Setiap dua hari sekali, Sudewi dibantu oleh Rarasati dan Arya Maheswara menyelinap dari keraton ke kedai sewaan Li Zhu. Saat menjelang siang, Keraton Wengker yang sepi menjadi jalan terbaik bagi mereka untuk meninggalkannya. Akan tetapi, sebelum senja, Sudewi harus kembali ke keraton demi menghindari kecurigaan. Sejak Indudewi menikah, perhatian Kudamerta dan Dyah Wiyat sepenuhnya dialihkan kepada putri bungsu mereka.
Arya Maheswara memutuskan untuk membantu Sudewi sekaligus mengawasi Putri Wengker dari mata keranjang para pria hidung belang. Pria itu juga memperhatikan gerak gerik Li Zhu. Ia harus waspada jikalau orang asing tersebut berbuat yang tidak-tidak dengan putri Bhre Wengker.
"Kau adalah pemula yang cakap, Sudewi," puji Li Zhu kepada murid dadakannya. "Hànrén cukup sulit untuk penutur asing. Banyak pedagang dari Jambudwipa, Campa, dan Siam kesulitan dalam mempelajarinya."
Sudewi menyunggingkan bibirnya sembari menulis aksara Mandarin Kuno pada sebuah kertas yang dibawa langsung oleh Li Zhu dari Yuan Raya. Kemudian gadis itu memamerkan hasil karyanya. "Apakah tulisanku bisa dibaca, Li Zhu? Nampaknya aku harus sering berlatih lagi." Sudewi menimbang-nimbang karyanya sembari berpikir keras.
Li Zhu mengambil kertas tersebut, kemudian mencoret sedikit aksara yang sekiranya kurang tepat. "Hanya ini saja, Dewi. Kata ini bisa ambigu kalau kau menulisnya seperti ini," koreksinya sambil menunjuk bagian yang dimaksud.
Sudewi memagut-magutnya kepalanya. "Garis yang terlalu panjang saja bisa menjadi masalah," gerutunya dengan maksud bercanda.
Li Zhu terkekeh. Ia satu suara dengan gadis itu. Saat dirinya mempelajari bahasa Jawa Kawi pun terasa sangat berat. Minggu-minggu pertamanya di Trowulan bagaikan kepompong yang tak tahu arah. Untunglah saudaranya adalah pedagang ulung dan juga ahli tutur. Li Zhu teringat bahwa ia ingin memberikan Sudewi sebuah buku asal negerinya. Kemudian ia beranjak memasuki kedai. Tak lama, pria itu keluar dari kedainya dengan membawa setumpuk buku. Buku-buku tersebut penuh dengan debu. Memang, Li Zhu jarang membukanya.
Pria bermata sipit itu membersihkan debu yang menempel, lalu meletakkan buku tersebut berjejer di depan Sudewi. "Kau pasti bisa membacanya, sedikit demi sedikit," lontar Li Zhu sembari menunjuk barang tersebut. "Bahasanya cukup mudah dipahami. Jika kau sudah mahir, aku akan memberimu buku bacaan lain."
Sudewi dengan senang hati mengambilnya. Dibukanya satu buku tersebut, isinya berupa aksara Mandarin Kuno disertai lukisan-lukisan indah. Buku tersebut menceritakan tentang binatang-binatang, layaknya Tantri Kamandaka. Sudewi mengejanya seperti anak kecil yang sedang belajar membaca.
Li Zhu juga menyerahkan bu yao, tetapi kali ini kepada Rarasati. "Aku sering melihatmu dengan rambut disanggul, mungkin ini bisa memperindahnya," tutur pria dari daratan nun jauh itu pada dayang Putri Wengker.
Mulut Rarasati terbuka lebar. Ia memandang takjub sebuah tusuk konde berhias mutiara itu. Kemudian tangannya terulur menerima pemberian dari Li Zhu. "Terima kasih, Tuan," balasnya.
Sudewi turut bahagia melihat binar suka cita di mata sahabatnya. "Li Zhu, apa yang membuatmu datang kemari?" tanya Sudewi penasaran.
Pria itu mengendikkan bahunya. "Aku hanya mengikuti saudaraku saja. Ia adalah satu-satunya keluarga yang kupunya. Kami adalah pedagang yang sering berganti tempat. Kurasa di Trowulan sudah banyak pedagang dari Yuan Raya, sehingga kami harus mencari tempat baru. Berkat saran Sagara, kami akhirnya memutuskan untuk pindah ke Wengker. Kupikir ini adalah keputusan yang bagus. Persaingan dagang di sini tidak seketat di Kotaraja Majapahit," terang Li Zhu sembari membersihkan buku-buku yang ada dipangkuannya.
"Ceritakan padaku mengenai Yuan Raya," pinta Sudewi.
Li Zhu menghembuskan napas panjang sebelum memulai sebuah kisah. "Yuan Raya adalah dinasti besar di utara Nán Hai. Pelabuhan Quánzhou sama seperti Canggu, selalu sibuk didatangi oleh kapal-kapal dari berbagai kerajaan. Namun, wilayah tengah Yuan Raya tidak seramai di pinggir laut, karena wilayah tersebut berupa gurun dan pegunungan yang indah," papar pria berkulit putih itu dengan jelas.
![](https://img.wattpad.com/cover/353488848-288-k721913.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
APSARA MAJA : SANG PUTRI
Historical Fiction-Historical Fiction- {Apsara Majapahit I} Apsara adalah makhluk kayangan (bidadari). Diambil dari bahasa Jawa Kuno, yaitu apsari yang terdapat dalam pupuh 27 bait 1 Kakawin Nagarakretagama. Namanya memang tak semegah Gayatri Rajapatni ataupun Tribhu...