Bab 47. Siap Berperang

512 96 16
                                    

Guys, aku buat percakapan-percakapan singkat kayak gini di Instagramku untuk cerita Hira dan Humairah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Guys, aku buat percakapan-percakapan singkat kayak gini di Instagramku untuk cerita Hira dan Humairah. Kalau kalian suka, buru like ya. Aku bakalan posting yang lainnya.

Nama instagramku, SHISAKATYA


--------------------------------------------------------------


Seperti sedang menabuh genderang perang, pesan singkat itu direspon kaget oleh semua orang. Tidak hanya Humairah, melainkan keempat sahabatnya pun yang tadinya sedang bersantai setelah perjalanan mereka seharian, mendadak fokus pada layar ponsel Humairah. Dengan sangat perlahan dan hati-hati, mereka membaca pesan tersebut. Dan semuanya kompak menyimpulkan satu jawaban yang sama. Bila orang yang mengirimkan pesan tersebut memang tidak suka dengan Humairah atau benci dengan gadis itu.

Namun masalahnya, siapa?

Dari yang mereka semua ketahui, yang memiliki nomor Humairah amat sangat terbatas. Bahkan bisa dihitung dengan jari untuk nomor telepon miliknya. Bahkan yang satu kelas di kampus pun hanya beberapa orang saja yang memiliki nomor Humairah. Lalu yang menjadi pertanyaan, siapa orang nyasar ini yang tiba-tiba saja meneror Humairah?

"Wah, siapa ini? Cari ribut sih, fix!" ucap Glara merasa aneh.

"Iya. Cari ribut banget. Udah bertahun-tahun sahabatan, baru kali ini Ara dapat pesan yang isinya peneroran kayak gini."

"Eh, tapi seharusnya kalau Ara kasih tahu ke pak Jenderal, nomor ini bisa ditracking kan dari siapa pengirimnya? Secara ini nomor Indonesia, harusnya gampang banget buat cari tahunya!" ucap Sara memberikan solusi.

Namun yang tidak diduga-duga tiba-tiba saja Yesha memberikan komentar, sebagai jawaban atas rasa penasaran semua teman-temannya.

"Jangan bilang ini nomornya MIKA."

"Mika?"

"Mika siapa?"

"Maksud lo Mikaela yang anunya si Hira?"

"Anu?" respon Humairah merasa ambigu. Bukankah Hira sebelumnya sudah memberikan jawaban, bila dia dan Mikaela tidak memiliki hubungan apapun.

"Sek ... sek, coba gue cari tahu dulu ya, siapa Mikaela," ucap Glara kepada sahabat-sahabatnya. Memiliki jaringan pertemanan yang cukup luas, sebagai model, Glara cukup banyak mengenal dan dikenal oleh orang-orang. Sehingga mudah baginya untuk mengetahui siapa Mikaela yang sebenarnya.

"Sama. Gue coba tanya-tanya dulu ke semua temen selebgram yang gue kenal. Siapa tahu mereka kenal sama si Mikaela."

Kompak terdiam, Sara dan Yesha hanya bisa saling pandang. Tidak punya koneksi seperti Glara dan Moli, Sara dan Yesha memutuskan untuk menunggu kabar terupdate dari Glara dan Moli yang mulai sibuk dengan ponsel mereka masing-masing.

"Ra,"

"Hm ...."

"Si Hira tuh udah pernah cerita belum gimana hubungan dia sama cewek ini sebelumnya? Maksud gue kalau emang nomor ini punya tuh cewek. Kalau kayak gini tuh seolah-olah lo yang jahat. Padahal lo sendiri enggak tahu gimana hubungan Hira sama cewek itu sebelumnya. Dan kalau pun kalian akhirnya menikah, kan bukan salah lo juga. Cuma nih ... kalau tuh cewek putar balikkan fakta dengan keadaan yang terjadi, bisa banget loh. Nanti disangka lo yang jahat sama dia. Ngerebut Hira dari dia. Mendingan saran gue, sebelum ijab terjadi, lo mendingan ngomong sama Hira baik-baik deh. Selesaiin masalah ini. Setidaknya kalau udah benar-benar clear, lo enggak akan disalahkan lagi."

Memberikan saran yang paling bijak, Sara sangat takut bila Humairah yang dijadikan sasaran empuk balas dendam perempuan masa lalu Hira.

"Iya sih, Sar. Tapi sebelumnya gue udah ngomong kok ke Hira. Kata dia, Mikaela enggak ada hubungan apa-apa sama dia. Jadinya ya ... masa gue harus bilang bohong sama penjelasan dia itu."

"Iya, gue paham. Tapi lihat kan, jadinya begini. Lo diteror. Dan parahnya lo dapat hinaan kayak gitu."

Tersenyum lebar, kepala Humairah menggeleng. "Itu bukan hinaan, Sar. Itu fakta. Gue kan emang enggak pernah punya ibu. Jadinya gue rasa benar, kalau gue enggak pernah tahu yang namanya budi pekerti kayak apa. Makanya gue enggak bisa marah atau salahin yang WA gue kayak gitu."

Terlihat berkaca-kaca, Yesha langsung memeluk Humairah dengan erat. "Jangan ngomong gitu sih. Lo tuh baik banget, Ra. Serius."

Buru-buru mengusap air mata yang jatuh dipipinya, Humairah masih nampak berusaha tuk tersenyum. "Gue baik, tapi gue kalah. Karena semua yang dia bilang adalah benar. Gue enggak punya ibu, dan gue enggak pernah diajarin apapun sama ibu gue. Jadi yah ... gitulah. Ngerasa kalah aja. Pengen marah tapi gue enggak bisa. Makanya kemarin itu, waktu gue pergi sama keluarganya Hira, gue kayak ngerasa, ini toh rasanya punya keluarga lengkap. Hampir 20 tahun usia gue, baru kemarin itu gue ngerasain jalan-jalan sama keluarga. Biasanya boro-boro bisa. Kalian tahu sendiri sesibuk apa pak Jenderal. Belum lagi bang Omar sama mas Agwa, wah sibuknya udah ngalahin pak Presiden deh. Jadi seumur-umur gue enggak pernah ngerasain hal sederhana ini. Mungkin nanti setelah menikah, gue bakalan sering ajak nyokapnya Hira buat jalan-jalan, makan-makan dimall. Atau mungkin yang paling sederhana, temani dia belanja. Minimal gue tahu rasanya punya ibu kayak apa. Dan setidaknya nyokapnya Hira bisa ajarin gue gimana namanya budi pekerti dalam bersikap. Biar gue bisa balas komentar-komentar jahat kayak gini."

Sangat menyedihkan dan begitu menusuk di hati, Sara turut memeluk Humairah, memberikan dukungan sepenuhnya kepada perempuan itu untuk tidak bersedih lagi. Karena mereka semua yakin kalau Humairah bukan seperti yang dituduhkan dalam pesan teror itu.

"Ra ... gue tahu, ibu adalah dunianya anak. Tapi banyak anak yang hancur walau masih memiliki seorang ibu. Paham kan maksud gue di sini. Jadi stop ngerendahin diri lo. Karena lo jelas jauh lebih baik dari yang neror lo dengan pesan bodoh ini."

"Ya ...."

"Woi ... woi, ini gue dapat info terupdate nih," seru Glara yang buru-buru menunjukkan ponselnya kepada semua orang di dalam kamar ini. "Ternyata Mikaela itu mahasiswi seni rupa di kampus negeri di Jakarta. Selain itu juga, si Mikaela ini anaknya salah satu pemain bola terkenal pada masanya."

"AH? ANAK PEMAIN BOLA?"

"Buset, ternyata satu server sama si Hira."

"Siapa namanya, Ra?"

"Sek ... sek, gue baca dulu jawaban dari temen gue ini. Dan parahnya gue dikata-katain sama temen gue karena enggak tahu siapa Mikaela."

"Dih, penting banget tahu soal si Mika!" seru Yesha kesal.

Glara mengangkat pandangannya, dan menatap jengkel wajah Yesha. "Enggak boleh gitu, Yes. Kalau lo benci juga sama dia, sama aja dong lo sama yang kirim pesan itu. Sama-sama enggak waras."

"Wih, Glara bisa bijak juga, ya?"

"Bukannya bijak, si Glara kayaknya cari aman semua deh. Soalnya temen-temen modelnya kenal sama si Mika."

"Ih, bukan gitu. Gue cuma mau netral aja." Tanggapnya cepat, kemudian saat ketemu sebuah nama yang tadi dia cari-cari, Glara berucap pelan. "Dia ada Jeffry Pattinasarany. Pemain bola yang dulu terkenal banget. Kurang lebih 20 tahun lalu. Jadi kira-kira ini bokapnya Mikaela terkenal seusia Hira sekarang. Cuma yang gue dapat info terupdatenya agak enggak enak sih. Jadi pas Mikaela lahir, terus usia berapa bulan gitu, bokapnya pergi gitu aja. Ninggalin ibunya sama keluarganya. Enggak tahu perginya ke mana. Ada yang bilang pindah kewarganegaraan, setelah neneknya Mikaela dari bokapnya nikah sama orang luar negeri. Cuma ada yang bilang juga, si Jeffry ini sebenarnya udah punya anak istri. Kalau dilihat dari gosip ini, berarti nyokapnya Mikaela itu istri kedua, atau mungkin nikah siri. Enggak paham deh gue. Pokoknya sampai sekarang Mikaela belum ketemu sama bokapnya lagi."

Saling melirik satu sama lain, tiba-tiba Sara yang biasanya paling bijak dalam mengucapkan kata-kata dari mulutnya, sengaja berkomentar yang paling dalam, seolah perempuan itu membalikkan pesan jahat yang sebelumnya diterima oleh Humairah.

"Enggak ada bedanya. Berarti dia enggak pernah dapat kasih sayang seorang ayah. Enggak pernah ngerasain jatuh cinta pertama kali sama ayah saat diantarkan ke sekolah. Wah, enggak waras kalau sampai pesan itu emang beneran dari dia. Berarti dia menghina dirinya sendiri."

Perjodohan anak JENDERALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang