Ram meletakkan pakaian yang tampak robek dengan beberapa bercak darah di atas meja dihadapan Jeno.
"Kami sudah menyelidikinya." ucap Ram kemudian.
Tapi Jeno mengunci tatapannya pada pakaian itu, tangannya terkepal kuat, dia marah.
Ram mendapat perintah dari kerajaan untuk melakukan penyelidikan, dengan Jeno sebagai pemegang komando utamanya. Jeno meminta lansung pada Raja hal itu, dan Raja dengan cepat memberikan ijinnya.
"Mereka berasal dari kelompok tentara bayaran dari negeri lain." tambah Ram.
"Dan bagaimana mereka bisa sampai disini?" Tanya Jeno. Ia mengetuk - ngetukkan Jari telunjuknya diatas meja, sementara matanya masih menatap kearah pakaian perawat yang berada tidak jauh darinya. Fokus pandangannya terkunci disana. Itu adalah pakaian yang Jaemin kenakan malam itu.
"Haula. Itu memudahkan mereka. Tapi selain itu, tampaknya mereka sering melintasi area tanah haftin berkali - kali. Mereka tidak terkena hukum haftin atau terdeteksi oleh nigma yang kami gunakan karena mereka memang bukan bagian dari daratan kita." Jelas Ram panjang. "Selain itu, sepertinya kami punya penghianat"
"Seseorang, membawa mereka masuk."
Dan Ram mengangguk membenarkan.
"Seseorang itu pasti segitu tidak inginnya meninggalkan jejak apapun. Karena itu mereka rela membayar mahal untuk rekor tentara bayaran terbaik yang sulit diendus." Jeno menyimpulkan.
Sekali lagi, Ram mengangguk.
"Tapi sayangnya, mereka salah perhitungan. Mereka tidak pernah bersiap untuk Omega S sebagai target mereka. Ini pertama kalinya organisasi ini kehilangan anggotanya di tanah kekaisaran lain." Ram menambahkan.
Jeno menghela nafas sebelum bersandar ditempatnya "Jadi apa kau sudah dapat dalangnya?" tanya Jeno kemudian. Kali ini ia menatap tepat kearah Ram.
Ram mengangguk. "Ada seseorang yang terus menggunakan jasa mereka dari waktu kewaktu."
Jeno terkekeh mendengar jawaban itu. "dia melakukan kejahatan lain?"
"kurang lebih begitu. Manipulasi data, penghilangan nyawa, penyelundupan barang juga tambang ilegal."
Jeno terkekeh sarkas "itu terlalu banyak."
"yang mulia, mereka tidak akan melintasi perbatasan kalau bayarannya tidak setimpal."
-
"Jeno, apa kita tidak pulang?" Tanya Jaemin. Dia berjalan masuk kedalam kamar Jeno dengan wajah yang tampak murung.
Si manis merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur Jeno, tatapannya ia arahkan kelangit - langit kamar.
Sekarang memasuki hari kedua. Tapi mereka masih berada di penginapan yang sama.
Dan Jaemin mulai merasa bosan. Bagaimana tidak, Jeno terus menerus tidak mengijinkannya melakukan apapun selain berbaring dan makan. Untuk pergi kekamar mandipun, dia harus mendapat ijin dari Jeno. Jangan lupakan Dean yang terus berdiri didepan pintu kamarnya. Sangat menyebalkan. Seprotektif apapun Yena, sepertinya Jeno berada di atas level.
Baiklah, Jaemin memutuskan untuk membiatkan itu. Toh dia adalah Jeno, rasanya menyebalkan tapi mengingat itu adalah perintah Jeno, Jaemin tidak apa - apa. Hanya saja ia terlalu penasaran. Soalnya hari itu Jeno tampak seperti terpaksa harus menginap disana.
"Kau tidak suka disini?" Tanya Jeno, ia fokus mengasah belatih miliknya.
Jaemin menggeleng ribut. "Jeno, kurasa tidak masalah aku dimana. Selama ada kau." ucap Jaemin. Ada kekehan diakhir kalimatnya. "tapi aku bosan." Tambah Jaemin "Aku tau kau menyukaiku sangat banyak, tapi Jeno kau harus memberiku kebebasan."
"Yah, anggap ini hukuman karena kau berani melarikan diri dari istana."
Jaemin mengangguk, berusaha menerima vonis yang Jeno jatuhkan padanya. "Baiklah."
Bosan menatap langit - langit diatasnya, Jaemin memiringkan tubuhnya untuk menatap Jeno. Pemandangan ini jauh lebih indah. Jeno itu kalau kata Jaemin tampan dari segala sisi.
Sesederhana mengasah belatih saja, Jeno bisa membuat itu tampak begitu indah. Jaemin jadi tersenyum bodoh karena hal itu.
"Apa kau sesering itu mengasah belatihmu?" Tanya Jaemin kemudian saat ia selesai dengan kegiatan -mari mengagumi Jeno-
"Hanya saat aku akan menancapkannya dijantung seseorang." ucap Jeno datar, tapi Jaemin bergidik ngeri mendengar itu.
"Jeno, kau terdengar menakutkan."
"Tenang saja, selama kau tidak selingkuh, ini tidak akan pernah menancap dijantungmu." Ucap Jeno dan Jaemin dengan cepat memegang dadanya, agak ngeri memikirkan benda tajam itu ada padanya.
"Kau kasar sekali."
Jaemin memutar bola matanya malas sebelum berjalan mendekat kearah Jeno, menarik sebelah tangan Jeno, membuka akses untuk dirinya sendiri untuk masuk kedalam pangkuan pria april itu.
Jaemin menjadi lebih berani. Tapi kepercayaan dirinya berasal dari perlakuan Jeno. Pria besar itu menangis untuknya, itu cukup untuk Jaemin.
Dan Jeno dengan gerakan pelan menjauhkan belatihnya, seolah takut sisi yang tajam dapat melukai Jaemin.
Jaemin menyamankan duduknya disana, dan Jeno sama sekali tidak protes bahkan ketika kegiatannya dan belatih kesayangannya jadi terganggu.
"Jeno, aku merindukanmu." Jaemin memeluk leher Jeno erat, seraya menyesap harum menenangkan yang keluar dari sana "Jeno, lain kali jangan katakan kata - kata menyakitkan seperti yang kau ucap malam itu." Bisik Jaemin pelan. ingatan tentang malam itu tiba - tiba melintas dikepalanya ketika mencium aroma itu soalnya. "Itu sakit sekali." tambahnya.
Jeno tidak mengatakan apa - apa, tapi tangannya melingkar dipinggang Jaemin, mendorong yang lebih mudah untuk semakin menempelkan tubuh mereka lebih erat.
Tapi tidak lama, soalnya Jaemin dengan cepat bangkit dengan gerakan tiba - tiba. Membuat reflek Jeno dengan gesit menyingkirkan belatihnya semakin jauh.
"Jeno, kurasa, aku harus menghirup udara segar." ucap Jaemin sebelum buru - buru bangkit dan pergi dari sana.
Jeno tidak mengatakan apa - apa, pun protes dengan itu. Dia hanya menatap punggung Jaemin yang berjalan menjauh.
Setelah kejadian malam itu, dimana mereka bangun ditempat yang sama, setelahnya memang Jaemin selalu tampak menghindarinya. Dia menolak kontak fisik terlalu dekat atau tidur bersama. Bahkan untuk sekedar menautkan tangan satu sama lain, Jaemin seolah menutup akses itu untuk Jeno.
Jadi Jeno sempat kaget ketika Jaemin masuk kedalam pangkuannya seperti yang baru saja ia lakukan.
Jeno tidak tau saja.
Agak Jauh dari tempat Jeno, tepatnya beberapa bilik dari kamar mereka, Jaemin berlari dengan sedikit kencang. Langkahnya berhenti begitu ia tiba di bagian belakang penginapan.
Kebetulan sekali Dean tidak terlihat hari ini.
Jaemin kembali memuntah isi perutnya begitu tiba disana.
Dia tidak bisa.
Jaemin tidak bisa.
Bayangan malam itu terus mengikutinya. Menghantuinya ketika ia berada disekitar Jeno. Malam ketika Jeno dan Renjun bersama di taman juga bayangan lain yang membawa rasa bersalah pada dirinya ketika tubuhnya dijamah oleh tangan - tangan asing dimalam lainnya. Diam - diam, isi kepala Jaemin begitu berisik.
Jaemin tidak baik - baik saja. Tidak ada yang baik - baik saja dalam kepala Jaemin setelah apa yang ia lalui hari itu.
Dia merasa kotor setiap melihat Jeno. Bersentuhan dengan Jeno, tidak lagi membawa ketenangan yang sama seperti sebelumnya.
Jantungnya berdebar tak karuan, dan keringat dinginnya akan mulai bercucuran.
Jeno tidak tau saja, karena Jaemin berusaha sebisa mungkin tampak baik - baik saja di hadapan Jeno.
Berusaha semampunya untuk tampak semuanya tidak pernah benar - benar mempengaruhinya sama sekali.
Jeno tidak tau, dan Jaemin tidak ingin Jeno sampai tau.
TBC~
KAMU SEDANG MEMBACA
EMPIRE | Nomin {END}
FanfictionJaemin adalah pangeran yang diasingkan, yang selalu disalah pahami karena garis keturunannya. Meski begitu, dia baik hati, ramah dan selalu tersenyum. Bertemu Jeno, pangeran Kekaisaran Heftin, si arogan yang benci dengan senyuman yang katanya tampak...