Bab 11. Gosipnya anak orang kaya

854 155 72
                                    

Semangat yang masih komen. Aku suka bgt baca dan bales komen-komen kalian semua...

Alhamdulillah, walau votenya gak sampai 100 biji, yang penting aku udah usaha menghibur...

Yang mau baca duluan, silakan ke karyakarsa. krn disana udah sampai bab 34


-----------------------------------------------------------------


Gosipnya anak orang kaya. Begitulah kira-kira yang kelima perempuan muda ini lakukan di sebuah taman dalam sebuah kampus negeri terkenal di Jakarta. Tidak ada bedanya dengan mahasiswi-mahasiswi lain saat bergosip, mereka berlima, tetap melakukan hal yang sama, yakni mengerubung sambil memasang wajah penasaran dan suara yang dikecil-kecilkan seperti yang lainnya.

Hanya saja, kalangan orang yang digosipkan pasti bukan dari kalangan orang biasa.

"Araaaa ... buruan cerita."

"Iya, gue lagi enggak enak badan maksain tetap ke kampus demi lo doang."

"Sumoah ih, penasaran banget. Cepet cerita!" paksa Glara sambil mendorong-dorong tubuh Humairah dengan badannya, sampai gadis itu terjepit di tengah-tengah para sahabat gilanya ini.

"Iya, iya. Bentar ih, kasih gue napas dulu dong."

Kompak memberikan jarak, Humairah langsung menatap Sara, sahabatnya yang paling pintar, namun bisa-bisanya memiliki foto gosip segila itu.

"Sara! Lo dapat foto gue dari mana sih? Mana gue lagi jelek banget. Elah! Ngeselin."

"Gue?" tunjuk Sara bingung. "Eh, salah orang. Yang ngeshare ke grup pertama kali si Moli tuh. Gue kan anak baik-baik. Masih aja bisa lo nuduh kalau foto itu dari gue."

"Ah, Moli. Kalau Moli sih gue percaya. Dia kan tukang gosip!"

Dipukul kencang kepala Humairah, gadis itu langsung mengaduh kencang. "Sakit gila!"

"Lo kurang ajar ya gue lihat-lihat. Bisa-bisanya bilang gue tukang gosip. Lagian itu foto dikirimin sama salah satu temen gue, selebgram juga. Dia tanya itu lo apa bukan ke gue. Karena dia familiar mukanya sama lo. Yah, walau dia enggak kenal lo siapa, cuma kan lo udah pernah tampil di Instagram gue. Jadi cukup banyak yang ngenalin lo sebagai teman gue."

"Ah gitu."

"Jangan ah ... ah doang lo. Beneran lo pacaran sama tanah kuburan itu? Buset deh Ara, itu tua banget kali. Sumpah, hampir seumuran pak Jenderal kayaknya. Bisa-bisanya lo milih tuh cowok dibandingin Kano. Kano tuh udah ganteng banget, paket komplit. Eh, malahan milih yang tua."

"Ih, apaan sih! Gue sama Kano enggak dekat. Biasa aja."

"Iya, dia yang dekatin lo," timpal Yesha yang wajahnya sudah begitu merah, menahan demam tubuhnya.

"Anjir, si Yesha sakit masih sempet-sempetin datang."

"Gue enggak mau ketinggalan gosip ya, emang kalian aja yang mau tahu kabar dari si Ara, gue juga mau."

Kompak bersidekap, menunggu Ara menjelaskan, akhirnya gadis itu mulai berbagi keluh kesah kepada para sahabat gilanya ini. Walau sikap mereka semua tidak ada yang baik, tetapi Humairah yakin mereka semua mampu menjaga rahasia. Yah, kecuali dipaksa bercerita saja, pasti mereka tidak bisa menahannya.

"Gue dijodohin."

"Sama itu aki-aki?"

"Demi apa? Lo mau nikah sama tuh batu nisan?"

"Ara ... kok sedih dengernya."

"Pak Jenderal enggak salah makan, kan? Kok bisa tiba-tiba gitu?"

"Jujur gue juga enggak tahu. Gue baru tahu dari dia 3 hari lalu, kurang lebihnya. Terus dua hari lalu gue temuin calon suami gue itu, dan yah ... tadi gue juga ketemu sama dia. Bahkan ke kampus gue diantar sama dia, bukan sama pak Ardi, atau pak Dede."

"Demi apa? Terus-terus. Kok lo bisa tenang gini?"

"Kok lo dijodohin sih, Ra? Lo kan cantik. Kenapa pak Jenderal enggak percaya banget sih sama lo, kalau lo bisa bawain calon mantu terbaik untuk dia."

"Entah. Gue juga bingung. Cuma feeling gue, tuh jenderal gila punya maksud atau tujuan lain. Jadi yah, kita ikutin aja mau dia kayak apa."

Hening. Tidak ada yang berani memberikan tanggapan nyeleneh disaat duka seperti ini, keempat sahabat Humairah langsung saling merangkul, di mana Humairah berada di tengah-tengah rangkulan mereka.

"Yang kuat ya, Ra."

"Mudah-mudahan tuh batu nisan bisa ninggalin banyak warisan buat lo. Gue yakin umurnya enggak lama sih."

"Iya, Bener. Mudah-mudahan pak jenderal tuh sadar, tanah kuburan alias batu nisan emang udah mau mati. Makanya lo dijodohin sama dia."

"Bener. Gue percaya sama pak jenderal. Dia pinter kok, Ra. Cuma emang suka ngeselin aja bokap lo itu."

"Ember!"

Mendorong kuat pelukan para sahabatnya, Humairah menatap satu demi satu wajah sedih dan berduka dari ekspresi para sahabat, kemudian bergumam kebingungan.

"Siapa yang mau nikah sama pak Victor?"

"Ah, namanya Victor."

"Duhhh ... bukan gitu! Kalian kayaknya salah tangkap deh. Itu yang difoto bukan calon suami gue. Gembel banget gue nikah sama pak Victor. Sumpah itu mah gue siap bunuh pak jenderal kalau gue dijodohin sama orangtua."

"LAAAHHH ... TERUS?" kompak bersuara semuanya.

Berusaha mengeluarkan ponselnya, dan langsung teringat kontak Hira yang sudah di TOLONGIN BANGET oleh pak Dede, Humairah menunjukkan foto Hira melalui foto profil WA laki-laki itu.

"BANGKEEEE...."

"ARRRAAA ... GANTENG!!!"

"MAUUU INI MAH GUE."

"Gue siap bedah jantung gue sendiri kalau dijodohin sama model begini."

"Cakep, kan?" tanya Humairah mengkonfirmasi.

"YA, CAKEPLAH!!" seru semuanya kompak.

"Dia siapa deh? Pemain bola? Profesional atau orang biasa?"

"Ra, ish ... cerita jangan setengah-setengah."

"Namanya Hira. Enggak tahu Hira siapa. Yang jelas pertama kali gue ketemu dia tuh dua hari lalu. Gue datang ke stadion, pas dia lagi main. Untuk profesi, atlit bola sih kayaknya. Cuma gue enggak paham dia tuh posisinya apa. Dan foto yang tadi kalian tunjukin ke gue tuh, itu pelatih tim nasional sepak bola Indonesia, namanya pak Victor. Foto itu diambil persis pagi ini. Gue lagi nontonin mas Agwa sama Hira tanding bola."

"Lah ... plot twist sekali."

"Iya, anjir. Kalau yang enggak tahu, atau enggak sadar, disangka lo itu bakalan jadi bininya si batu nisan. Kalau sama si Hira ini sih, gue yakin Ara siap dinikahin kapan aja."

"Sialan lo. Tapi gue enggak semurahan itu juga. Yah, kita lihat aja seberapa besar usaha Hira buat dekatin gue. So far, walau ngeselin semodel kayak mas Agwa, tapi dia baik. Lebih banyak diemnya sih. Sekali ngomong suka nyelekit. Cuma kadang-kadang kalimat yang dia bilang juga ngeselin. Yah, begitulah karakternya. Nanti kalau ada waktu, gue temuin kalian sama dia."

"Yuhuuuu... ketemu mas ganteng."

"Seneng lo pada. Giliran tadi aja, gue disangka nikah sama tuh aki-aki."

"Hahaha, lagian enggak ada konfirmasi apa-apa. Kalau begini kan jelas, pak jenderal seleranya emang oke punya."

"Betul. Setuju gue. Masa iya anak-anaknya pak Jenderal semuanya cakep, eh ... dia milih mantu jelek begitu."

"Hahahaha... Enggak jelek. Cuma ketuaan aja buat Ara."

Perjodohan anak JENDERALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang