10

5.7K 594 14
                                    

Jeno menatap datar kearah tembok dihadapannya.

Baru beberapa saat lalu memasuki kota kerajaan, Jeno digiring Jaemin ketempat yang membuat Jeno harus kembali menggunakan otak cerdasnya memikirkan hal tidak penting.

Mereka sedang berada di tempat lumayan gelap dengan dedaunan kering dibawah, pohon rimbun dibelakang sana, dan tembok lumayan tinggi didepan. Jaemin bahkan berdiri dengan senyum polos tak bersalah disampingnya.

"apa ini Jaemin?" tanya Jeno meski otaknya jelas sudah paham.

"kenapa kita disini? dan apa maksut dari kata 'sampai' yang baru kau ucapkan?" Jeno memijit pelipisnya yang entah bagaimana mulai berdenyut nyeri.

Sedang Jaemin hanya tersenyum lebar.

"Jangan bilang kita harus memanjat ini."

Jaemin mengangguk masih dengan senyum lebarnya. "bukankah ini seru Jeno?"

Jeno menatapnya nyalang, dan Jaemin menghindari tatapan itu dengan cepat.

"bayangkan, kita berdua, tengah malam, memanjat tembok bersama. Bukankah itu terdengar keren? Aku yakin kau belum pernah mencobanya dengan siapapun."

"itu terdengar seperti seorang pencuri." Jawab Jeno. Orang bodoh mana yang berfikir itu keren? pikir Jeno. Oh ada, Jaemin dan otak minimalisnya.

Jaemin berdehem pelan, mengumpulkan suaranya sendiri sebelum membuka mulutnya lagi "Jeno kau tau, sebenarnya di Toras kami memiliki jam malam."

"kekaisaran juga punya."

"Iya. Tapi disini setelah jam malam, semua orang yang tidak dalam perintah kerajaan tidak boleh berkeliaran diatas jam itu. Kita bisa saja dituduh merencanakan hal jahat. Terlebih lagi kau denganku. Aku sebenarnya peduli reputasimu. Jadi,." Jaemin menggantung ucapannya, kepalanya sedang merangkai kalimat agar Jeno bisa sedikit lebih mengerti padanya dan tidak marah.

"jadi?" Jeno menunggu.

Kunang - kunang yang tadi mereka gunakan sebagai penerang sudah tidak disana, sudah sejak memasuki kota kerajaan, kunang - kunangnya Jeno biarkan pergi. Akan sedikit bermasalah jika dia ketahuan menggunakan nigmanya.

Tapi meski hanya dengan cahaya terang bulan, Jaemin bisa lihat tatapan datar Jeno. Jika ia salah bicara, Jeno mungkin bisa saja memenggalnya. Hiperbola, tapi mari maklumi ini. Lagipula, dia adalah Jaemin.

"Jadiii,.. kau tau Jeno, aku bisa kena masalah kalau ketahuan membawamu keluar hingga jam segini dan reputasimu juga bisa jelek." Jaemin melanjutkan dengan suara semakin kecil hingga akhir kalimatnya.

Jeno manatap Jaemin masih dengan sorot yang sama.

Jeno sudah menduga ini. Ada yang salah dengan perjalanan mereka yang tanpa dikawal oleh siapapun.

Ternyata kelinci kecil ini membawanya melalui bukit dan lembah dengan semua macam ancaman yang ada disana tanpa ijin ?

"Jaemin,.." Jeno menggantung ucapannya, sebelum berakhir menhela nafas. Rasanya protespun percuma.

"Jeno aku tau kau sedang kesal, tapi bisakah kita manjat sekarang? Aku tidak nyaman dengan nyamuk - nyamuk ini." Jaemin menggaruk pelan lehernya yang terasa gatal, sekaligus mengibaskan lengan bajunya agar serangga itu sedikit menjauh.

EMPIRE | Nomin {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang