32 | Calon Suami

1.8K 210 1
                                    

Kereta bergambar buah maja dengan tiap ukiran bercorak warna merah bergerak melewati rajamarga yang mengarah ke Keraton Wengker. Lapisan emas yang menjadi bahan dasar kereta kencana sang Prabu pun mengkilat cemerlang kala surya menyengatnya. Silau di pandang mata, pertanda sebuah kemegahan dan kemewahan. Di belakang kereta Maharaja Majapahit, nampak Ibu Suri Dyah Gitarja dan Raden Cakradhara beriringan menggunakan kereta kencana yang berhias bergas. Prajurit yang menjaga rombongan Istana Trowulan tidak hanya Bhayangkara saja, tetapi juga prajurit yang berasal dari Daha, Panglarang, dan Sedah dengan menunggangi kuda serta gajah. Begitulah keagungan dari Wangsa Rajasa yang akan menjemput Parameswari Wilwatikta.

Panji-panji merah-putih telah berkibar di pinggir rajamarga. Rakyat di Wengker dan sekitarnya berbondong-bondong untuk melihat dengan mata telanjang bagaimanakah sosok raja yang digdaya itu, bagaimanakah rupanya, pastilah sangat tampan seperti Prabu Sri Rama. Rakyat yang berkumpul menambah keriuhan menjelang tahap pertama Rajawiwaha antara Maharaja Sri Nata Wilwatika dan Putri Sri Susumna Dewi.

Ah, Wengker selalu diberkati dengan kehadiran sang penguasa Majapahit. Wengker adalah saksi penobatan Prabu Sri Rajasanagara ketika menjadi yuwaraja sekaligus Bhre Kahuripan. Di kalangan pemimpin agama Siwa, Hayam Wuruk dijuluki Mpu Janeswara.

Tahun ini, Wengker-lah saksi bisu Upacara Tukon. Rakyat bersuka cita menyambut pengantin wanita yang tak lain adalah tuan putri mereka sendiri. Ialah putri bungsu Wijayarajasa Bhre Wengker. Tidak ada yang berbisik bagaimana kecantikan gadis itu. Akan tetapi, apabila Maharaja Majapahit sanggup melakukan perjalanan jauh dari Trowulan, pastilah wajah jelita Putri Wengker tidak diragukan lagi.

Namun, kabar baru berhembus di kalangan bangsawan pria. Putri Sudewi adalah yang tercantik dari semua putri. Tak hanya memesona, sang Putri juga memiliki kemurahan hati bagaikan susumna, sesuai namanya. Pun, layaknya apsara yang turun ke dunia dan para dewata menganugerahi Wengker seperti Mithila —ibu kota Kerajaan Wideha tempat Dewi Sita dilahirkan oleh bumi. Maka dari itu, putri Wijayarajasa tersebut dikenal sebagai Wengker Ki Rajkumari atau Wengker Kishori yang berarti tuan putri dari Wengker yang memiliki kecantikan abadi oleh para peminangnya. Julukan yang indah itu berasal dari daratan Jambudwipa.

Rombongan keluarga Kerajaan Majapahit bergerak memasuki pelataran Keraton Wengker. Prajurit Wengker membuka jalan agar para petinggi kerajaan induk itu dapat melangkahkan kaki mereka tanpa hambatan apa pun. Terbentanglah kain merah dengan bunga di atasnya, menyambut sang Prabu untuk bertemu calon mertuanya.

Lihatlah, sorot kebahagian yang terpancar jelas pada rombongan itu. Ibu Suri Dyah Gitarja yang masihlah rupawan, meski wajahnya telah berperang melawan usia. Sementara Raden Cakradhara, nampak gagah dengan upawita dan kirita mahkuta yang menandakan bahwa ia adalah penguasa Tumapel, sang Kertawardhana. Di belakang mereka terdapat Mahapatih Amangkubhumi paling terkemuka di daratan Jawadwipa dan lautan luas yang memisahkan Sweta Dwipa —tak lain adalah Gajah Mada. Walaupun statusnya sebagai tahanan istana, ia masih diberi mandat sebagai Mahapatih Majapahit. Peristiwa Bubat tak serta merta melayangkan posisi yang telah melekat kepadanya sejak kepemimpinan Rajaputri Tribhuwana Wijayatunggadewi.

Pria yang berjalan paling depan adalah sang calon mempelai. Ia menggunakan busana kebesaran pemimpin Majapahit. Sang Maharaja menyatukan kedua tangannya di dada, memberi salam kepada semua orang yang hadir menyambutnya. Sorak-sorai terus terdengar dari luar keraton. Penguasa Majapahit itu mengulas senyuman yang dapat melumpuhkan siapa pun yang melihatnya. Sungguh memikat, para wanita pun tersipu malu. Mereka tak kuasa menolak pesona sang Maharaja yang telah matang usianya untuk membina biduk rumah tangga.

Katakan, apa yang kurang dari Maharaja Majapahit? Takhta, kuasa, dan kasta telah ia rengkuh. Tiada wanita yang tidak tunduk di bawah pengaruhnya. Hayam Wuruk terlampau sempurna untuk ukuran seorang manusia. Tidak, ia bukanlah manusia biasa, Maharaja adalah utusan dewata. Oleh karenanya, wanita mana pun akan bersedia menjadi wanita raja. Begitulah bisik-bisik yang tertangkap di telinga pria itu.

APSARA MAJA : SANG PUTRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang