Perjamuan pagi telah usai, saatnya Sudewi bersibaku dengan daluang dan pena. Ia dibimbing langsung oleh Mpu Prapanca. Gadis bersanggul itu menorehkan pena dengan penuh kehati-hatian agar ia tak perlu membuat salinan seperti yang dilakukan sang pujangga. Akan tetapi, Sudewi harus menuliskannya secara cepat karena acara berikutnya segera dimulai.
Perjamuan siang akan dilaksanakan sekaligus untuk menyambut tamu kehormatan dari kerajaan yang bersahabat dengan Majapahit. Lokasi perjamuan tetap berada di Kolam Segaran. Maka dari itu, sekarang banyak paricaraka, abdi dalem, dan penghuni istana lainnya sibuk merapikan tempat itu.
Kolam Segaran merupakan kunci irigasi tanah Wilwatikta. Air kolam ini nantinya akan keluar ke Balongdawa dan Balongbunder. Air Kolam Segaran menjadi jantung perairan bagi penduduk yang tinggal di Kotaraja Trowulan. Sudewi dapat melihat hamparan air yang terpampang di depannya. Seperti namanya, segara adalah lautan.
Sudewi menumpuk daluang yang telah selesai ia tulis. Ia merenggangkan tangan hingga tulang-tulangnya berbunyi. Jari-jari gadis itu terasa hampir mati rasa. Kemudian ia menatap Hayam Wuruk yang berdiri sembari memandangi kolam. Tidak hanya itu, sang Maharaja membuang beberapa koin emas ke dalam Kolam Segaran.
Sudewi menautkan alisnya. Lalu ia beranjak, menghampiri Hayam Wuruk. "Hamba izin bertanya, Gusti Prabu. Mengapa koin-koin itu Baginda buang begitu saja?" tanyanya penasaran.
Hayam Wuruk mengendikkan bahunya. "Siapa bilang aku membuangnya begitu saja," balasnya tanpa menengok ke arah Sudewi.
"Lantas untuk apa?" Sudewi tetap menuntut jawaban pasti.
Hayam Wuruk terus mengarahkan netranya ke arah tirta melimpah itu. "Nanti kau akan mengerti," sahut sang penguasa Wilwatikta singkat.
Sudewi melengos. Pertanyaan yang sederhana pun dipersulit oleh rajanya. Gadis bermata cokelat itu membenahi sanggulnya yang sedikit merosot. Penampilannya harus terjaga karena sebentar lagi ia akan mendampingi Hayam Wuruk bertemu dengan para pemimpin dunia. Bukan karena bersanding dengan pria itu yang membuat Sudewi senang, tetapi karena ia akan bertemu dengan sosok-sosok hebat dari penjuru mayapada. Sungguh, pengalaman yang mengagumkan.
"Tetap di sampingku. Jangan lupakan tugasmu sebagai citralekha," titah Hayam Wuruk kepada gadis di belakangnya.
Sudewi mengerucutkan bibir. Nampaknya pria itu memiliki masalah dengan kepercayaan. Seolah Sudewi akan melarikan diri dan menelantarkan tugas yang diberikan kepadanya. "Mengapa tidak Sri Prabu jadikan saja hamba sebagai sida? Supaya Ra Banyak tidak kesepian," sarkasnya. Ra Banyak yang berada tak jauh darinya mendengar ucapan Sudewi. Ia mati-matian menahan tawa agar tidak meledak di depan Maharaja Majapahit.
Perkataan Sudewi pun menarik perhatian sang penguasa Wilwatikta. Ia menatap gadis itu sinis. "Itu artinya kau bersedia untuk melakukan wadhri, Dewi?"
Sudewi mengatupkan mulutnya. Ia tidak menyangka sarkasmenya berujung percakapan yang canggung. Ia tidak bermaksud demikian. Namun, Hayam Wuruk menangkapnya berbeda. Pria itu kini tersenyum miring karena Sudewi tidak mampu menjawab pertanyaannya.
Sudewi mengepalkan tangan hingga buku-buku jarinya terlihat. Andai saja ia bisa berubah bentuk layaknya Adi Parashakti, maka ia akan mengambil peran sebagai Mahakali. Dengan sentuhan dewi, ia dapat menceburkan Hayam Wuruk dengan sekali petikan jari. Sayangnya, ia hanyalah seorang manusia tanpa kekuatan bak sakti Dewa Siwa itu.
Setelah percakapan itu, baik Sudewi ataupun Hayam Wuruk tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Keduanya memilih sibuk dengan pikiran masing-masing. Para paricaraka dan abdi dalem menata piring, gelas, dan perkakas perjamuan yang keseluruhannya terbuat dari emas di meja. Mereka melakukannya segesit mungkin supaya mempersingkat waktu. Tempat tersebut harus rapi sebelum para tamu kehormatan berdatangan.
![](https://img.wattpad.com/cover/353488848-288-k721913.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
APSARA MAJA : SANG PUTRI
Historical Fiction-Historical Fiction- {Apsara Majapahit I} Apsara adalah makhluk kayangan (bidadari). Diambil dari bahasa Jawa Kuno, yaitu apsari yang terdapat dalam pupuh 27 bait 1 Kakawin Nagarakretagama. Namanya memang tak semegah Gayatri Rajapatni ataupun Tribhu...