13 | Tanpa Cela

1.9K 215 6
                                    

"Tetaplah berada di dekatku, Gusti Putri," pinta Arya Maheswara kepada Sudewi.

Sang Putri dan orang kepercayaan Bhre Wengker memasuki bangunan utama setelah memastikan bahwa tidak ada bawahan Arya Santani yang menyadari keberadaan mereka. Keduanya masuk dari pintu belakang yang langsung terhubung dengan pamahanasa.

Mereka terkejut melihat seorang wanita yang diyakini adalah dayang di kediaman Arya Santani itu memasuki ruangan yang sama dengan keduanya. Sudewi dan Arya Maheswara bersembunyi di dekat beberapa mahanasa besar. Beruntung benda itu sedang tidak digunakan.

"Kau gantikan posisi wanita itu sebagai dayang," bisik Arya Maheswara.

Sudewi berjengit mendengarnya. Kemudian gadis itu menautkan alis, sembari menatap Arya Maheswara heran. "Bagaimana jika mereka mengenaliku?" tutur Sudewi lirih.

"Tenang saja, Sudewi. Dayang Arya Santani tidak hanya wanita itu saja," sahut Arya Maheswara. Lalu ia merogoh sakunya dan mengeluarkan bungkusan daun pisang yang isinya terselimut rahasia. "Campurkan ini di minuman mereka. Tak terkecuali, Dewi. Apakah kau sanggup?" tanya pria tersebut meminta persetujuan terlebih dahulu. Sudewi pun menyanggupinya.

Perlahan, Arya Maheswara mengendap-endap, mendekati wanita itu kemudian memukul tengkuknya. Persis seperti yang Sudewi lakukan pada Pandya. Seketika dayang Arya Santani tersebut tergeletak tak sadarkan diri. Pada saat itulah Sudewi keluar dari tempat persembunyian.

Putri bungsu Bhre Wengker itu mengambil beberapa ornamen rambut dan busana milik wanita tersebut. Sekarang ia sudah bertransformasi sebagai salah satu dayang Arya Santani. Sudewi menoleh, dilihatnya Arya Maheswara yang memamerkan senyuman.

"Lakukan dengan hati-hati, Paduka Putri. Jangan khawatir, aku akan melindungimu," pesan Arya Maheswara sembari mengunci tangan dan kaki wanita itu dengan tali. Ia membawa dayang tersebut keluar dari bangunan utama kediaman si bedebah.

Sudewi segera melancarkan aksinya. Ia melihat ke arah beberapa teko yang terbuat dari tanah liat. Teko-teko tersebut beaneka macam isinya, mulai dari air putih, teh, susu, swagata, dan srebad. Sudewi menaburi isi semua teko dengan bubuk pemberian Arya Maheswara. Lalu ia mengaduknya hingga tercampur rata agar Arya Santani dan komplotannya tidak menaruh curiga.

Tak lama kemudian beberapa dayang memasuki pamahanasa. Sudewi menutupi kegugupannya sebisa mungkin. Beruntung diya yang menyinari ruangan tersebut tidak begitu terang, sehingga membantu penyamaran Putri Wengker itu. Sudewi menundukkan kepalanya dan berjalan mengikuti para dayang menuju ruangan perjamuan.

Mereka disambut oleh tawa menggelegar Arya Santani diiringi oleh bedebah lainnya. Mata Sudewi menajam. Kilatan kebencian memuncak sampai ke ubun-ubun. Ingin sekali gadis itu menikam si pengkhianat dengan keris yang menjadi penghias ruangan. Kediaman indah itu terlalu sempurna untuk sampah seperti Arya Santani.

"Minumlah! Sekarang saatnya berpesta. Wengker tidak akan pernah bisa membayar upeti. Enyahlah Kudamerta!" seru Arya Santani lantang. Ia tidak sadar bahwa malaikat pencabut nyawa telah hadir di antara mereka.

"Enyahlah tua bangka itu!" imbuh salah satu bedebah.

Hati Sudewi memanas. Ia mencoba untuk tetap tenang. Gadis itu memberi keyakinan pada dirinya sendiri bahwa waktu yang tepat akan segera tiba. Dirinya tidak boleh gegabah atau rencana yang telah ia dan teman-temannya susun menjadi angan belaka.

Para dayang menaruh teko-teko dan lusinan gelas yang terbuat dari perunggu di atas meja. Tanpa pikir panjang, Arya Santani dan komplotannya menegak minuman tersebut hingga tandas. Tidak ada kecurigaan yang timbul di wajah-wajah pecundang itu. Sudewi mengucap syukur kepada Sang Hyang Agung karena telah memberikannya keselamatan untuk kesekian kali.

APSARA MAJA : SANG PUTRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang