Yang sebenarnya terjadi (49).

2.4K 136 15
                                    

Walaupun ngga sesuai taget, tapi aku ttp up, makasih buat yg udah spam komen..

Sebelumnya doain aku biar cepet selesaiin cerita ini, awalnya mau sampe 40-an. Ngga nyangka bisa sampe mau 50-an. Berharap ga sampe 60-an:(

Happy Reading All!!
»»--⍟--««

Tak lama setelah mengetahui masalah masing-masing, terdengar suara mobil sport diluar, siapa lagi jika bukan Ilham dan Kyai Hasim.

Ilham dan Kyai Hasim bergegas masuk kedalam markas putranya. Saat hendak duduk, dirinya terpaku sesaat kala melihat wajah Ardyan ditambah dengan luka pukulan yang tercetak jelas diwajahnya.

"Ardyan..? "

"Masih ingat saya om? Anak dari lelaki yang kau bunuh enam belas tahun lalu? " ucapnya serta menaikkan satu alis miliknya.

Kyai Hasim diam berdiri tak berkutik, hingga akhirnya Ilham memapah Kyai Hasim untuk duduk disofa dekat dengan dirinya.

"Abi " panggil gus Azzam.

Kyai Hasim yang mengerti pun hanya mengangguk, sudah saatnya kesalah pahaman ini dituntaskan dengan segera.

"Abi mengerti, akan abi jelaskan " sahutnya seraya menatap lekat manik mata putra bungsunya itu.

Flashback on

Seorang pria yang hampir berkepala empat kini sedang mengendarai mobil dengan mengajak putra kecilnya.

Saat sudah sampai ditujuan, Azzam kecil langsung berlari menuju kedalam rumah itu, mencari seseorang yang tak lain adalah Ardyan yang ia anggap abangnya.

"Kalian main diteras belakang ya " ucap laki-laki itu, yang tak lain adalah Hidan, ayah Ardyan.

Ardyan kecil dan Azzam kecil dengan polosnya hanya mengangguk, lalu berlari kecil menuju teras yang dimaksud Hidan.

Saat sudah tak lagi melihat punggung kecil anak anak itu, Hidan dan Hasim langsung duduk dikursi yang berada diteras depan itu.

"Apa kau masih marah Hasim? " tanya Hidan dengan lembut.

"Aku sama sekali tidak marah, jika kau berkata jujur! Untuk apa kau mengkorupsi keuangan perusahaanku, Hidan Bagaskara! " tegasnya.

"Aku tidak mengkorupsi uang itu Hasim, semua itu fitnah. Pelakunya itu bukan aku, melainkan pak Rafahmi! Ayah Nadira dan Bella! "

"Jangan menuduh jika tidak ada buktinya! Mana buktinya jika Fahmi telah mengkorupsi. Sedangkan dalam bukti sebelumnya itu kau yang terdakwa Hidan "

"Apa aku harus mempertaruhkan nyawaku agar kamu percaya, Hisam? Jika memang iya, ambillah pistol ini, ambil "

Dengan cepat Hidan memberikan pistol itu ketangan Hasim, karna tak ada respon dia terus memaksa agar tangan Hasim dapat memegangnya.

"Ayo, tembak aku Hasim. Bunuhlah sahabat bodohmu ini, agar dosaku kepadamu terbalas dengan taruhan nyawaku "

Hasim diam tak berkutik, dirinya masih tercengang. Apa ini? Membunuh? Tidak! Seburuknya apapun Hidan, dia tetap sahabat karipnya, Hidan jugalah yang telah menemaninya sampai sukses. Lima belas tahun untuk bersahabat, itu bukanlah waktu yang sebentar.

Di Atas Sajadah  || END [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang