30 | Sang Apsara

1.1K 149 2
                                    

Sudewi dihantui oleh berbagai pikiran buruk yang hinggap di kepalanya. Memasuki bulan Waisakha, Sagara dan Li Zhu belum juga kembali. Bahkan gadis itu tak menerima kabar apa pun dari keduanya. Ia mengetuk meja kayu yang berada di kamarnya berkali-kali dengan jari jemarinya. Perasaan gelisah mendominasi. Sudewi tak bisa menenangkan diri, waktu semakin menghimpitnya.

Sudewi meletakkan kedua tangan di atas meja. Lalu ia menenggelamkan kepalanya. Suara derit pintu mengalihkan perhatian sang Putri. Kemudian gadis itu menoleh ke arah pintu yang dibuka, nampaklah Rarasati memasuki kamarnya dengan membawa nampan. Lantas, diletakkannya benda itu di meja, dekat dengan Sudewi.

"Adakah kabar dari Sagara?" tanya Sudewi dengan memiringkan kepalanya, sedangkan tangannya digunakan untuk menyangganya.

Rarasati menggeleng lemah. "Tidak," sahutnya singkat.

Terdengar helaan napas panjang dari hidung Putri Wengker. Ia tidak tahu harus melakukan apa. Ditambah lagi, dirinya tak mendapatkan informasi apa pun terkait kapan kedatangan rombongan Istana Trowulan. Pun, ia tak bisa ke mana-mana, calon pengantin harus tetap di kediamannya hingga hari pernikahan tiba. Hal tersebut semakin memberatkan langkah Sudewi untuk terbebas dari jeratan perjodohan.

"Aku tak sengaja mendengar pembicaraan romomu dan Raden Cakradhara beberapa waktu yang lalu," ungkap Rarasati yang membuat Sudewi terperanjat. Lantas, ia memalingkan wajahnya ke arah dayang itu.

Sudewi mengernyitkan dahinya. Jika Rarasati mendengar pembicaraan dari kedua romo tersebut, maka peristiwa itu terjadi saat dirinya sedang bersama dengan Ibu Suri Dyah Gitarja dan Bhre Daha. "Katakan," tuntutnya.

Dayang kesayangan Putri Wengker tersebut menelan ludahnya sebelum mengatakan kebenaran kepada tuannya. "Paduka Bhre Wengker tidak menerima pinangan dari pria mana pun untukmu karena perintah dari Gusti Mahapatih Gajah Mada," akunya kemudian.

Sudewi membelalakkan matanya. Apakah terdapat sangkut paut antara perjodohan dirinya dan Maharaja Majapahit dengan sosok Gajah Mada? Netra sang Dewi menajam, lantas berkata, "apa hanya itu yang kau dengar, Rarasati?" desak Putri Wengker sembari meletakkan kedua tangannya pada lengan atas si dayang.

Cengkraman Sudewi tidak terlalu kuat, sehingga Rarasati tak mempermasalahkannya. "Aku mendengar bahwa Gajah Mada meyakinkan Paduka Bhre Wengker jikalau kau memasuki Istana Trowulan, maka tiada tempat selain takhta tertinggi sebagai pendamping Sri Maharaja. Kau adalah gadis pilihan yang akan dinobatkan menjadi parameswari, Sudewi. Kau tahu, Majapahit adalah kerajaan yang digdaya, maka Paduka Bhre Wengker tak berani menyatakan 'tidak' pada titah Mahapatih yang agung. Gusti Mahapatih Gajah Mada bukanlah orang sembarangan. Ia adalah sosok yang berperan dalam kejayaan Wilwatikta. Mungkin, karenanya, Paduka Bhre Wengker menyetujui perintah Paduka Mahapatih. Tentunya selain menjaga keberlangsungan Nagari Wengker," jelas Rarasati.

"Mengapa kau tak memberitahuku kabar sepenting itu?" dengus Sudewi dengan mata menajam.

Rarasati menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Perasaan bersalah melingkupi hatinya. "Ketika melihat tatapan kasih yang kau berikan kepada Sagara, aku tak sanggup meruntuhkannya, Dewi."

Dayang itu membasahi bibirnya yang kering sebelum melanjutkan perkataannya. "Aku pikir, Sagara Bhawa akan berjalan lancar. Namun, dugaanku salah, bahkan sampai saat ini pemuda itu belum juga kembali. Oleh karenanya, aku memutuskan untuk memberitahumu hal tersebut," lanjut paricaraka itu dengan menyentuh punggung tangan Sudewi di lengannya. "Aku rasa, sejak awal memanglah kau yang dipercaya menjadi Parameswari Wilwatikta, bukanlah Putri Sunda Galuh," pungkasnya dengan sorot mata penuh keyakinan.

Sudewi mengetatkan cengkramannya kala mendengar kata 'parameswari'. Ia tak menyangka bahwa orang-orang di sekitarnya sudah berjalan terlebih dahulu. Mereka seolah bertindak sebagai Sang Hyang Agung yang bertugas untuk menuliskan takdir seseorang. Lantas, dilepaskannya cengkraman pada lengan Rarasati. Sudewi beranjak dari duduknya, berjalan menuju jendela besar.

APSARA MAJA : SANG PUTRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang