"Aze, jangan lari-lari!"
Seakan tak mendengar, Azello tetap berlari masuk ke dalam rumah baru mereka. Mereka memang baru saja pindah rumah, lebih tepatnya juga pindah ke kota ini.
Pekerjaan Lola yang mengharuskan mereka berpindah karena baru beberapa hari lalu mendirikan sebuah butik yang akhirnya bisa terselesaikan. Tentu saja bukan dengan cara instan Lola bisa sampai ke tahap ini. Berbekal ilmunya dari sekolah tata busana dan tabungannya yang tak seberapa itu, dia benar-benar memulainya dari nol. Bahkan mengawalinya dengan menjadi penjahit dengan membuka lapak di kontrakannya sendiri.
Rumah minimalis dua lantai ini cukup sederhana tapi cukup untuk dihuni Azello dan Lola.
"Gimana? Kamu suka sama rumahnya?"
"Suka, Bun."
"Syukurlah. Aze, habis ini Bunda mau pergi ke butik, kamu mau ikut?"
"Nggak, Aze mau di rumah aja."
Azello berbaring di karpet, dia berguling-guling tidak jelas. Bundanya sudah pergi ke butik beberapa saat lalu.
Berdiri dari kegiatan gabutnya, Azello akhirnya memilih keluar rumah. Bukannya menelusuri rumah barunya, dia malah berkeliling komplek ini. Walaupun tidak tahu jalan, namanya Azello pasti nekat. Toh kalaupun tersasar, dia bisa bertanya atau memanfaatkan teknologi zaman sekarang dengan menggunakan aplikasi penunjuk jalan.
Jalanan di sekitar sini cukup sepi, padahal sekarang sudah sore hari.
Bugh Bugh Bugh
Langkah kakinya terhenti karena mendengar suara seperti orang tengah baku hantam.
Rasa penasaran yang tinggi membuat Azello mendekat ke asal suara. Di tengah taman, dia melihat tiga orang pria berpakaian preman tengah memukuli seorang pria yang sepertinya sudah tak berdaya.
Tentu saja hati nurani Azello tergerak untuk menolong. Disini tak ada orang selain dirinya, jadi mau tak mau dia hanya bisa mengandalkan diri sendiri.
"Woy kalian! Beraninya keroyokan, dasar cupu!"
Sejenak ketiga pria itu berhenti, "tidak perlu ikut campur kamu bocah! Ini urusan orang dewasa," kata pria yang sepertinya pemimpin dua orang lainnya.
"Sini kalau berani lawan gue, emang dia punya hutang berapa? Sini gue talangin dulu," kata Azello, hipotesisnya berkata jika pria yang dikeroyok ini memiliki hutang dan tak punya uang untuk membayar, jadi dia dikeroyok seperti ini.
Azello merogoh sakunya, tapi dia hanya mendapatkan uang lima ribuan yang sudah kusut, bahkan tokoh dalam uang itu sudah digambari tanduk.
"Gue punyanya ini, cukup nggak?" kata Azello menyengir polos.
"Jangan sok tau bocah, lebih baik pergi atau mau babak belur seperti dia?"
"Yaudah kita one by one, sini maju."
Tiga orang pria itu tentu saja tak bisa membiarkan harga diri mereka terluka karena bocah itu.
Azello mengambil kuda-kuda, dia menyerang dan menangkis lawan.
"Makanya jangan sok-sok an Om, badan doang gede, tapi otot hello kitty."
Satu orang sudah tumbang dengan hanya beberapa pukulan dan tendangan saja. Dua orang yang lain dibuat melongo.
"Ayo sini maju kalian berdua, gue nggak takut!"
Azello menangkis serangan-serangan yang tertuju padanya. Dia berusaha menyerang titik lemah mereka, tapi yang namanya dua lawan satu jelas lebih ungguh mereka. Karena kesal, Azello menyerang bagian masa depan salah satu dari mereka.
Pria itu langsung berguling di atas tanah dengan memegang itunya.
"Sialan kau bocah!"
Azello yang sudah sedikit tak fokus mendapatkan pukulan di pipinya.
Tentu saja dia marah ketika wajah tampannya kena pukul dan menyerang pria itu dengan membabi buta.
Jadilah ketiga pria itu tumbang.
Duagh
"Arghh!! Sial!"
Azello menendang pria itu sebagai sentuhan terakhir.
"Nggak sia-sia gue berguru di perguruan silat gunung botak," gumamnya memandang puas lawannya. Dia mengusap sudut bibirnya yang berdarah. Teringat sesuatu, Azello menatap pria yang ditolongnya.
"Dia Om-Om atau abang-abang ya?"
"Ah bodo lah, Om- bang bangun!"
Laki-laki itu sepertinya masih setengah sadar.
Akhirnya Azello memutuskan untuk memesan taksi online untuk membawa pria ini ke rumah sakit. Jika pria ini mati, dia tidak mau jadi saksi dan ikut andil dalam urusan pengadilan yang merepotkan.
"Kasian banget, utangnya mesti banyak sampe dikeroyok dept collector."
Azello merogoh saku pria ini.
"Ahhh...shh"
"Malah ngedesah, eh apa sakit? Maaf Om–eh Bang."
Dia menemukan sebuah dompet.
"Pantesan nggak ada uang sama sekali," gumam Azello, dia hanya menemukan kartu identitas, SIM, beberapa kartu debit dan beberapa kartu berwarna hitam. Siapa tahu juga identitasnya bisa berguna nanti saat akan membawa orang ini ke rumah sakit.
"Namanya Asher Elliot del L, ribet amat namanya."
Dia terpaku kala laki-laki yang ditolongnya malah mencekal tangannya.
"Iya-iya maaf, nggak bakal gue ambil kok." Azello meringis saat merasakan tangan pria ini panas, mungkin dia demam.
"Te-terimakasih."
Lalu pria itu pingsan.
"Kalau gue colong kartu itemnya, marah nggak ya?" gumam Azello. Karena sebelumnya dia belum pernah melihat kartu ini, lumayan kan bisa dijadikan koleksi.
04/11/23
KAMU SEDANG MEMBACA
AZELLO [END]
Novela Juvenil"Woy, Kuning!" Duagh "Manggil gitu lagi, gue galiin kubur lo!" Pemuda bar-bar bernama Azello itu sungguh tak bisa diajak bercanda. Senggol sedikit langsung bacok. Tapi itu candaan yang menyebalkan, enak saja rambutnya ini blonde you know! Bukan kuni...