Terhitung sudah dua hari Bhre Wengker bertolak ke Daha untuk membantu istrinya —Rajadewi Maharajasa— untuk menyelesaikan sengketa tanah. Maka dari itu, keluarga Istana Wengker yang berdiam di tempat hanyalah Sudewi saja. Namun, hal tersebut tak membuatnya merasakan kesepian. Hadirnya Sagara memberi warna dalam hidup putri itu.
"Mungkin lima hari saja aku meninggalkan keraton ini. Aku berjanji, tidak akan melebihi waktu tersebut," cetus Sudewi kepada Rarasati dan Arya Maheswara.
Arya Maheswara memegangi kepalanya. Ia merasa bimbang antara mengizinkan Sudewi meninggalkan Keraton Wengker untuk pergi bersama Sagara ataukah menolaknya. Arya Maheswara mendapat mandat langsung dari Kudamerta yang bergelar Bhre Wengker untuk menjaga dan mengawasi putri bungsunya. "Jika Bhre Wengker mengetahui bahwa kau tak mematuhi peraturannya, maka hukumanlah yang menantimu, Dewi," peringat Arya Maheswara yang memberatkan kaki Sudewi untuk keluar dari istananya.
Rarasati menghela napas panjang. Ia tahu bahwa Sagara pasti akan menjaga tuannya tanpa disuruh. Pemuda itu tak mungkin mencelakai Sudewi. Benar, begitu besar kepercayaan yang Rarasati berikan kepada anggota wwang jaladhi tersebut. "Tidak lebih dari itu, Sudewi. Aku khawatir Paduka Bhre Wengker tiba-tiba kembali tanpa pemberitahuan," saran Rarasati. Gadis itu pun tak lepas dari rasa cemas yang menghantui.
Arya Maheswara berdiri, kemudian berjalan menghampiri Sudewi yang berada tak jauh darinya. "Sebenarnya, untuk alasan apa kau sampai melanggar aturan romomu?" tuntutnya meminta penjelasan lebih.
Sudewi menyelipkan anak rambut yang menutupi pandangannya. Rupa ayu gadis itu semakin bertambah kala sekartaji menghiasi telinganya. "Aku ingin menemui seseorang yang telah lama kurindukan, Maheswara," terang Sudewi membalas tatapan pemuda tersebut dengan berbinar.
Arya Maheswara mengerutkan keningnya. "Siapa?" Singkat, tetapi sarat akan tuntutan kepada lawan bicaranya.
"Ibuku." Tak kalah singkat, Sudewi pun membalasnya.
Rarasati ikut menautkan alisnya ke atas. "Pantai Selatan?" tanyanya kemudian.
Pertanyaan Rarasati dijawab oleh anggukan kecil Sudewi. Gadis itu mengarahkan tangannya pada telapak tangan dayang tersebut. "Tenanglah, perjalanan kali ini aku akan selalu bersama Sagara. Pria itu bisa dipercaya, bukan?"
Rarasati mengeratkan pegangan tangannya pada sang Putri. Lantas, ia mengangguk setuju. "Bahkan Sagara pun rela menantang sang surya untukmu," sahut gadis yang bersanggul itu. "Berhati-hatilah, Dewi. Doa kami selalu menyertaimu."
Sudewi dan Sagara menyiapkan perbekalan yang diperlukan selama perjalanan panjang menuju selatan Jawadwipa. Bukan hal asing untuk keduanya berkuda jarak jauh. Namun, sebagai seorang putri, Sudewi hanya bisa duduk manis di kursi kereta kencana. Maka dari itu, senyum sumringah gadis itu pamerkan sebagai bukti bahwa ia bisa pergi meninggalkan Wengker untuk kebahagiannya sendiri. Setelah perbekalan terkumpul, Sagara membantu Sudewi menaiki kudanya. Pria itu memastikan bahwa Sudewi sudah dalam posisi siap sempurna. Kemudian pemuda tersebut menaiki kudanya sendiri.
"Kita harus selalu beriringan, Dewi. Beritahu aku apa pun yang terjadi," pesan Sagara sembari memacu kudanya perlahan, begitu pula dengan Sudewi.
Sementara itu, Rarasati dan Arya Maheswara menatap nanar kedua sahabatnya yang perlahan meninggalkam gapura Keraton Wengker. Beruntung para prajurit istana tersebut telah ditangani oleh Arya Maheswara, sang tangan kanan Bhre Wengker. Untuk kedua kalinya, Arya Maheswara tidak mematuhi perintah tuannya hanya karena Sudewi.
Tawa canda saling berbalas antara dua insan yang tengah dimabuk rindu itu. Baik Sudewi maupun Sagara tak bisa melepaskan pandangan satu sama lain. Saat mereka melewati pegunungan yang indah, Sudewi tak bisa mengatupkan mulutnya. Ia sangatlah terpana dengan keindahan semesta. Mereka melalui beberapa pedesaan kecil yang bersembunyi di antara hutan belantara dan pegunungan. Saat mereka berada di rajamarga, mereka sempat berpapasan dengan pedagang dan penduduk lokal. Sebagai bentuk kesopanan, Sudewi dan Sagara menganggukan kepalanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/353488848-288-k721913.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
APSARA MAJA : SANG PUTRI
Historical Fiction-Historical Fiction- {Apsara Majapahit I} Apsara adalah makhluk kayangan (bidadari). Diambil dari bahasa Jawa Kuno, yaitu apsari yang terdapat dalam pupuh 27 bait 1 Kakawin Nagarakretagama. Namanya memang tak semegah Gayatri Rajapatni ataupun Tribhu...