Bab 5. Menilai calon pasangan

997 183 64
                                    

Masih gue coba post, walau vote gak sampe 100.
Miriiisss


----------------------------------------------------------------------


Ada saja kesalahan disetiap kata yang ia ucapkan, Hira menunda pembicaraan mengenai perjodohan mereka kepada Humairah, sampai ia rasa gadis itu tidak lagi emosi kepadanya. Bahkan ketika mereka selesai makan, dan beranjak untuk pulang, Humairah tidak mau di antarkan oleh Hira untuk kembali ke rumahnya. Gadis manja dan cukup nakal itu, menurut penilaian Hira, memilih untuk menghubungi supir serta ajudannya agar menjemput Humairah untuk kembali pulang.

Benar-benar diluar nalar, itulah reaksi yang Hira pikirkan atas pertemuan pertama dia dengan gadis itu. Sekalipun tidak ada satu hal pun yang membuat mereka berdua terasa cocok, namun Hira tidak menyerah begitu saja. Dia sadar mimpinya semakin nyata untuk bisa ia dapatkan. Dan inilah jalan yang Hira pilih. Dia membutuhkan Humairah, lebih tepatnya Hira membutuhkan dukungan keluarga Humairah untuk jenjang karirnya.

Karena berkarir tanpa ada bekingan, sama saja memasak sayur tanpa dikasih garam. Hambar dan bisa dipastikan tidak akan bertahan lama. Kurang lebih seperti itulah kondisi yang Hira pelajari selama ia berkarir di Indonesia

Sedikit melambaikan tangan saat mobil yang menjemput Humairah melaju kencang, Hira menertawakan dirinya sendiri. Ternyata memang tidak semudah itu meraih mimpi indah. Pasti ada saja rintangan yang harus dihadapi. Dan kali ini rintangan Hira adalah gadis manja itu.

Mengeluarkan ponselnya dari saku celana, Hira menghubungi salah satu rekannya.

"Pada dimana kalian?"

"Hm. Udah balik."

"Oke. Di hotel, ya? Gue ke sana sekarang."

Langsung bergerak pergi, setelah memastikan Humairah kembali pulang bersama supir dan ajudannya, Hira memutuskan kembali ke teman-temannya yang saat ini sedang berkumpul di hotel sambil merayakan kemenangan mereka. Sekalipun hanya pertandingan persahabatan, namun Hira dan kawan-kawan tetap merasa bahagia atas kemenangan yang berhasil mereka dapatkan.

Setidaknya semua pemain membuktikan, sekalipun hanya pertandingan persahabatan, mereka tetap bersungguh-sungguh.

***

"Gimana perkenalannya?"

Suara teguran itu menghentikan langkah Humairah. Matanya menjelajah, mencari keberadaan si pemilik suara yang begitu ngebas dan menggelegar. Lalu ketika ia menemukan sosok yang ia cari, sikap kekanak-kanakan Humairah langsung keluar begitu saja.

Berlari-lari kecil, dengan wajah cemberut yang begitu menggemaskan, Humairah memulai aksinya untuk merajuk kepada sang ayah.

"Pak Jenderal, gimana sih! Masa jodohin Ara sama cowok kayak gitu. Ih, gila banget! Apa sih kelebihan dia sampai pak Jenderal rela kasih aku ke dia. Sumpah ya, kita tuh enggak cocok banget. Dari awal aja aku udah mau diajak susah. Seumur-umur aku enggak pernah susah lo. Kok ngeselin banget sih pak!!"

Menutup koran yang entah dia baca atau hanya sekedar ia buka agar terlihat keren, laki-laki paruh baya itu hanya menggerakan sebelah alisnya sebagai respon.

"Terus? Bagus dong. Jadi merasakan suasana baru. Mendadak miskin! Kapan lagi coba kamu cobain kehidupan baru. Udah capek kan ngerasain kaya terus sampai usia 19 tahun ini?"

"Pak Jenderal!!! Gila!"

"Kalau saya gila, kamu anak orang gila dong!!" tawa Lakeswara menggelegar.

Rumah besar dan mewah ini adalah rumah pribadi yang jenderal itu miliki sebagai tempat tinggal atau istana untuk anak-anaknya, lebih tepatnya untuk Humairah. Karena kedua anaknya yang lain teramat sangat jarang pulang ke rumah ini. Bahkan bisa dihitung dengan jari Omar dan Agwa kembali ke rumah ini.

Perjodohan anak JENDERALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang