19

4.9K 548 23
                                    

Jeno berusia 14 tahun ketika ia menyaksikan ibunya akan menerima hukuman pancung.

Tapi anak 14 tahun itu ikut berdiri diantara kerumunan. Menyaksikan bagaimana ibu yang melahirkannya divonis bersalah atas tuduhan pemberontakan.

Jeno melihat dengan jelas ketika ibunya dipaksa berlutut oleh seorang pria berbadan besar.

Jeno melihat dengan Jelas ketika ibunya duduk menatap kosong kearah kerumunan rakyat yang menangisi sosoknya.

Jeno melihat dengan jelas bagaimana sesungging senyum terpatri diwajah cantik wanita itu ketika matanya bersitatap dengan Jeno.

Jeno lihat dan ingat semuanya.

Hari itu adalah hari yang sama dengan hari pelantikan permaisuri baru.

Jeno menengadahkan kepalanya untuk melihat keatas benteng besar disudut kota. Seorang omega laki - laki berdiri disana dengan gaunnya yang indah, cukup mencolok dimata Jeno karena hari itu sebagian besar rakyat Haftin kompak menggunakan pakaian putih sebagai bentuk protes.

Jeno mengenal omega itu.

Hujan turun hari itu, seolah ikut menangis untuk kehidupan sang mantan permaisuri yang akan berakhir tragis dalam hitungan detik.

Omega laki - laki itu adalah Maleo. Anak haram seorang mentri yang telah menjadi teman ibu Jeno untuk waktu yang sangat lama.

Seorang pemuda yang sering Jeno panggil paman sekaligus guru. Sebelum kejadian itu, Jeno sangat menyukai Maleo.

Seorang omega yang ibunya selamatkan dari kejamnya dunia berakhir menikam keluarganya tanpa ampun.

Jeno tidak akan mungkin pernah lupa kejadian itu.

Jadi jangan salahkan Jeno jika ia sepakat dengan ucapan Ratu. Dia pernah melihat hal itu sebelumnya. Jauh lebih parah, jauh lebih menyedihkan, dengan ibunya sebagai korban.

"Berita buruk." Jihoon memegang kepalanya yang rasanya hampir pecah. "Pangeran Haechan dan pangeran Renjun terus menerorku gara - gara anak laki - laki yang mereka temui dipasar. Lalu aku mengatakan aku tidak tau soal itu dan mereka terus mengataiku berbohong" ucap Jihoon panjang. "dikehidupan sebelumnya, aku pasti seorang penjahat hingga harus dipertemukan dengan mereka dikehidupan kali ini." Jihoon menyandarkan tubuhnya dikursi panjang diruang istirahat Jeno.

"oh dan lihat wajahmu. Kau tampak sangat tidak bersahabat sekarang" Suara Jihoon menciut di akhir kalimatnya ketika menyadari ucapannya.

Jeno sejak tadi hanya diam, tampak berfikir dan sama sekali tidak peduli padanya. Biasanya juga begitu, tapi kali ini tampak lebih serius.

"sepertinya aku sempat kehilangan akalku sebentar." Jeno sepakat dengan isi kepalanya yang entah apa karena kali ini Jihoon tidak berani bertanya. Dia mendengus. "aku pasti sudah gila." tambahnya.

"yah, kau sudah gila." ucap Jihoon sepakat dengan ucapan Jeno.

Tapi Jeno sepertinya tidak dalam mood yang baik, dia menatap Jihoon tajam "oh yah?"

Jihoon tidak mengerti konteks, tapi dia tidak berani menjawab ketika alpha tone itu masuk kedalam pendengarannya.

Jeno sedang serius. Dengan apapun yang sedang ia pikirkan.

Dia berguman, tapi tidak berniat mendengar pendapat siapapun.

Jeno mengeluarkan dominasi alphanya untuk kedua kali didepan Jihoon, dan itu membuat Jihoon tunduk tidak berani hanya sekedar untuk mengeluarkan suaranya.

Semua orang tau seberapa kuat dominan alpha s+, tapi saat merasakannya secara lansung, Jihoon sadar, dominan Alpha Jeno bukan main kuatnya.

Dia tertunduk tanpa berani protes.

EMPIRE | Nomin {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang