1272 Saka
"Gusti Rajapatni mangkat!"
"Gusti Rajapatni mangkat!"
"Gusti Rajapatni mangkat!"
Dengungan terdengar di seluruh penjuru Istana Kotaraja Trowulan dan sekitarnya. Ibu Rajaputri Tribhuwana Wijayatunggadewi yang bernama Dyah Dewi Gayatri Kumara Rajasa mangkat di usia senja. Sebenarnya, Gayatri Rajapatni —pendamping raja— adalah pewaris sah takhta Majapahit setelah kakak tirinya, Prabu Jayanagara mangkat karena dibunuh oleh Ra Tanca, tabib istana. Akan tetapi, Dyah Gayatri telah memutuskan untuk meninggalkan kehidupan duniawinya dengan menjadi seorang Bhiksuni. Maka dari itu, ia menyerahkan tumpu kekuasaan Wilwatikta kepada putri sulungnya, Dyah Gitarja.
Bunyi gong yang dibunyikan menandakan Majapahit sedang berkabung. Seketika seluruh rakyat tanah Wilwatikta menghentikan aktivitas mereka. Rakyat berkumpul di depan Gopura Siwak yang menjadi batas antara Istana Trowulan wilayah jaba dan rumah-rumah penduduk. Mereka berduka atas kematian Ibu Suri Wilwatikta yang agung.
Dewan kerajaan, Puruhita, dan Sapta Prabhu berkumpul di Keraton Wanguntur —tempat tinggal Maharani atau Maharaja Majapahit— untuk mengucapkan doa dan puja-puji di depan jenazah sang ibu Wangsa Rajasa. Rajaputri Tribhuwana Wijayatunggadewi menyepakati bahwa upacara perabuan untuk Gayatri Rajapatni dilaksanakan di Alun-alun Watangan. Alun-alun tersebut terletak di utara Balai Agung Wanguntur dan Panggung Luhur. Alun-alun Watangan digunakan untuk acara yang sakral. Berbeda dengan Alun-alun Bubat yang digunakan untuk acara rakyat.
Satu hari berlalu, jenazah Gayatri Rajapatni ditempatkan di tengah-tengah alun-alun Watangan. Rajaputri Tribhuwana Wijayatunggadewi meletakan kayu bakar untuk menutup wajah sang ibunda. Maharani Majapahit itu tidak bisa menyembunyikan kesedihannya. Raut wajahnya memancarkan duka yang mendalam. Peletakan kayu kedua dilakukan oleh Rajadewi Maharajasa selaku putri bungsunya. Rajadewi membutuhkan waktu satu hari untuk mencapai ibukota Majapahit tersebut.
Setelah jenazah Dyah Gayatri Rajapatni tertutup oleh kayu, semua orang yang menghadiri upacara perabuan tersebut menundukkan kepala. Pendeta Siwa dan Buddha Mahayana memimpin pendharmaan supaya arwah istri kesayangan Dyah Wijaya menempati swargaloka bersama para dewata.
Dyah Gitarja —nama asli Tribhuwana Wijayatunggadewi— dan Dyah Wiyat —nama asli Rajadewi Maharajasa— masing-masing membawa kendi yang berisi minyak. Kendi tersebut diletakkan di pundak dan dilubangi pada bagian belakang. Kedua putri Gayatri Rajapatni itu memutari tempat perabuan ibunda mereka. Kemudian seorang pendeta mematik api suci. Nantinya, abu Dyah Gayatri akan diletakkan di candi pendharmaannya.
Gajah Mada melihat seluruh prosesi pemakaman istri pendiri Majapahit tersebut dengan seksama. Sebagai istri terakhir, Dyah Gayatri mendapat julukan Pusparasmi, sedangkan istri pertama Dyah Wijaya, yaitu Tribhuwaneswari berjuluk Puspawati. Gajah Mada dan Dyah Gayatri terlibat dalam banyak peristiwa. Bahkan peristiwa tersebut menjadi cikal bakal Majapahit menjadi kemaharajaan yang besar.
"Bisul Prabu Jayanagara semakin mengkhawatirkan, Gusti Patih," ucap seorang tumenggung amancanegara kepada Gajah Mada yang pada saat itu menjabat sebagai Patih Daha bersama Dyah Wiyat sebagai Bhre Daha.
Gajah Mada memasuki kamar raja. Ia turut mengundang Ra Tanca selaku tabib istana. Tidak hanya sebagai ahli pengobatan, Ra Tanca merupakan anggota Dharmaputra yang dibentuk oleh Dyah Wijaya bersama enam anggota lainnya, yaitu Ra Semi, Ra Kuti, Ra Wedeng, Ra Yuyu, Ra Banyak, dan Ra Pangsa.
Ra Tanca menatap tajam pada Maharaja Majapahit kedua tersebut. Sebenarnya, ia tidak ingin memenuhi undangan Gajah Mada untuk mengobati Prabu Jayanagara. Beberapa waktu lalu, Ra Tanca menemui Gajah Mada. Ia mengadu kepada Patih Daha itu mengenai moralitas buruk penguasa Wilwatikta tersebut. Ra Tanca memohon agar Gajah Mada mengambil tindakan tegas. Hal itu dikarenakan Raden Kalagemet —nama asli Jayanagara— melarang kedua adik tirinya, Dyah Gitarja dan Dyah Wiyat menikah. Ia juga berniat menikahi adik-adiknya tersebut. Sungguh perilaku yang tak pantas untuk seorang maharaja agung.
![](https://img.wattpad.com/cover/353488848-288-k721913.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
APSARA MAJA : SANG PUTRI
Historical Fiction-Historical Fiction- {Apsara Majapahit I} Apsara adalah makhluk kayangan (bidadari). Diambil dari bahasa Jawa Kuno, yaitu apsari yang terdapat dalam pupuh 27 bait 1 Kakawin Nagarakretagama. Namanya memang tak semegah Gayatri Rajapatni ataupun Tribhu...