Sebulan setelah kejadian itu, Azello lebih banyak diam. Dia yang sudah sembuh dan menjalani harinya seperti biasa. Sepulang sekolah Azello hanya mendekam di kamar. Jika ditanya hanya menjawab seadanya. Kadang juga Azello melamun sambil bersandar pada Leon, singanya.
Hal itu membuat para saudaranya frustasi. Berbeda dengan Gillion yang malah semakin menyibukkan diri dengan pekerjaan. Pria kepala lima itu seperti tak punya muka untuk menemui bungsunya.
Azello yang akan kembali ke kamar menghentikan langkahnya karena mendengar Gillion dan Dariel berbicara.
"Jika Papa terus seperti ini, Azello akan semakin sedih."
"Papa tak punya muka menemui adikmu. Sejak kejadian itu Papa merasa sangat bersalah, juga dengan Lola. Ibu Azello, Papa jadi teringat lagi. Mungkin jika Papa tidak menemuinya saat itu, Azello pasti masih bersama Lola dan jika Papa tidak egois. Azello tak akan mengalami semua hal buruk ini bersama kita."
"Papa penyebab ibu Azello meninggal."
Azello mematung, apalagi ini yang dia dengar?
Jadi waktu itu bundanya kecelakaan karena papanya?!
Air matanya mengalir bak air terjun. Dia menutup mulutnya agar suara tangisnya tak terdengar.
Kecewa? Tentu saja!
Marah? Siapa yang tidak akan marah jika mengalami hal ini?
Lelaki berusia 14 tahun itu berlari keluar menuju kamarnya.
"Hiks Aze nggak nyangka... bunda... Maafin Aze nggak bisa jagain bunda. Aze anak durhaka. Papa juga kenapa ngelakuin itu... " Azello tak kuat mendengar pembicaraan yang akan terjadi selanjutnya.
Kejadian kemarin saja masih terngiang-ngiang di kepalanya. Tentang bisikan Luna yang menyebutnya anak haram yang tak berguna. Lalu memori masa lampau tentang hujatan orang lain yang selalu tertuju pada dia dan Lola.
Pikiran Azello berandai-andai. Bagaimana jika dia tak pernah lahir? Pasti Lola tak akan menderita.
Kenapa? Kenapa orang-orang selalu kejam padanya?
Padahal ia hanya ingin hidup damai dan bahagia seperti anak-anak lain.
Ngok ngok
Azello menunduk ke bawah. Sob bersandar di kakinya. Memang hewan kesayangannya itu dia bawa kemari tadi tanpa sepengetahuan yang lain.
"Sob, kenapa banyak orang jahat disini?"
Sob mengepakkan sayapnya.
"Apa Aze pergi aja ya?"
Azello mengusap air matanya dengan lengan kanannya.
***
Pagi-pagi sekali, Azello berhasil keluar dari mansion. Dengan atasan jaket berwarna putih dan bawahan jeans denim, serta topi bertelinga singa, Azello berjalan menelusuri jalan.
Sengaja Azello tak membawa ponselnya, karena curiga disana terdapat alat pelacak. Ia juga membawa sebuah ransel yang terlihat sangat mencolok dengan karakter beruang, karena hanya tas itu yang dia lihat tadi. Entah siapa yang membelinya. Tas itu berisi beberapa setelan baju dan tentu saja yang paling penting uang.
Azello memilih untuk pergi, dia kecewa, bingung dan sedih dengan situasi ini. Azello ingin mendengar penjelasan tentang perkataan Gillion yang berkata bahwa pria itulah yang pembunuh bundanya, tapi Azello terlalu takut, siapa yang tidak terkejut jika papa kandungnya berkata jika pria itu yang membuat bundanya meninggal?
Matanya bahkan sampai sembab menangis semalaman.
Ngok ngok
"Diem dulu Sob, jangan berisik."
KAMU SEDANG MEMBACA
AZELLO [END]
Dla nastolatków"Woy, Kuning!" Duagh "Manggil gitu lagi, gue galiin kubur lo!" Pemuda bar-bar bernama Azello itu sungguh tak bisa diajak bercanda. Senggol sedikit langsung bacok. Tapi itu candaan yang menyebalkan, enak saja rambutnya ini blonde you know! Bukan kuni...