Setelah berjalan hampir 4 jam lamanya, Jeno berhenti saat Jaemin menghentikan langkahnya untuk kesekian kalinya.
"apa lagi kali ini?" tanya Jeno dengan wajah datar dan sedikit kesal? Bagaimana tidak, sebelum sampai disana mereka berkali - kali memutar arah karena Jaemin mengaku salah jalan. Awalnya Jeno tidak terlalu masalah dengan itu, tapi ketika itu berulang 3 hingga 5 kali, Jeno mulai naik pitam dalam diamnya.
Jaemin mendudukkan dirinya diatas salah satu batu yang berada tepat dibawah pohon yang ada disana sambil berusaha mengatur nafasnya.
"kita sampai." ucap Jaemin, jangan lupakan senyum lebarnya.
"kita sampai?" tanya Jeno bingung ketika tidak mendapati hal menarik apapun disana kecuali pohon besar yang berdiri kokoh dihadapannya.
"em." jawab Jaemin dengan anggukan mantap.
"Jaemin, kau mulai membuatku kesal." Jawab Jeno dengan tatapan tajam. Jangan lupakan bahwa dia berjalan 4 jam hanya untuk sebuah pohon? yang benar saja.
Jaemin bangkit dari duduknya lalu berjalan mendekat kearah Jeno, lalu menarik ujung lengan baju Jeno pelan, menuntun pria yang lebih besar untuk ikut berdiri disampingnya.
"ini." ucap Jaemin setelah melepaskan lengkramannya pada ujung baju Jeno.
Jaemin membawa Jeno berdiri didekat batu tempat ia duduk tadi, kemudian memutar tubuh pria itu.
Dan Jeno tidak bisa menahan dirinya untuk tidak takjub dengan pemandangan didepannya.
"aku ingin memperlihatkan ini padamu Jeno." ucap Jaemin pelan.
"Jeno, maaf membuatmu berjalan jauh. harusnya tidak begitu." amarah Jeno berhasil redam saat Jaemin mengucapkan ini. "Tapi akukan terakhir kali kesini saat umur 10 tahun. itu sudah 9 tahun lalu, wajar jika aku sedikit lupa jalannya." tapi urung karena lanjutan ucapan Jaemin.
"kau tidak sedikit lupa." Jeno mengoreksi dengan pandangan yang tertuju pada hamparan pemandangan didepannya.
Jeno menahan dirinya untuk tidak mengumpat sebenarnya, bagaimanapun Jaemin adalah pangeran Tores.
"kau terakhir kali kesini 9 tahun lalu dan dengan otakmu yang minimalis itu, kau berani mengajak tamu kerajaan kesini? kau pasti sudah gila pangeran Jaemin." ucap Jeno sambil menatap sinis kearah Jaemin.
Jaemin meringis mendengar suara Jeno, terlebih saat Jeno mengatakan tentang tamu kerajaan. Bagaimanapun itu benar. Dan karena sadar hal itu Jaemin dengan cepat bangkit dan berlutut didepan Jeno.
"Jeno, maafkan aku. Lain kali aku tidak akan mengulanginya." Jaemin mengatakan ini dengan wajah memelas hampir menangis, sungguh ia merasa bersalah.
Jeno sedikit kaget dibuatnya. Bagaimana bisa seorang pangeran berlutut semudah itu?
Jeno diam melihat itu. Percuma juga kesal pikirnya. "benar. Sebaiknya kau tidak mengulanginya, karena lain kali aku mungkin tidak akan sesabar saat ini." Jeno tersenyum miring, ia menikmati ini, melihat bagaimana sosok yang entah bagaimana sedikit menyebalkan itu berlutut sambil meminta maaf dengan wajah itu, diam - diam Jeno menikmati ini. Ia jadi ingin membuat Jaemin berada diposisi itu lebih sering.
Tapi melihat reaksi Jeno yang seperti itu malah membuat Jaemin entah bagaimana merasa kesal. Ia lantas bangkit dari berlututnya dan menatap Jeno tajam dengan mata rusanya, tidak cocok pikir Jeno.
Jeno mengalihkan pandangnnya kearah pemandangan kota Kerajaan Toras dari ketinggian 2000+ mdpl. Toras memang indah, terkenal dengan kota bunganya yang menakjubkan. Tapi dari atas sana, Jeno bisa melihat lebih dari yang orang - orang bicarakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
EMPIRE | Nomin {END}
FanfictionJaemin adalah pangeran yang diasingkan, yang selalu disalah pahami karena garis keturunannya. Meski begitu, dia baik hati, ramah dan selalu tersenyum. Bertemu Jeno, pangeran Kekaisaran Heftin, si arogan yang benci dengan senyuman yang katanya tampak...