1273 Saka
Keraton Wengker tengah mempersiapkan diri untuk melakukan perjalanan ke Kotaraja Trowulan. Tahun ini, Majapahit akan menobatkan Maharaja baru. Tentu hal tersebut menjadi momentum bersejarah bagi kerajaan induk Majapahit dan kerajaan vasal lainnya, termasuk Kerajaan Wengker. Kudamerta memerintahkan kepada seluruh prajuritnya untuk berjaga di setiap gapura kota. Perayaan besar-besaran pasti diadakan di seluruh penjuru kota, hal tersebut bisa saja diwarnai dengan kekacauan dan penyeludupan. Maka dari itu, Kudamerta memperketat Wengker sebelum ia dan keluarganya bertolak ke ibu kota Wilwatikta.
Di sisi lain, para Putri Wengker tengah mengemasi barang-barang mereka. Tidak cukup satu atau dua hari saja mereka menetap di Kotaraja Trowulan. Keduanya juga diharuskan mempersiapkan busana yang megah karena mereka masih termasuk keluarga Kerajaan Majapahit. Dyah Wiyat berpesan kepada Indudewi dan Sudewi agar selalu menjaga sikap mereka ketika berada di Istana Trowulan serta berhadapan dengan petinggi Majapahit.
Sudewi merasa kesal kepada ayahnya. Hal tersebut dikarenakan Rarasati tidak diizinkan untuk ikut dengan mereka. Gadis muda itu bisa membayangkan bagaimana dirinya akan mati kebosanan tanpa Rarasati di sampingnya. Sang kakak —Indudewi—, pasti memiliki segudang kegiatan karena ia merupakan Wajah Wengker, seperti yang Kudamerta katakan. Ditambah lagi, Sagara langsung bertolak ke tempat ia bertugas di wwang jaladhi dua tahun yang lalu.
"Aku akan menjadi patung selama beberapa hari ke depan," keluh Sudewi sembari memasukkan beberapa helai kain pada sebuah kotak kayu.
"Tenang saja, Dewi. Anggaplah sebagai liburan," tenang Rarasati. Ia turut membantu tuannya yang tampak kelimpungan menata barang-barangnya.
Sudewi memutar bola matanya jengah. "Tidak ada yang bisa dinamakan liburan jika dijalani dengan terpaksa."
"Maka lakukanlah dengan penuh keikhlasan," balas Rarasati sambil menahan tawa. Ia tak kuasa melihat wajah kesal Sudewi. Nampak menggemaskan, pikirnya.
Sudewi mengulas senyum palsu. "Baiklah, Teman. Terima kasih atas masukan yang sangat berguna untukku."
Seketika Rarasati mengingat sesuatu. Lalu ia menyenggol pinggang Sudewi. "Bukankah itu artinya kau akan bertemu dengan Paduka Yuwaraja? Wah, sepertinya sangat menyenangkan, Dewi," ucapnya tanpa dosa.
Sudewi melemparkan satu helai kain ke wajah sahabatnya. Perkataan Rarasati membuatnya berpikir mengenai Hayam Wuruk. Sudah dua tahun ia tak bersua dengan sang Putra Mahkota Majapahit. Terakhir Sudewi mendapat kabar bahwa Hayam Wuruk ditugaskan untuk memerintah Nagari Kahuripan.
"Benar, aku tak sabar berdebat dengannya lagi," tambah Sudewi seolah memberi bumbu pada percakapan mereka.
Rarasati tertawa terbahak-bahak. Lalu ia memegangi perutnya yang terasa nyeri karena candaan Sudewi. "Sebaiknya kau melempar sarang tawon ndas padanya, supaya laki-laki itu tahu rasanya tersakiti." Pelayan Sudewi itu nampaknya sudah gila karena terlalu lama berada di sisi tuannya.
Sudewi menautkan alis. Kemudian ia duduk di tepi ranjang. "Kau lagi-lagi mengatakan hal yang bagus, Rarasati. Itulah cara cepat untuk bunuh diri."
"Seorang gadis dari Wengker menjadi penyebab kematian Maharaja di hari penobatannya. Citralekha akan menuliskan diriku sebagai penjahat paling keji sepanjang masa," tukas Sudewi. Ia menengadah sembari mengarahkan kedua tangannya ke atas. "Bagaimana, Rarasati? Aku hebat, bukan?"
Pipi Rarasati memerah padam. Ia tertawa sampai tak kuasa menahan lututnya. Alhasil ia berjongkok. Sudewi dapat melihat punggung sahabatnya bergetar. Sebenarnya, menurut Sudewi, bukan sarkasmenya yang membuatnya tergelitik, tetapi tawa Rarasati-lah yang mengundangnya untuk ikut tertawa bersamanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/353488848-288-k721913.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
APSARA MAJA : SANG PUTRI
Historical Fiction-Historical Fiction- {Apsara Majapahit I} Apsara adalah makhluk kayangan (bidadari). Diambil dari bahasa Jawa Kuno, yaitu apsari yang terdapat dalam pupuh 27 bait 1 Kakawin Nagarakretagama. Namanya memang tak semegah Gayatri Rajapatni ataupun Tribhu...