Jeno berlari. Kepalanya penuh, tapi dia tau, dia harus menemukan Jaemin.
Jeno masih belum tau perasaannya, yang dia tau jantungnya memburu dengan degup tak tenang begitu memikirkan Jaemin akan diburu malam ini.
Dia bahkan bukan binatang, bagaimana pemilik senyum bodoh itu bisa ditempatkan pada posisi sekejam itu?
Bayangan bagaimana Jaemin tersenyum bodoh terus melintas dalam kepala Jeno seperti kaset rusak.
Jaemin yang berlari, melompat kecil, bertingkah bodoh dan memohon dibawah kakinya untuk nyawa orang lain.
Dia tidak pintar, tapi alam bawah sadar Jeno mengklaim Jaemin dan tingkah bodohnya tidak boleh hilang tanpa ijinnya.
Beberapa saat yang lalu, dayang Jaemin itu datang menemui Jeno. Dia menangis, dan berlutut didepan Jeno untuk nyawa Jaemin.
Katanya, perintah pembunuhan sudah turun, kalau seandainya hingga malam Jaemin tidak ditemukan.
Jeno mencengkram kuat pedangnta. Akal sehatnya seperti tidak bekerja detik kalimat itu menggema di ruang nalarnya.
Sialan.
Jika ada satu orang yang berani membuat Jaemin begitu, maka itu adalah Jeno.
Masa bodoh tentang apapun yang mengalir dalam darah Jaemin. Yang Jeno tau, dia tidak akan memaafkan siapapun jika sampai Jaemin terluka.
Bahkan jika itu adalah raja Toras sekalipun.
Jadi disinilah Jeno sekarang. Ia memasuki dapur istana, mencari Jaemin tentu saja. Tempat itu adalah satu - satunya yang ia tau Jaemin sering kunjungi.
Itu adalah hal pertama yang terlintas dibenaknya. Jaemin suka makanan manis. Siapa tau, Jaemin sedang kesal gara - gara ucapannya semalam.
Mungkin saja, hanya kemungkinan kecil, tapi Jeno berharap Jaemin menghabiskan waktunya di ruang penyimpanan, menghabiskan stok makanan manis disana.
Tapi tidak.
Setelah bertanya pada semua orang, memasuki gudang demi gudang dengan paksa tentu saja karena dia bukan bagian dari area teritorialnya, dia menghela hafas kasar.
Jaemin tidak disana.
"Hei, kemana kepala dapur?" tanya Jeno pada seorang pelayan ketika sadar, pria tua yang bertingkah kurang sopan padanya tempo hari tidak disana.
Seorang pelayan menunduk sebelum menjelaskan pada Jeno soal kepergian kepala pelayan itu ke negeri Patikan.
"Mereka berangkat pagi tadi yang mulia." Tambahnya diakhir kalimat.
Sial.
Jeno takut pikirannya benar.
"em,. Pangeran." pelayan itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Jika anda juga mencari pangeran Jaemin, beberapa saat yang lalu pengawal kerajaan juga kesini menanyakan hal yang sama."
Jeno mendengarkan.
"seorang pelayan diruang cuci mengatakan mereka melihat pangeran Jaemin ikut dengan rombongan kerajaan." tambah pelayan itu agak canggung. Sebenarnya ia sudah mendapat perintah untuk tidak mengatakan itu pada siapapun, tapi Jeno adalah orang yang sering ia lihat bersama pangeran itu disana, jadi ia rasa itu bukan hal yang salah untuk mengatakan itu padanya. Terlebih Jeno terlihat, tidak baik(?)
Jeno tidak menunggu lebih, ketika mendengar itu, ia segera bergegas pergi dari sana.
Ia harus menemukan Jaemin lebih dulu dari siapapun.
"Dean." Panggil Jeno.
Dan pengawal Jeno itu melompat keluar entah dari mana.
"saya menerima perintah yang mulia." ucapnya seraya memberi hormat.
KAMU SEDANG MEMBACA
EMPIRE | Nomin {END}
FanfictionJaemin adalah pangeran yang diasingkan, yang selalu disalah pahami karena garis keturunannya. Meski begitu, dia baik hati, ramah dan selalu tersenyum. Bertemu Jeno, pangeran Kekaisaran Heftin, si arogan yang benci dengan senyuman yang katanya tampak...