Bab 13. Aku hanya ingin bahagia

800 147 54
                                    

Lama tak jumpa.. wkwkwk..

Aku bener-bener enggak sempat update kalau End OF Month. Jadi maaf yaa..

Ini kita mulai update lagi

Semoga masih ada yang baca


--------------------------------------------


Berhasil menyelesaikan semua mata kuliah hari ini, Humairah keluar dari kelas hampir pukul 7 malam. Berjalan berdua bersama Yesha, keduanya terlihat sama-sama fokus dengan ponsel ditangan sampai mereka tidak sadar ada seseorang yang menunggu mereka tak begitu jauh dari lokasi kelas terakhir.

"AAHHH ... " jerit Yesha dan Humairah bersamaan.

Dengan kondisi sekitar yang minim cahaya, seorang laki-laki bertubuh tinggi tegap berdiri di tengah-tengah arah kedua gadis ini melangkah. Bahkan dengan sengaja laki-laki itu mengarahkan cahaya dari layar ponsel ke arah wajahnya demi bisa dikenali oleh Yesha dan Humairah secara mudah.

Namun yang tidak ia perkirakan, Humairah dan Yesha malah menjerit kencang, ketakutan, seolah mereka berdua baru saja melihat setan di depan wajah mereka.

"KANO!!!" pukul Yesha dengan tas laptopnya.

Gadis itu seolah tidak peduli apakah laptopnya akan rusak atau tidak setelah terbentur otot kekar dari laki-laki itu, karena yang terpenting sekarang dia bisa meluapkan perasaan kesal di hatinya.

"Hahaha, emang gue ngapain sih? Gue kan dari tadi emang berdiri di sini. Kalian aja yang sibuk jalan sambil lihat HP."

Melirik ke Humairah sejenak, Yesha sengaja melewati Kano, karena pastinya laki-laki itu ingin menemui Humairah, gadis yang sudah disukai Kano sejak setahun lalu.

Kano Nolvianus, begitulah nama yang dia miliki. Seorang laki-laki muda yang tidak sengaja setahun lalu berpindah sekolah ke tempat Humairah dan para sahabatnya berada. Menyukai Humairah dari pandangan pertama, layaknya sebuah lagu, Kano tidak pernah berhenti berusaha untuk menarik perhatian Humairah. Bahkan sekalipun gadis itu tidak membutuhkan bantuannya, Kano terus menerus menawarkan bantuan, agar setidaknya mereka memiliki waktu lebih untuk saling berbicara.

"Ra ...."

"Hm."

"Pulang sama siapa?"

"Biasa, sopir gue, sama pak Dede juga. Kenapa? Lo mau gantiin posisi pak Dede dalam hidup gue?"

"Hahaha, kalau bisa. Kenapa enggak?"

"Owh gitu, minimal masuk TNI dulu, baru bisa gantiin pak Dede."

"Hahaha," tawa Nesya terdengar sekalipun gadis itu berdiri sudah sedikit jauh dari Humairah dan Kano yang sedang memperdebatkan sesuatu.

Sambil melirik ke arah belakang, Yesha mengangkat kedua jarinya tinggi-tinggi, menunjukkan tanda perdamaian kepada keduanya karena ia tidak bermaksud ikut campur.

"Owh, iya gue lupa. Lo enggak akan bisa masuk TNI karena keluarga lo cuma polisi!"

Berjalan melewatinya, tangan Humairah ditahan kuat-kuat oleh Kano, sampai mereka saling tatap dengan jarak yang cukup dekat.

"Baru satu tahun lo nolak dan hindarin gue. Masih ada banyak tahun buat gue berjuang."

"Gitu? Silakan Kano. Gue enggak pernah ngelarang lo buat dekat sama gue dan yang lainnya. Tapi setidaknya enggak perlu sedekat ini, kan?"

Menghempaskan tangan Kano, Humairah tersenyum lebar. Sebelah tangannya bahkan secara sengaja menepuk-nepuk pipi Kano, berharap laki-laki itu sadar bila Humairah tidak ingin mendapatkan perhatian lebih dari seorang teman.

***

"Mas Agwa mau ke mana?"

Terus saja mengikuti langkah kaki Agwa yang terlihat sibuk membereskan barang-barangnya, Humairah seolah tidak rela melepaskan kepergian Agwa kembali kepangkalannya di tengah laut.

"Mas balik dong. Emang mau ke mana lagi?"

"Yah, Mas. Bakalan lama lagi dong pulangnya?"

Terlihat berpikir, Agwa tersenyum lebar ketika mengingat permintaan dari sang ayah kemarin pagi.

"Tanggal 5 besok mas balik lagi. Enggak lama, kan?"

"Jadi kurang lebih 2 mingguan lagi?"

"Hm. Enggak papa, kan?"

"Yaelah, Mas. Baru aja Ara senang mas tiba-tiba pulang kemarin, eh ... sekarang udah mau balik lagi aja. Lain kali cutinya seminggu dong. Biar lebih lama Ara ketemu sama masnya!"

"Nanti kalau Ara nikah, mas cuti seminggu. Gimana?"

"Dih. Enggak jelas banget!"

"Kok enggak jelas. Kan jodohnya Ara udah di depan mata? Jadi kan tinggal nunggu waktunya aja dong. Lagian mas percaya kalau Hira itu laki-laki baik. Yah, sekalipun kesibukannya segudang, mirip ayah dan mas, atau mirip bang Omar yang enggak pernah ada kabarnya itu, tetapi dia adalah laki-laki bertanggung jawab. Mas bisa nilai dia sebagai sesama laki-laki. Dan karena itu juga, mungkin ayah menjodohkan Ara ke dia. Lagian baru beberapa hari Ara kenal sama dia aja, mas bisa lihat banyak perubahan baik yang Ara lakuin. Kayak bangun subuh terus kan, selama 2 hari mas di rumah. Itu baru contoh kecil. Akan banyak contoh-contoh lainnya seiring berjalannya waktu. Jadi menurut mas, pilihan yang ayah berikan buat Ara, adalah pilihan terbaik."

Mencibir tidak suka, Humairah bersidekap, menatap wajah manis Agwa dari jarak yang begitu dekat.

"Ayah tuh sengaja jodohin Ara sama Hira, karena dia enggak mau lihat Ara dekat sama Kano. Padahal dari zaman sekolah dulu, Ara udah bilang sama ayah kalau Ara enggak suka sama Kano. Dia emang dekatin Ara, tapi Ara biasa aja sama dia. Jadi harusnya ayah percaya dan enggak perlu jodoh-jodohin kayak gini buat Ara."

"Ayah percaya sama Ara, pasti dong! Ara kan putri kesayangan ayah. Tapi disisi lain, ayah mau ada laki-laki yang bertanggung jawab, yang jagain Ara. Enggak mungkinkan ayah minta pak Dede setiap saat jagain Ara. Sedangkan pak Dede juga punya keluarga. Punya istri dan punya anak juga yang kurang lebih usianya seumuran Ara. Jadi ayah coba cari jalan terbaik agar semuanya bisa sama-sama bahagia. Kasian juga kan pak Dede udah lama banget enggak ketemu keluarganya karena harus jagain Ara terus. Bahkan waktu istrinya melahirkan aja, dia memilih untuk tetap di samping Ara, jagain Ara karena waktu itu ayah, mas Agwa sama bang Omar, enggak ada yang bisa pulang ke rumah. Jadi kali ini, sedikit saja, mas Agwa minta sama Ara buat memahami kondisi-kondisi kayak gini. Setidaknya biarkan pak Dede libur untuk menemui istri dan anaknya di kampung."

Terdiam. Mencerna kalimat yang dijelaskan oleh Agwa, Humairah terlihat hampir menangis saat Agwa memberikan ceramah singkat kepadanya. Hanya dengan Agwa, semua nasihat yang diberikan, bisa diterima oleh Humairah dengan baik. Bahkan sampai hampir menangis seperti saat ini.

"Udah dong, jangan nangis. Sini mas peluk."

"Mas Agwa jahat," isaknya kesal.

Tangisan itu terus terjadi sampai rasanya Agwa menyesal telah mengatakan kata-kata menyedihkan kepada adik kesayangannya itu.

"Maafin mas ya, Dek. Udah jangan nangis lagi. Nanti ayah lihat, mas dihukum sama dia."

"Ara mau nemuin mama juga."

"Dek ...."

"Ara mau ketemu mama juga hari ini!"

Melepaskan pelukan Agwa, langkah kakinya dengan cepat keluar dari kamar ini. Kemudian secara cepat Humairah mengambil ponsel dan dompet kecil miliknya. Entah kenapa perasaan dihatinya terasa begitu sakit disaat ia tidak bisa seperti orang-orang di sekitarnya yang izin libur atau cuti untuk menemui keluarga mereka. Sedangkan Ara, tidak pernah bisa menemui ibunya yang sudah meninggal sejak ia dilahirkan ke dunia.


Perjodohan anak JENDERALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang