Kembali lagi dengan aku, dilapak yang tidak ramai ini.
Sedih? Jelas. tapi mau gimana lagi.
Aku enggak mau jadi terkenal, atau lapaknya jadi ramai setelah membuat sesuatu yang malah jadi huru hara..wkakakak
-------------------------------------------------
Baru selesai dari kelas paginya, Mikaela berseru senang, memanggil para sahabatnya yang terlihat sudah menunggu dia keluar di sebuah taman kecil, tak begitu jauh dari kelasnya.
Sedikit kerepotan karena membawa banyak pelaratan tempurnya dalam mata kuliah sketsa yang baru saja ia selesai jalani, senyum di bibir Mikaela menarik perhatian kedua sahabat yang begitu setia kepadanya.
"Kenapa lo? Senyum-senyum gitu bikin gue curiga."
"Tahu. Seneng banget kayaknya setiap keluar dari kelas. Emang lo tuh anak gambaran banget."
"Gambaran? Kayak mainan zaman dulu."
"Hahaha, apaan tuh?"
"Ih, kalian enggak tahu. Berarti gue tahu karena dulu abang gue mainin," seru Sasa, salah satu teman Mikaela.
"Iya dong, kuliah tuh harus dinikmati. Disukai. Biar hasilnya bagus."
"PRETT!!"
"Hahaha, coba deh kalian lihat ini," ucap Mikaela sambil membuka sebuah sketchbook mahal yang ia sayangi.
Mencoba membukanya dengan hati-hati, Sasa dan Gina tahu seberapa mahal buku oret-oret milik Mikaela ini yang dimana harga serta penggunaannya terasa tidak sebanding. Padahal menurut Sasa dan Gina, Mikaela bisa menggunakan buku tulis biasa untuk melakukan corat coret namun langsung ditolak mentah-mentah oleh Mikaela. Baginya, sketchbook mahal ini bisa menunjang hobinya dalam menggambar apapun yang terlihat indah. Termasuk ....
"HIRA??"
"GILA! CAKEP BANGET SI HIRA!!"
"Kok bisa lo gambar jadi kayak nyata begini."
"Ganteng banget kan ayang beb gue."
"Iya. Emang si Hira gantengnya enggak ngotak. Cuma dia pemain bola, walau udah panas-panasan tetap enggak ireng warna kulitnya."
"Dia udah bakat putih kayaknya. Coba lihat yang lain, tuh si Bintang aja lama-lama kebakar."
"Iya."
"Duh, gue jadi kangen sama Hira," gumam Mikaela sambil menutup buku sketsa yang menampilkan wajah Hira.
Senyum dibibirnya masih sengaja Mikaela paksakan seolah-olah dia ragu apakah masih bisa tersenyum lagi tuk kedepannya.
"Sabar, La. Mungkin nanti nyokap lo bisa luluh juga. Lagian kan enggak semua pemain bola begitu. Emang sih, berkaca dari bokap lo, pasti nyokap lo punya trauma tersendiri sama pemain bola. Tapi kan enggak semua orang sama. Walau sama-sama atlit, pasti kan sikap dan karakter mereka beda."
"Iya, La. Udahlah, sekarang yang penting lo jalani baik-baik aja sama si Hira. Toh dia juga biasa-biasa aja, walau berulang kali diusir sama nyokap lo."
"Iya, bener."
"Mudah-mudahan. Semoga Hira enggak capek buat sama-sama bareng gue."
"Udah ... udah. Lo tumben enggak hubungi dia."
"Tadi gue udah WA dia, katanya lagi latihan."
"Ah, jadi iri gue. Huhuhu, pengen juga gitu bisa deket sama temennya Hira."
"Bintang maksud lo?"
"Kan siapa tahu." Ucap Gina sambil senyum-senyum nakal seolah dia baru saja kepergok melakukan sesuatu yang nakal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjodohan anak JENDERAL
General FictionKedua insan yang pada awalnya tidak saling kenal, harus menjalani hubungan menjadi sepasang suami istri demi keuntungan yang akan didapatkan masing-masing. "Target gue cuma karir. Kalau karir gue udah dipuncak, gue bisa tinggalin dia seolah kita eng...