Extra Part 1

3.1K 151 8
                                    

Berbulan-bulan berlalu, seorang wanita dengan mata terpejam kini menggeliat terganggu kala cahaya matahari merasuk dari luar kaca jendela.

Tok, tok, tok.

"Masuk, engga dikunci kok, " ucapnya seraya mengumpulkan nyawa.

"Pagi sayang, umi buatin mie ayam buat kamu. Katanya kemarin kamu ngidam mie ayam kan, ini umi buatin, " ucap wanita paruh baya itu.

Dengan mata yang masih setengah terpejam, Alea terus mencoba menetralkan netra matanya. Dengan berbinar, Alea menatap mie ayam itu, kuah kaldu yang sangat kental, dan tentunya aroma khas yang menyeruak di indra penciumannya.

"Masyaallah, makasih ummi! " ucapnya kegirangan.

"Sama-sama sayang, apasih yang engga untuk calon cucu ummi. Maaf ya, dimasa kehamilanmu yang seharusnya ada suami yang mendampingi, sekarang hanya ummi dan abi saja yang bisa mendampingi, " ucapnya sendu.

Tangan kanan yang semula sibuk mengaduk kecap dimangkuk, kini beralih mengelus pelan surai rambut milik Alea. "Ummi masih yakin nduk, kalau Azzam bakal kembali. Dan ummi yakin, anak ummi disana baik-baik saja. Kamu jangan sedih terus ya, jangan nangis terus, do'akan Azzam saja ya. Semoga feeling seorang ibu tidak meleset. " ummi Ratih segera memeluk erat tubuh menantunya itu.

"Alea juga yakin ummi, mas Azzam pasti baik-baik saja. Mas Azzam bukan orang yang lemah, dia pasti kembali. Semoga memasuki kehamilan Alea yang ketiga bulan ini, mas Azzam segera kembali, " ucapnya dengan deraian air mata yang sudah mengalir, membanjiri pipi chubby nya.

"Aduh, jangan nangis dong. Massa anak perempuan ummi yang cantik ini nangis, nanti cantiknya hilang, trus kalau Azzam pulang liat ini, bisa kena marah ummi nanti. Udah ya, jangan nangis, " guraunya.

"Ahaha, iya ummi. Alea boleh makan ngga nih? " tanyanya bercanda.

"Tentu boleh dong, ummi masakin ini buat putri kesayangan ummi. Ummi suapin atau makan sendiri? "

"Suapin ummi, " sahutnya dengan nada layaknya anak kecil meminta jajan.

Satu suapan hingga lima suapan berhasil Alea telan tanpa gangguan, akan tetapi suapan berikutnya, tiba-tiba perutnya terasa sangat mual. Ia terus menahannya, ia tak mau jika sang ummi kecewa, karna memuntahkan makanan yang beliau buat.

Alea menahannya sebisa mungkin, namun pertahanannya runtuh. Ia berlari menuju wastafel, memuntahkan semua makanan dan cairan bening.

Huek!

Umi Ratih panik, ia memijat pelan tengkuk leher milik Alea. Melihat kejadian ini, membuat dirinya teringat masa-masa dimana ia sedang mengandung anak pertamanya, yang tak lain adalah gus Erka.

"Muntahin semua ya, habis itu kita olahraga. Biar dedek bayinya juga sehat, " ucapnya lembut.

Alea mengangguk menyetujui. Tak berselang lama, acara makan-pun selesai, dan dilanjutkan dengan ritual mandi.

Seusai mandi, Alea segera menuruni satu per satu anak tangga. Untuk hari ini, ia sangat ingin memakai gamis yang dimenjadi favorit suaminya dulu. Gamis navy polos dipadukan dengan hijab hitam, tak lupa dengan cadar yang melekat diwajahnya.

"Pagi abi, " sapanya.

"Pagi juga putri abi, gimana ada yang sakit? "

"Ngga ada bi. Oh ya, ummi mana bi? "

"Itu lagi dikamar, katanya mau jalan-jalan sama kamu, "

Tak lama setelah itu, ummi Ratih keluar dari bilik kamarnya. Seperti biasa ummi Ratih hanya memakai gamis yang senada dengan hijabnya.

"Malah ngobrol terus, ayo jalan-jalan. Ibu hamil harus banyak gerak, " sambar ummi Ratih.

Alea dan ummi Ratih pun segera berpamitan dengan kyai Hasim. Tujuan mereka hanya berjalan-jalan keliling asrama santriwati saja, sekalian untuk pengecekan saja, adakah santri yang bolos atau tidak.

Baru lima belas menit berjalan, ummi Ratih sudah mengeluh lelah. Sedangkan Alea, terkekeh kecil melihat itu, harusnya kan dia yang mengeluh lelah, hahaha ummi, ummi.

"Ummi capek nduk, kita istirahat dulu ya, "

"Siap ummiku sayang, "

Dan akhirnya mereka memutuskan untuk duduk dibawah pohon yang rindang, dekat dengan perbatasan antara asrama putra dengan asrama putri.

Saat keheningan menyeru diantara merek, Alea semakin teringat kejadian saat dirinya diberi air mineral oleh gus Azzam. Yang mana waktu itu, ia sedang terkena hukuman gus Erka. Ah, wisata masa lalu.

Tangan yang semula diam, kini mengelus pelan perutnya yang sudah agak membuncit, akibat anak kembar yang berada dirahimnya. "Sayang, umma kangen abi kalian. Tapi, pas keinget kalian, rasa rindu umma udah terbalaskan. Sehat slalu ya dirahim umma, bantu umma bangkit, "  batinnya menahan sesak didalam dadanya.

"Ummi udah ngga capek lagi, ayo kita lanjutin jalannya! " serunya bermakna semangat.

"Siap ummi, sekarang kita jalan ke kanan apa kekiri dulu, katanya sambil ngecek santriwati, "

"Emm, kekanan dulu aja deh. Sama ummi juga mau ngecek ujian kelulusan untuk jadi ustadzah, kamu ngga kangen Syafa sama Atika? "

"Kangen banget ummi, udah dua minggu mereka sibuk sama ujian. Sedangkan Alea malah sibuk muntah-muntah, " ucapnya seraya tertawa pelan.

Ummi Ratih tersenyum senang, akhirnya putrinya ini tidak lagi berlarut pada kesedihannya. Mungkin hal itu sudah bisa dibilang hilang, saat mereka mengetahui bahwa Alea sedang hamil, dan anak kembar pula.

"Yaudah, ayo! "

Mereka pun berjalan lagi, saat sudah sampai disisi ruangan ujian. Alea dan ummi Ratih masuk kedalam sana, tak lupa mereka mengucapkan salam terlebih dahulu.

"Assalamu'alaikum, " ucap mereka serempak.

Ustadzah Aqila yang notabenya menjadi pengawas, seketika berdiri dan membalas salam itu.

"Boleh ummi bawa sebentar si Syafa sama Atika? " tanyanya.

"Tentu boleh um, silahkan, "

Ummi Ratih mengangguk, lalu mengisyaratkan kedua gadis disana untuk mengikuti arah jalannya, begitupun dengan Alea.

Mereka berjalan keluar, hingga sampai didekat pohon mangga. Syafa dan Atika tentu saja bingun, begitu juga dengan Alea. Apa yang dilakukan ummi ini?.

"Ummi, ngapain kita kesini? " tanya Alea.

"Bentar ya sayang, ummi mau bicara sama Syafa dan Atika dulu, "

Alea hanya mengangguk, dengan netra matanya. Ia melihat ketiga wanita itu pergi menjauh sedikit dari dirinya, ia pun tidak berpikir aneh-aneh. Mungkin saja memang ada hal yang bersangkutan dengan Syafa dan Atika, dan mungkin memang diharuskan untuk dibicarakan enam mata.

"Syafa, Atika, ummi minta tolong buat nemenin Alea ya. Ummi ngga mau lihat dia nangis lagi, dan ummi ngga mau liat wajah murung dia lagi, apalagi tidak nafsu makan. Ummi tau, itu karna kematian Azzam. Dan untuk itulah, ummi minta tolong buat kalian nemenin Alea, biar dia happy lagi. Juga, kalau dia tanya 'apa gus Azzam kembali lagi? ' kalian jawab gini aja 'insyaaallah, kita percaya kok gus Azzam bakal kembali lagi, sekarang dia lagi ada dihati kamu'. Begitu saja ya? Mau kalian bantu ummi? " jelasnya panjang lebar.

"Baik ummi, kita bakal bantu. Kita juga sedih kalau liat ning Alea mukanya pucat, sembab, setiap keluar dari ndalem, " ucap Syafa.

"Iya um, apalagi ning Alea udah jadi sahabat kita selama ini, " sahut Atika.

Ummi Ratih tersenyum hangat, ia mengangguk pelan. Ia berharap setelah ini putri kesayangannya itu tak lagi keluar kamar dengan mata yang sembab. Bukan semata-mata untuk kandungannya, akan tetapi hati ibu mana yang tidak sesak melihat anaknnya dalam keadaan seperti itu. Terlebih lagi, hati Sania, yang notabenya bunda Alea.

"San, makasih udah mau percaya sama aku. Aku bakal jaga anak kamu disini, dan makasih udah bolehin untuk Alea tinggal disini. Walaupun setelah melahirkan nanti, putriku akan kembali ketanganmu, " batinnya.

Di Atas Sajadah  || END [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang