Nasib Sudewi berakhir di dalam perpustakaan kembali. Akan tetapi, dirinya tidak hanya berdua dengan Mpu Prapanca. Netra yang menajam ke arahnya membuat gadis itu terus setia menunduk. Ia hanya bisa merapalkan doa kepada Sang Hyang Agung agar memberinya keselamatan. Saat ini, Maharaja Majapahit tengah duduk di depannya. Ia dikerumuni oleh sida dan para dayang. Sudewi merasa seperti sedang disidang. Ekor matanya melirik ke arah pintu berharap seseorang bisa menyelamatkannya dari situasi mencekam ini.
"Kau tahu apa kesalahanmu, Putri Wengker?" Maharaja bersedekap, sehingga Sudewi dapat merasakan aura intimidasi merasuki tubuhnya.
Sudewi mengangguk pelan. Nampaknya lantai perpustakaan lebih menarik daripada pria di depannya. Gadis itu masih mengingat jelas peristiwa yang terjadi beberapa waktu lalu. Saat ia berbalik badan, tidak sengaja kitab kuno yang dipegangnya melayang dan mengenai dahi sang Prabu. Sida, para dayang, dan prajurit terkejut bukan kepalang. Mereka menatap takut ke arah Hayam Wuruk. Akibat ulah tak sengaja Sudewi, dahi pria itu memerah hingga menimbulkan garis luka. Bahkan sampai sekarang, bekasnya masih bisa terlihat jelas.
"Ra Banyak, apa hukuman yang pantas untuk seseorang yang berani melukai Maharaja Majapahit?" tanya Hayam Wuruk kepada sidanya.
Ra Banyak menelan ludah. Ia menatap iba Sudewi karena nasib sial gadis itu yang harus berurusan dengan penguasa Wilwatikta. "Dalam kitab Kutaramanawadharmasastra pasal 3, melukai orang yang tidak bersalah termasuk dalam kriteria Astadusta dan hukuman yang diberikan kepada terdakwa adalah tebusan pati," jelasnya. Ia tidak menyangka di hari pertama menjabat sebagai Maharaja Majapahit, Hayam Wuruk akan memberikan hukuman berat kepada gadis bangsawan asal Wengker itu.
Sudewi membulatkan matanya, lalu ia menegakkan kepala. Gadis itu menatap lurus menembus netra Maharaja. "Mohon ampun, Gusti Prabu, hamba tidak sengaja melakukannya. Mohon ampuni hamba. Hamba akan melakukan apa pun asalkan hamba mendapat belas kasihan Prabu Sri Rajasanagara." Sudewi berkata mantap. Ia akan melakukan apa pun yang Hayam Wuruk perintahkan demi menyelamatkan nyawanya yang amat berharga.
Hayam Wuruk menyipitkan matanya, lantas merapatkan bibirnya menjadi sebuah garis lurus. Pria itu terlihat menimbang-nimbang permohonan Sudewi. "Apa pun katamu?"
Sudewi mengangguk cepat, lantas ia menangkupkan kedua tangannya di dada. Ia memandang penuh harap pada penguasa Wilwatikta itu. "Benar, Gusti Prabu ... apa pun itu, hamba akan laksanakan," ulang Sudewi. Ia benar-benar ketakutan mendengar hukuman yang akan dilayangkan padanya. Menurut Sudewi hanyalah masalah sepele. Akan tetapi, akan menjadi besar jika ia berurusan dengan orang besar pula.
"Mpu Prapanca, kemarilah," titah Hayam Wuruk tegas. Dengan segera, sang rakawi menghadap Maharaja. "Apakah tugasmu sudah selesai?"
Mpu Prapanca membungkukkan badannya. "Mohon ampun, Sri Prabu. Hamba belum menyelesaikan tugas hamba," jawabnya sesuai keadaan. Tidak ada seorang pun yang berani berkata dusta kepada Maharaja Wilwatikta itu.
Hayam Wuruk tersenyum miring, kemudian ia beralih kepada Sudewi. "Pergilah, Mpu Prapanca. Biarkan gadis ini yang menyelesaikannya," perintahnya lugas.
Mpu Prapanca keheranan, bagaimana mungkin Sudewi menyelesaikan tugas seorang citralekha. Bahkan tugas yang belum ia selesaikan begitu banyak. Akan tetapi, dirinya tidak kuasa menolak perintah rajanya. Mpu Prapanca membungkuk pamit. Saat akan keluar, sorot matanya penuh dengan keibaan. Semoga Acintya selalu melindungi putri bungsu Kudamerta itu.
Setelah Mpu Prapanca hilang di telan malam, Hayam Wuruk segera melancarkan aksinya. Melihat raut wajah tegang Sudewi membuatnya tergelitik. Pipi gadis muda itu merona dan hidungnya yang kembang kempis. Namun, Hayam Wuruk tetap menampilkan wajah datarnya.
"Salin seluruh peristiwa bersejarah hari ini, seperti yang dilakukan seorang citralekha. Kau harus menuliskannya serapi mungkin. Kau memiliki waktu hingga fajar tiba," titah sang Maharaja Majapahit.
KAMU SEDANG MEMBACA
APSARA MAJA : SANG PUTRI
Historical Fiction-Historical Fiction- {Apsara Majapahit I} Apsara adalah makhluk kayangan (bidadari). Diambil dari bahasa Jawa Kuno, yaitu apsari yang terdapat dalam pupuh 27 bait 1 Kakawin Nagarakretagama. Namanya memang tak semegah Gayatri Rajapatni ataupun Tribhu...