Bab 33. Curhat kakak adik

624 138 165
                                    

Ciye, malem-malem update. Ada yang masih baca? Komen, kalian baca jam berapa.


----------------------------------------------------------------


Menunggu pesawat di lounge dari maskapai penerbangan yang akan membawa mereka berdua ke Singapore, Omar tidak memerdulikan kelakuan adiknya ini yang sejak tadi sibuk cekrak cekrek cantik, katanya, sambil memamerkan senyum ceria. Berusaha menduga hal positif ini, Omar yakin Humairah tidak keberatan dengan perjodohan yang akan dia jalani. Karena terbukti tidak sedikitpun ekspresi stres terpancar dari wajah Humairah. Bahkan dia bisa menjalani perjodohan ini tanpa beban sedikitpun.

Atas keadaan yang terjadi inilah, baik Omar ataupun Agwa tidak memberikan protes apapun kepada Lakeswara atas perjodohan yang Humairah jalani. Asalkan Humairah bahagia, Omar ataupun Agwa pasti akan setuju siapapun laki-laki yang akan menjadi suami Humairah.

Kembali teringat masa kecil yang mereka jalani dulu, Omar merasa lucu pernah sebenci dan sekesal itu kepada Humairah, bayi merah yang seharusnya dia sayangi karena Humairah tidak pernah mendapatkan kasih sayang ibu mereka.

Namun terbatas dengan isi pemikiran anak-anak dimasa lampau, Omar yang pada saat itu berusia hampir 10 tahun jelas kesal dan marah kepada Humairah. Dia sempat berpikir mengapa Humairah harus dilahirkan ke dunia ini, sampai menyebabkan ibunya meninggal. Bahkan Omar pun pernah berandai-andai, jika saja dia bisa memilih, maka Omar tidak ingin Humairah lahir ke dunia ini.

Terdengar kejam memang, tapi inilah isi pikiran Omar pada waktu itu, disaat ia benar-benar terpukul melihat ibu yang begitu dia sayangi, ibu yang selalu menemaninya, memberikan pelukan hangat kepadanya, harus pergi setelah melahirkan bayi perempuan ini.

Mau sekuat apapun Omar marah dan menentang semua ini, tetap saja takdir kematian dan kelahiran tidak pernah diubah.

Namun untungnya ketika Omar tumbuh semakin besar, dan diberikan pengertian oleh orang-orang di sekitarnya, barulah perlahan-lahan Omar bisa menyayangi adik perempuannya itu.

Dan kini, melihat Humairah akan menikah, tak terasa waktu cepat sekali berlalu.

Emosi yang dulu terlalu besar dihati Omar, lambat laun berubah menjadi rasa cinta kepada Humairah. Ia bahkan rela menukarkan nyawanya demi melindungi Humairah. Karena itulah, ketika Lakeswara menawarkan Omar menjadi TNI, dia tidak pernah menolak satu kalipun atas kesempatan emas ini. Dia ingin menjadi kuat, dan bisa melindungi Humairah. Seperti dulu janji Omar kepada ibunya. Dia akan melindungi perempuan itu. Namun karena ibunya telah tiada, Omar menggantinya dengan menjaga Humairah. Adik kecil yang ditinggalkan sang ibu untuk selama-lamanya.

"Ngapain sih?" tegur Omar pada akhirnya karena Humairah terus saja mengabadikan dirinya dengan foto-foto melalui ponsel yang perempuan itu miliki.

"Hehehe, foto-foto lah. Emang lihatnya Ara lagi ngapain?"

"Kenapa foto-foto? Lagi bahagia, ya?"

"Ye, emang orang foto-foto kalau bahagia doang? Enggak begitu dong. Kita tuh wajib mengabadikan semua moment yang terjadi. Sekecil apapun momentnya, wajib diabadikan. Karena suatu saat nanti, kita pasti akan lupa pernah ada moment-moment tertentu."

"Hm. Iya deh."

Melirik Omar yang langsung mengunci mulutnya dengan rapat, Humairah malah sengaja mendekati laki-laki itu kemudian memberikan ponselnya kepada Omar.

"Fotoin sih. Biar kelihatan lebih bagus."

"Dasar!"

Mengambil gambar Humairah dari beberapa angle, Omar mengembalikan ponsel itu kepada pemiliknya, agar Humairah bisa melihat sendiri hasil foto yang Omar abadikan.

Perjodohan anak JENDERALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang