Peringatan 18+
Sinar sang candra memberi salam kepada rombongan keluarga kerajaan yang tengah menuju ke Wilwatiktapura Majapahit, meski langit tidak benar-benar secerah biasanya. Maklum saja, memasuki mangsa ketigo, langit menumpahkan airnya sebagai penghabisan musim penghujan. Sorak sorai dan keriuhan tetap terdengar, walaupun sang Maharaja telah melewati rajamarga yang dikerubungi oleh lautan manusia. Ya, semenjak memasuki gerbang kotaraja, rakyat dengan hati yang gembira memekikkan nama Maharaja Sri Rajasanagara. Mereka seakan ikut mengantar kepulangan penguasa Majapahit itu dari Kerajaan Wengker, sekaligus mengiringi calon parameswari-nya yang ayu.
Lihatlah, di atas kereta kencana, putri dari Wijayarajasa Bhre Wengker itu mengatupkan tangannya di dada. Salam Putri Wengker diterima dengan seruan memuja yang bersahut-sahutan. Putri Sudewi sangatlah elok, bahkan rembulan pun sempat iri karenanya hingga terkadang membiarkan kabut menutupi keindahan. Begitulah beribu pasang mata menatap sang Dewi dengan penuh dambaan. Ah, pantas saja raja mereka jatuh hati, bidadari mana yang mampu membuat seorang pria bisa berpaling. Bahkan sosok seperti Resi Wiswamitra pun tak kuasa menolak pesona Dewi Menaka, sehingga akibat dari godaan tersebut dapat menyelamatkan Indraloka.
Kereta kencana yang dinaiki keluarga kerajaan berhenti di depan Siti Hinggil. Para dewan kerajaan, Puruhita, abdi dalem, dan paricaraka menyambut mereka dengan senyuman. Lantas, membungkukkan badan ketika Maharaja Majapahit menuruni keretanya. Kemudian, penguasa Wilwatikta itu berjalan menyusuri prajurit Bhayangkara yang membentuk barisan lurus.
Namun, ketika Sudewi hendak menuruni keretanya, seorang abdi dalem menghentikan langkahnya. Kemudian kusir melajukan kereta hingga memasuki tempat yang Sudewi tak pernah tahu semenjak berkunjung ke Istana Trowulan. Bangunan yang kokoh dengan pohon-pohon rindang, taman bunga, dan kolam ikan menambah indah tempat tersebut.
Kereta kencana pun berhenti, Sudewi dipersilakan untuk memasuki bangunan itu. Beruntung sinjang yang dirinya pakai tak menghalangi kakinya untuk melangkah. Meski begitu, paricaraka dengan sigap membantunya. Sang Dewi sempat menoleh ke belakang. Ia tak menangkap hadirnya Rarasati. Lantas, hembusan napas berat keluar dari hidungnya. Dua minggu menjadi waktu yang lama apabila ia termakan oleh rasa bosan.
Menyadari bahwa dirinya kembali masuk pingitan kedua, Sudewi tersenyum getir. Dilihatnya bangunan megah nan indah itu akan menjadi sangkar emas. Mungkin berlaku selamanya, hingga ia menghembuskan napas terakhir. Semoga saja, tempat itu menjelma sebagai rumah untuk sang Putri. Sudewi melihat sekilas para petinggi Majapahit yang menyambut hangat raja mereka, tetapi tidak untuk calon parameswari. Sudewi seperti tahanan yang baru saja dipindahalihkan. Ia hanya bisa bergerak apabila diperintahkan. Saat ini, ia dibersamai oleh orang-orang asing. Pun, situasi kali ini juga terasa asing baginya.
Seorang paricaraka yang nampak lebih tua dibandingkan paricaraka lain membungkukkan badan untuk menyambut calon permaisuri barunya. "Salam, Gusti Putri. Selamat datang di Kaputren," sapanya.
Sudewi menganggukkan kepala, kemudian menyentuh pundak paricaraka tersebut. "Bangunlah," pintanya. Ia tak terbiasa dengan tata krama kaku yang diterapkan di istana ini. Pun, ketika di Wengker, tidak seketat itu.
"Paduka Putri dapat memanggil saya Keswari," ucapnya kemudian.
Sudewi menyunggingkan senyumannya, bila dilihat-lihat wanita bernama Keswari berusia tak jauh dari biyungnya. "Baiklah, Mbok Keswari," sahut sang Dewi.
Keswari menuntun Sudewi agar memasuki ruangan utama Kaputren. Di sana, sudah tersedia bertumpuk-tumpuk daluang. Putri Wengker mengernyitkan dahinya. Jadi, ia benar-benar akan diajar layaknya murid seorang resi? Ah, kalau begitu ia berguru saja daripada menjadi parameswari. Sudewi tak bisa menyembunyikan kekehannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/353488848-288-k721913.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
APSARA MAJA : SANG PUTRI
Historical Fiction-Historical Fiction- {Apsara Majapahit I} Apsara adalah makhluk kayangan (bidadari). Diambil dari bahasa Jawa Kuno, yaitu apsari yang terdapat dalam pupuh 27 bait 1 Kakawin Nagarakretagama. Namanya memang tak semegah Gayatri Rajapatni ataupun Tribhu...