Bab 41. LDR Dulu deh

785 127 23
                                    

Wah, parah. Kok yang komen cuma sedikit?

Huhuhu, syedih banget. Lama-lama enggak lanjut nih di wp...

Padahal di Karyakarsa udah hampir bab 70


----------------------------------------------------------------------


Ke salon, dan makan adalah tujuan utama mereka berlama-lama di mall besar ini. Dipaksa untuk mempercantik diri sebelum menjadi istri orang adalah kata-kata yang terus digaungkan oleh semua sahabat Humairah. Padahal pernikahannya pun belum tentu berjalan sempurna. Tidak ada cinta, ralat sedikit, mungkin belum ada cinta di antara mereka berdua, membuat pernikahan ini hanya sebatas status saja. Apalagi setelah pernikahan seperti yang sudah dikatakan Hira kepadanya mereka akan sibuk dengan kehidupan masing-masing. Bahkan Hira sudah mengirimkan schedule pertandingannya ke WA Humairah, seolah menunjukkan betapa sibuknya dia setelah pertandingan persahabatan ini. Karena itulah Humairah tidak ingin berharap lebih, bisa bertahan melewati tahun pertama saja rasanya sudah sangat bersyukur apalagi bisa muncul perasaan cinta di antara mereka. Mungkin Humairah akan menjadi perempuan paling beruntung karena diratukan oleh ayahnya, kedua kakaknya dan juga oleh Hira, suaminya kelak.

"Eh, baju bridesmaid gimana nih? Tentuin warna aja?"

"Iyalah, langsung beli aja. Ini tinggal menghitung hari doang Ara nikahnya, enggak mungkin kita jahit."

"Betul. Tapi emang mau dipestain di mana, Ra? Di Jakarta, kan?"

Melirik teman-temannya, Humairah menggeleng. "Enggak kayaknya. Pestanya di Brunnei kayaknya. Ijab sekaligus pesta syukuran di sana. Jadi mungkin para kenalan bokap gue, diundangnya ke sana. Dan kemungkinan besar bokap bakalan sediain 1 pesawat buat bawa para tamu. Cuma enggak tahu juga deh. Masalahnya gue juga bingung, bokap bilangnya enggak mau pesta besar gitu, dan gue sama Hira pun setuju. Tapi masalahnya relasi bokap gue kan banyak banget. Jadi apa myngkin semuanya dibawa ke Brunnei? Gue enggak yakin juga sih. Tapi udah dipastikan sih, ijabnya di Brunnei."

Berjalan saling beriringan, mereka menarik Humairah memasuki sebuah toko pakaian ternama di dalam mall mewah ini. Gadis itu hanya bisa pasrah ketika teman-temannya sengaja menariknya ke brand mewah ini untuk satu tujuan yang Humairah begitu pahami.

"Sialan ya kalian semua, cari kesempatan dalam kesempitan. Dari sekian brand pakaian di mall ini, kenapa yang ini banget?"

"Terus yang mana?"

"Tahu, pelit banget lo. Kapan lagi kan kita porotin si bapak Jenderal."

"Tahu! Kayak lo aja yang bayarin. Pasti bokap lo yang bayarin. Udah santai aja. Dia beliin kita baju bridemaid dengan brand ini enggak sampai jual ginjal dia."

"Brengsek ya kalian."

Disambut dengan sangat ramah, dilayani selayaknya ratu, semua teman Humairah langsung mencari-cari gaun terbaik yang bisa mereka pergunakan diacara pernikahan Humairah nanti. Sekalipun mereka belum menentukan warna dresscode yang akan mereka pakai, namun tetap saja mereka semangat mencari pakaian yang terbaik untuk mereka.

"Ra, lo pakai kebaya kan nanti?"

"Hm."

"Putih?"

"Enggak kayaknya. Soalnya pas akad kan gue enggak hadir di sana."

"Owh, gitu. Terus?"

"Kemarin bokap gue udah hubungi salah satu WO yang bakalan dipakai buat acara. Dan mereka langsung garcep cariin gue kebaya di Brunnei sana."

"Loh, jadi kebayanya dibuat di Brunnei?"

"Hm. Nih gue dikirimin fotonya. Jadi mungkin gue baru bisa cobain pas udah di sana. Sehari sebelum acara."

"Gilaaaakkkk!!!"

"Mana-mana coba lihat kayak apa? Biar kita samain warnanya."

Menunjukkan foto kebaya yang dikirimkan oleh WO pilihan sang Jenderal, Humairah dan kawan-kawan sepakat dengan satu model kebaya yang mereka semua sukai.

"Lo pilih yang ini kan, Ra? Ini sih bagus banget."

"Iya. Warna ash blue gitu."

"Hm, cakep kan. Terus model belakangnya juga bagus."

"Bener. Wah, WO nya bukan kaleng-kaleng ini mah!" Seru Sara yang langsung diberikan cubitan gemas oleh Yesha.

"Masa iya pak Jenderal pakai WO abal-abal? Kan enggak mungkin!"

"Bener juga sih. Yaudah yuk kita cari gaun warna itu."

"Setujuuuuu."

Mereka mulai bergerak, mencari model yang sesuai dengan proporsi tubuh mereka masing-masing. Sampai akhirnya Glara yang histeris, pertama kali ditunjukkan oleh pelayan toko ini sebuah gaun ash blue dengan cutting yang sangat seksi dan juga cantik.

"Bagus enggak?"

"Ih, bagus banget."

"Mbak-mbak ada lagi enggak? Yang bentuk-bentuk kayak gini, dan warna ash blue juga."

"Untuk bentuk yang sama enggak ada mbak, paling modelnya berbeda."

Sengaja menunjukkan banyak bentuk gaun ash blue dengan ukuran bervariasi, satu persatu dari mereka mulai memilih yang sesuai dengan diri mereka masing-masing.

"Selesaiiii...."

***

Kedua kaki terasa kram, serta tubuh yang begitu lelah karena seharian ini tidak melakukan istirahat sedikitpun, setelah kembali ke rumah, bahkan tanpa mandi, Humairah langsung merangkak ke atas ranjang nyaman miliknya. Seketika terpenjam merasakan kenyamanan ini, suara dering ponsel di dalam tas kecilnya membuat Humairah geram. Tidak ada niatan mengangkatnya sedikitpun, Humairah membiarkan ponsel itu berdering beberapa kali, sampai akhirnya hening kembali, hingga menerbangkan Humairah ke dalam alam mimpi.

Akan tetapi yang tidak dia duga, tiba-tiba sana pintu kamarnya diketuk oleh seseorang. Mimpi indah yang semula Humairah sedang jalani, seketika lenyap. Sebelum membuka kedua matanya, sebelah alis Humairah terangkat tinggi. Demi apapun dia akan mengutuk orang yang mengganggunya beristirahat. Berusaha menahan semburan kemarahan, perlahan Humairah mendengar suara pak Dede memanggil namanya.

"PAK DEDE KURANG AJAR! ENGGAK LIHAT GUE LAGI TIDUR!!!" Mengamuk kencang sambil melemparkan beberapa bantal kesayangannya, Humairah mendengar pak Dede bergumam pada seseorang dalam ponselnya itu.

"Mas dengarkan? Non Ara sudah tidur. Besok lagi aja ya mas hubunginya."

Membelalak kaget, ternyata Hira menghubungi pak Dede untuk menanyakan kabarnya. Memangnya tidak bisa laki-laki itu menghubunginya langsung? Mengapa harus melalui pak Dede.

Akan tetapi ketika ia teringat mengenai panggilan diponselnya yang beberapa kali ia abaikan, Humairah yakin bila itu berasal dari Hira.

"Aish ...."

Merangkak mengambil tasnya yang tergeletak tak berdaya di atas lantai, Humairah langsung menemukan ponsel yang ia cari di dalam tas tersebut.

Ada beberapa notifikasi panggilan dari HIRA SAYANG, dan juga sebuah pesan singkat dari laki-laki itu.

HIRA SAYANG

Mimpi indah

Perjodohan anak JENDERALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang