12 | Menguak Tabir

1.8K 214 1
                                    

Sudewi dibawa oleh bawahan Arya Santani di salah satu pendopo. Tempat itu lumayan luas. Putri Wengker dapat merasakan dinginnya udara malam. Di sana, terdapat sebuah meja kayu sedang yang di atasnya tersaji berbagai macam hidangan. Putri bungsu Kudamerta itu bersyukur bawahan Arya Santani tidak mengajaknya di tempat tertutup, meskipun di pendopo itu sepi. Pria tersebut menampilkan senyum kemenangan karena mendapat sesosok jalir yang amat cantik.

"Bukalah topengmu, Manis," rayunya penasaran.

Apabila di situasi biasa, Sudewi akan menjambak rambut pria itu lalu diikat pada kaki kuda. Namun, rencana tetaplah rencana. Ia harus mengikuti alur yang telah disepakati. Maka dari itu, Sudewi membuka topengnya perlahan, lantas melengkungkan bibirnya ke atas.

Mulut pria itu membulat. Ia mengerjapkan matanya berkali-kali. Sangat memesona gadis yang ada di hadapannya itu. Malam ini akan menjadi malam terindah di hidupnya. "Mengapa kau sembunyikan wajah bak Laksmi itu?" pujinya tak terhingga.

Sudewi menampilkan wajah malu-malu. "Ada-ada saja Tuan ini," tanggapnya.

"Panggil saja aku Kangmas Pandya, Dewiku," usulnya kemudian yang diangguki oleh Sudewi.

"Kangmas Pandya, nama yang tampan seperti wajahnya," ujar gadis itu sembari menahan nyeri di perutnya. Sebenarnya ia ingin menertawakan diri sendiri karena memberikan pujian kacangan yang ditanggapi serius oleh Pandya.

Bawahan Arya Santani itu ingin mencubit pipi Sudewi yang merona. Pasti gadis cantik itu terpukau dengan ketampanannya. Sungguh sepadan antara dirinya dan perempuan itu. Pandya menjadi tak sabar ingin merasakan gadis tersebut. Pasti berbeda dengan gadis-gadis lainnya. "Aku bahkan belum mengetahui namamu, Bidadari," ucapnya merasakan keganjilan.

Sudewi terdiam sejenak. "Panggil saja aku Rukmini, Kangmas," jawab Sudewi asal. Entah dari mana ia mendapat nama itu. Tiba-tiba ia mengingat Hayam Wuruk menyamar sebagai Krishna.

Pandya meletakkan tangannya di atas meja, kemudian digunakan untuk menyangga kepalanya. "Kalau begitu, aku rela menjadi Sisupala yang menantang Sri Krishna untuk mendapatkanmu," rayu bawahan Arya Santani itu untuk kesekian kalinya.

Kemudian Pandya menyipitkan matanya, menatap lekat Sudewi. "Bahkan aku rela menjadi Rahwana jikalau dirimu adalah Sita," imbuh pria itu khas seperti orang yang sedang kasmaran.

Apabila dengan gadis lain, maka dirinya hanya perlu menyeret si gadis, lalu meninggalkannya jika sudah menuai kepuasan. Akan tetapi, gadis yang satu ini sangat disayangkan apabila diibaratkan habis manis sepah dibuang. Pandya ingin berlama-lama menikmati wajah ayu Sudewi. Jarang sekali ia menemukan berlian di antara batu-batu.

Pandya mempersilakan Sudewi untuk menikmati hidangan yang telah disediakan. Dengan hati senang, gadis itu mengambilnya. Begitu pun Pandya, ia juga menyukai sikap terbuka Sudewi. Kemudian ia menuangkan dua gelas berisi arak untuk dirinya dan Sudewi minum.

"Tidak lengkap rasanya apabila kita belum minum bersama," ucap Pandya sembari mengulungkan satu gelas arak kepada Sudewi.

Putri Bhre Wengker tersebut menerimanya. Sesaat setelah Pandya mengajaknya bersulang, gadis itu melancarkan aksinya terlebih dahulu. "Ah! ada tektekan, Kangmas!" jerit Sudewi histeris, ia berdiri meninggalkan Pandya yang tangannya terangkat di udara dengan membawa gelas.

Pandya dengan cekatan menghampiri Sudewi. "Kau tak apa, Rukmini?" tanyanya sembari melayangkan tatapan khawatir. "Aku akan membunuhnya," lanjutnya sambil melihat di sekelilingnya. Ia berniat mencari tektekan yang mengganggu lawan bicaranya.

Saat Pandya sibuk mencari tektekan, Sudewi membuang arak di gelas dan menggantinya dengan air yang ada di botol miliknya. Setelah itu, Sudewi menghampiri Pandya, bersikap seolah ia sangat takut apabila tektekan itu menggigitnya. "Aku takut, Kangmas," rengeknya.

APSARA MAJA : SANG PUTRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang