AZ || TWO

52.3K 4.1K 42
                                    

"Bunda..." panggil Azello saat memasuki rumah. Namun nihil, tidak ada keberadaan sang bunda.

Lalu dia ingat jika hari ini Lola masih ada di butik.

Remaja 13 tahun itu menghela nafas. Jujur saja, dia kesepian karena sejak dulu Lola memang lebih menghabiskan waktunya untuk bekerja. Itu semua untuk mencukupi kebutuhan mereka. Walaupun Azello sudah terbiasa, tapi tetap saja rasa sedih kerap kali menghampirinya. Jika saja Azello punya ayah, mungkin bundanya tak akan bekerja sekeras ini dan mereka bisa menghabiskan waktu bersama lebih banyak.

Mendadak Azello teringat saat dulu bertanya mengenai keberadaan ayahnya. Teman-temannya semua memiliki ayah, tapi kenapa dirinya tidak? Tiap kali menanyakan tentang ayahnya, Lola menjawab jika ayahnya sibuk bekerja, lalu semakin lama Azello tahu jika dia tak mempunyai ayah, sama seperti perkataan teman-temannya yang suka mengejeknya dulu.

Azello hanya bisa berandai-andai, nyatanya fakta menamparnya.

"Kenapa gue jadi mikirin itu lagi sih?!" kesalnya mengusap wajah dengan kasar.

Dia membanting tubuhnya di sofa, tak lama kemudian ia tertidur.

"Aze, bangun ayo sekolah."

Azello mengucek-ngucek matanya.

"Semalem Bunda pulang jam berapa?"

"Jam 9, Bunda harus nyelesaiin baju buat nikahan klien Bunda."

Azello mengangguk paham, bukannya bangun. Dia malah menempatkan kepalanya di paha Lola. Jika sudah begini, Lola paham kalau anaknya rindu dengan dirinya. Wanita itu mengelus surai blonde sang anak.

"Ayo mandi, Bunda udah siapin sandwich kesukaan kamu."

"Sepuluh menit lagi Bunda."

Akhirnya Azello beranjak dan berjalan dengan malas ke kamar mandi.

Akibat terlalu lama di kamar mandi karena sangat mengantuk. Azello berakhir terlambat lagi.

Memutar otak, Azello berjalan ke tembok belakang sekolah. Siapa tahu disana ada jalan.

"Tinggi juga temboknya," keluh Azello menatap tembok setinggi 3 meter itu. Untung saja ada pohon disana, jadi dia ada pijakan sebelum bisa melalui tembok.

"Huh selamet, untung gue nggak gagar otak." Dia mengelus dadanya.

"Apa yang selamat?"

Azello terlonjak, di sampai mundur beberapa langkah ke belakang. Dia lihat kakinya menapak tanah, berarti bukan makhluk halus.

"Ngangetin aja!"

Sepertinya orang di depannya ini adalah kakak kelasnya, dilihat dari tanda yang ada di lengan kiri seragamnya. Karena memang setiap tingkatan terdapat tanda khusus. Itu yang dia tahu dari Deon kemarin.

"Ikut."

"Nggak mau!"

Sebentar, sepertinya dia ingat siapa kakak kelasnya ini. Dia adalah ketua Osis sekaligus ketua geng apa itu dia lupa, geng kwek-kwek? Namanya Keegan.

Tak ingin berbasa-basi, Keegan menarik kerah belakang Azello membuat anak itu memekik.

Azello hanya bisa pasrah, dia malah ribut. Apalagi ekspresi Keegan seperti akan memangsanya hidup-hidup. Tapi tetap saja dalam hati tak terima. Enak saja ia diperlakukan secara tidak hormat begini, memangnya dia kucing apa?!

"Karena lo udah terlambat, lari sama mereka. Plus 2 putaran."

"Nggak bisa gitu dong!"

"Kenapa? Nggak sanggup?"

AZELLO [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang