Bab 43. Menghitung hari jadi MANTEN

469 95 23
                                    

Hayo, masih pada kuat gak puasanya? Udah bolong berapa?

Yang mau baca duluan, monggo ke karya karsa aja. Udah sampai bab 70 di sana


-----------------------------------------

Dokumen-dokumen sudah rapi. Benar-benar dipercepat semuanya, uang pun tidak sedikit dihabiskan oleh pak Jenderal untuk mengurus pernikahan sang putri. Apalagi di negara berbasis uang adalah solusi, semua administrasi yang bisa menghasilkan uang, maka diuangkan dengan sangat besar oleh masyarakat. Bahkan oknum-oknum tersebut tidak pernah malu mengatakan didepan umum, jika ingin dibantu oleh pihak mereka wajib menyiapkan sejumlah uang agar proses bisa berjalan lancar.

Karena itulah, dengan segala macam drama administrasi surat menyurat pernikahan, akhirnya surat pengantar menikah, serta buku nikah untuk Humairah dan Hira telah benar-benar siap. Bahkan penghulu dari Indonesia akan mereka bawa ke Brunnei demi kelancaran akad nikah yang segera terealisasikan dalam hitungan jam.

"Sudah semua, Non? Ada yang perlu bibi packing lagi?" Tanya Bi Ina kepada Humairah yang terlihat melamun, duduk diatas ranjang menatap semua kegiatan yang dilakukan oleh pengasuhnya itu.

Besok pagi, dia akan terbang ke Brunnei untuk melakukan fitting baju pengantin, serta melihat segala persiapan untuk pernikahannya yang akan dilaksanakan lusa. Sedangkan hingga detik ini, dia terlihat belum siap tuk perubahan statusnya dari seorang anak menjadi seorang istri.

"Non ..." panggil bi Ina kembali.

Perlahan melirik, Humairah mengubah ekspresi di wajahnya. Dia mulai tersenyum disaat tatapan bi Ina penuh khawatir kepadanya.

"Non kenapa?"

"Enggak papa, Bi."

"Yakin? Enggak sakit, kan? Kalau sakit, nanti bibi hubungi dokter Shafa untuk ke rumah, biar dicek sama bu dokter."

"Ah? Enggak. Aku enggak sakit, Bi. Cuma lagi bingung aja."

"Bingung?" Ulangnya tak yakin.

"Hm ...."

Membaringkan tubuhnya di atas ranjang, sambil menatap langit-langit kamar, Humairah bergumam pelan. "Cerita sama bi Ina pun percuma. Abis bibi belum nikah sih," ungkapnya kecewa.

"Memangnya apa yang mau Non Ara ceritain? Soal pernikahan? Yah, walau bibi belum menikah, tapi kan bibi jauh lebih banyak dengar cerita soal pernikahan dari orang-orang, dibandingkan non Ara. Jadi bibi lebih tahu lah."

Merangkak, mendekati Humairah, bi Ina mengusap dengan lembut kening Humairah sampai ke rambut panjang dan lurus milik gadis itu. Selayaknya perlakuan ibu dan anak, bi Ina begitu menyayangi Humairah seperti anaknya sendiri. Dipekerjakan oleh pak Lakeswara sejak 19 tahun lalu, dalam usianya yang waktu itu masih 17 tahun, baru lulus SMP pada saat itu, bi Ina muda merawat Humairah penuh kasih sayang seperti adik bahkan anaknya sendiri. Bahkan karena sikap bi Ina sangat baik, dan melakukan semua pekerjaannya dengan sangat minim kesalahan, sang Jenderal tidak ragu menyekolahkan bi Ina paket C agar perempuan itu mendapatkan ijazah SMK yang sebelumnya tidak ia miliki.

Dengan semua kebaikan itulah, bi Ina seperti berhutang budi kepada keluarga ini.

Bahkan ketika Humairah bertanya, kapan bi Ina akan berkeluarga, bi Ina menjawab dengan mantap, setelah Humairah menikah dan hidup bahagia.

"Soal pernikahan. Soal rumah tangga. Soal pasangan suami istri. Akh, semuanya enggak ada satupun yang Ara pahami. Yang Ara tahu, lusa Ara udah jadi istri Hira. Sosok cowok yang bahkan baru Ara kenal. Demi apapun, Ara enggak ada gambaran apapun soal pernikahan."

Perjodohan anak JENDERALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang