Bab 10. Mati Penasaran

872 158 144
                                    

Makin turun nih vote dan komennya..

Mudah-mudah bisa kuposting sampai selesai ya cerita ini di WP. krn jujur aku sedih komennya sedikit. Padahal semua komen aku balesin loh... biar ada interaksi antara yg nulis sama yg baca.

Eh, yg baca banyakan diem2 aja


---------------------------------------------


"Nanti aku antar ke kampus kalau emang kamu enggak keberatan."

Kalimat itu Hira ucapkan ketika mereka tak sengaja berdiri, berdampingan. Sekalipun masih ada Agwa di dekat mereka, Hira seolah tidak peduli. Jika dia masih tetap ingin maju, maka langkahnya tidak boleh stuck di tempat.

Apalagi untuk mendekati anak manja seperti Humairah ini memang butuh ekstra effort agar gadis itu bisa terpukau kepadanya. Karena kondisi Humairah setiap harinya selalu ada ajudan serta supir yang siap membantu kapanpun dan dimana pun. Sehingga Hira tidak boleh kalah cepat dari kedua orang yang selalu standby di samping Humairah.

"Akh, maksudnya?" ucap Humairah kebingungan. Namun setelah itu, saat otak kecilnya dapat mencerna dengan baik kalimat yang diucapkan Hira, kepala Humairah langsung mengangguk, seakan menyetujui kalimat tersebut.

Walaupun dalam hati gadis itu penuh tanda tanya besar, namun yang membuat Humairah kesal, ia terasa sangat kesulitan mengutarakan rasa penasarannya itu kepada Hira.

Terlihat menundukkan kepala, sambil menendang-nendang rumput di lapangan ini, Humairah berusaha sekuat hati menahan rasa penasarannya mengenai kondisi Hira yang terlihat seperti sudah mengetahui semua schedulenya. Entah siapa yang membocorkan semua ini kepada Hira, padahal Humairah yakin sekali tidak ada satu orang pun yang hafal mengenai schedule kuliahnya saat ini. Bahkan ayahnya saja, si Jenderal gila itu, lupa kalau Humairah kini sudah menjadi seorang mahasiswi cantik yang jadwal kampusnya tidak full setiap hari. Namun bagaimana bisa Hira, makhluk luar keluarganya, tahu begitu detail mengenai jadwal Humairah untuk pergi ke kampus.

Masih lanjut diam, tak bersuara, Agwa yang berdiri di dekat mereka mencoba mengambil alih keadaan. Diawali dengan dehaman singkat lalu tepukan di bahu Hira, Agwa seakan-akan memberikan tugas baru kepada Hira untuk membantu menjaga dan melindungi adik kesayangannya itu.

"Hati-hati ya, Bro. Jangan sampai lecet kalau lo yang anter jemput. Kalau lo macem-macem gue siap kirim misil ke lo."

"Misil?" Ulang Hira tak paham apa arti yang dikatakan oleh Agwa padanya.

"Ah lo enggak tahu? Nih gue contohin. Ini loh artinya, misil ... misil."

Memberi contoh di depan Hira, berjalan sambil menundukkan kepala, Humairah menyangka misil dan misi itu sama artinya. Padahal arti misil yang sesungguhnya adalah peluru kendali otomatis yang dikeluarkan dari pesawat tempur.

"Itu misi!!!" Rangkul Agwa pada tubuh Humairah.

Gadis itu tertawa terbahak-bahak karena salah memahami arti kata dari bahasa-bahasa aneh para tentara gasrek ini. Sekalipun dia lahir dan tumbuh besar dalam keluarga dan lingkungan tentara, tetap saja Humairah tidak bakat dalam menghafal bahasa-bahasa aneh itu.

"Owh udah ganti toh. Kayaknya bulan lalu masih lama."

"Sama, Ara! Udahlah enggak usah ngomong dulu. Bikin malu mas aja!"

"Malu? Ngapain malu? Kan yang enggak pakai baju dia, bukan mas Agwa!"

Dengan kesal mendorong tubuh Humairah menjauh darinya, gadis itu semakin terbahak-bahak sambil berjoget santai menggoda kakak laki-lakinya itu.

Perjodohan anak JENDERALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang