dan saling berbisik, bahkan beberapa murid perempuan tidak menyangka masalah ini akan terjadi pada salah satu murid SMA Pelita Dunia. Mereka juga sedikit takut kejadian ini bisa menimpa salah satu murid lagi.
..........................
"Masalah yang terjadi saat ini di sekolah kita harus segera diselesaikan dan penjahatnya harus segera ditangkap!" Ucap salah satu orang guru.
Karena mengancam keselamatan murid perempuan lainnya akhirnya para guru sepakat untuk mengadakan rapat mendadak bersama kepala sekolah beberapa hari kemudian. Apalagi pelaku masih buron tentu saja orang tua murid mulai resah karena takut anak-anaknya yang akan menjadi korban selanjutnya. Kejadian ini memang membuat suasana SMA Pelita Dunia sedikit mencekam.
"Saya sudah menghubungi polisi namun memang sangat sulit menangkap tersangka terlebih salah satu tersangka merupakan anak pejabat daerah yang punya wewenang besar...." balas kepala sekolah prihatin.
"Tapi kalau begini bisa saja akan ada korban lainnya pak dan tentu kami semua tidak mau hal tersebut terjadi!!" balasku menyuarakan kegelisahan.
"Karena itu kita harus memastikan para murid dijemput orang tuanya saja setelah pulang sekolah dan kegiatan eskul dihentikan sementara..."
"Ini berlaku untuk murid perempuan dan laki-laki kan pak?"
"Benar Pak Stefan...."
Akhirnya rapat pun selesai dua jam kemudian dan semua dewan guru setuju jika diperlukan pengawalan yang ketat bagi murid perempuan. Tampaknya aku pun harus selalu memonitor Sabrina dan terpaksa kami setiap hari pulang bersama. Meski aku sendiri masih bingung dimana tempat yang tepat agar aku bisa menjemputnya pulang ke rumah dengan mobil.
Saat sampai ke rumah, ku lihat Sabrina sudah mulai bekerja dengan riang. Beruntung sekali dia pulang dalam keadaan selamat karena tadi aku lupa mengajaknya pulang bersama. Namun semakin bertambah dewasa pipi gembul Sabrina mulai hilang padahal itu sangat lucu dan diam-diam aku merindukannya. Meski Sabrina yang sekarang memang sangat cantik dan semakin mirip tante Raisa.
"Stefan!!!!"
Sabrina berlari dan memelukku setelah melihatku pulang. Sambil memeluknya aku menciumi puncak kepalanya yang wangi stroberi. Sabrina selalu menyambut dan memelukku saat pulang tapi perlakuan kecilnya adalah sesuatu yang berharga bagiku.
"Sabrina mulai besok kamu harus jaga-jaga dan pulanglah bersamaku setelah sekolah selesai" ucapku memberikan nasihat.
"Kalau ada yang lihat kita nanti gimana?" Sahutnya cemas.
"Aku sedang mencari dimana tempat yang tepat agar kamu bisa masuk ke mobilku...." ucapku menenangkannya.
Setelah sedikit bermesraan dengan Sabrina, aku memutuskan untuk membersihkan tubuh dan makan makanan yang sudah dimasak oleh Sabrina. Masakannya memang mengalami banyak kemajuan, Sabrina memasak opor ayam dan capcay. Dia memang membuatku sangat bangga yang tanpa sadar aku semakin jatuh hati padanya. Sabrina memang cepat belajar padahal dulu dia hampir membuat rumah kebakaran karena gagal memasak.
Sabrina juga tampaknya benar-benar fokus menulis novel. Dia bahkan mulai mengabaikanku padahal aku sangat merindukannya. Bagaimana tidak selama Sabrina menulis novel dan berada di depan laptop dia tidak pernah memberiku jatah. Tega sekali istriku ini padahal suaminya seperti macan kelaparan yang sulit untuk menahan diri. Jika rumah tangga kami terlihat panas itu memang benar tapi kami tak sesering itu dalam bercinta apalagi Sabrina kerap menolakku saat tidak dalam kondisi mood.
Karena jam 10 malam Sabrina masih bekerja, aku mulai menggerayangi tubuhnya nakal. Sialnya Sabrina tidak memakai bra dan dia hanya menyingkirkan tanganku begitu saja tanpa merespon apapun. Tampaknya Sabrina mulai kebal terhadap sentuhanku tapi aku tidak mau menyerah.
Tidak menyerah, kini aku pun mulai mencium telinganya yang sensitif. Terbukti Sabrina mulai menggeliat namun dia tetap mengabaikanku dan kini malah pindah ke ruang TV begitu saja. Karena masih belum menyerah juga aku mulai menciumi tengkuknya yang wangi sambil menggigitnya. Lalu tanganku kembali masuk ke dalam bajunya dan tampak sekali Sabrina mulai tidak tahan karena kini dia mulai menutup laptopnya.
"Stefan.. aku lagi kerja..." ucapnya mengeluh.
"Tapi menyenangkan suami itu lebih penting Sabrina.. kamu gak mau dapat pahala?"
Sambil menghela nafas panjang Sabrina mulai melepas pakaiannya dan kini telanjang bulat. Setelah itu dia mulai menciumi bibirku agresif dan dengan tak sabaran aku mulai menggendong tubuhnya. Dalam kucuran shower aku melepas pakaian dan mulai bercinta dengan Sabrina. Bahkan aku tidak peduli jika tangan kami sudah keriput karena terlalu lama berada dalam air. Tubuh kami basah tapi kami malah merasa panas dan satu sama lain saling mendamba.
Namun Sabrina terlihat mulai tidak tahan, giginya bergemeletuk menahan dingin. Dengan sigap aku mematikan shower dan menggendongnya lagi menuju kamar. Aku tak mau Sabrina sakit apalagi dia tampak memucat. Tapi tampaknya Sabrina tidak mau berhenti ku sentuh karena dia kembali mencium bibirku hingga suara decapan terasa menggema di kamar ini.
"My little wifey....." ucapku mulai mencium area dadanya lembut.
Bersambung.......
