Extra Part 2

3.5K 147 11
                                    

Alea kini tengah berada dipinggir laut, ia menaburkan sedikit bunga diatas air laut yang menerjang hebat saat ini. Laut ini menjadi saksi, dimana gelombang airnya menelan dan merebut seorang laki-laki yang ia cintai.

Laut ini juga menjadi saksi bisu kenangan bersama gus Azzam, dimana ia yang berlarian kesana kemari dan gus Azzam yang mengejarnya tanpa kewalahan. Senyumnya yang merekah lebar saat itu, membuat hatinya tenang. Kecupannya saat itu, mampu menghangatkan setiap perjalanan hidup.

Namun, sayangnya, hal itu tetaplah menjadi kenangan masa lalu yang tak akan pernah bisa diulang. Mungkin bisa jika memiliki pintu ajaib doraemon.

"Laut, jaga dia, sayangi dia, kasihi dia, dan buatlah dia bahagia. Aku merindukannya. " tatapan yang semula menatap air yang berwarna putih biru itu. Kini mendongak keatas menatap sang langit yang dipenuhi oleh awan-awan.

"Sayang? " lirih laki-laki itu.

Dengan mata yang sembab dan pipi yang telah telihat tirus, Alea menatap bahagia laki-laki yang berada disampingnya. "Mas Azzam? " ucapnya bergetar.

Laki-laki itu mengangguk, ia mengulurkan tangannya seakan ingin tubuh Alea masuk dalam pelukan hangatnya itu.

Alea yang mengerti langsung ambruk dalam pelukan itu, pelukan yang telah lama tak ia dapat, pelukan yang sangat ia rindui, dan pelukan yang slalu menjadi favoritnya setiap saat. "Ayo balik mas, aku ngga bisa kalau ngga ada kamu. Kamu tau? Aku hamil anak kembar, sesuai keinginanmu dulu mas. Kamu ngga kangen aku? Kamu ngga mau nemenin aku lahiran nanti? Kamu ngga mau adzanin anak-anak kita nanti? " ucapnya bertubi-tubi disertai dengan cairan deras yang terus mengalir dari matanya.

"Aku ingin sayang, tapi takdir yang tak menginginkannya. Aku slalu ada disisi kamu, aku slalu melihatmu dari kejauhan, dan kamu harus ingat. Bahwa aku tidak akan pernah meninggalkan perempuan yang amat aku cintai. Jaga kandunganmu ya, maaf aku belum bisa berada disampingmu. Aku slalu mencintaimu, slalu! " ucapnya seraya memberi kecupan singkat pada dahi Alea.

Perlahan pelukan itu melepas, dan bayangan laki-laki itu semakin memudar. Tak hanya itu, tangisan yang semula mulai mereda, kini semakin deras. Jeritan pilu menyertai adegan itu.

"Aku pamit, jaga diri kamu. Assalamu'alaikum ya Zaujatiku, "

Dengan napas yang tersenggal-senggal, Alea tetap berteriak tidak ingin ditinggalkan untuk kedua kalinya oleh laki-laki itu. Sungguh, ini menyakitkan.

"Pamit? Aku benci kata itu. Kau berbohong, Muhammad Azzam Muyassar! " teriaknya.

Tak lama setelah itu, tubuh kecil milik Alea terjatuh tak sadarkan diri.

"AAA, JANGAN PERGI!! " pekiknya.

Alea terbangun, matanya menelisik kearah penjuru ruangan. Dengan napas yang tak stabil, keringat yang membasahi keningnya, Alea kembali merasa ketakutan.

"Kenapa aku dikamar? Bukannya tadi dipantai. Dan, diaman mas Azzam! "

Mengingat kejadian dengan gus Azzam tadi, Alea segera turun dari atas ranjang, dengan terburu-buru ia keluar kamar. Disetiap langkah kakinya, ia slalu memanggil nama suaminya itu. "Mas Azzam! Mas! Kamu dimana? " itulah yang slalu Alea ucapkan hingga membangunkan semua orang yang berada didalam ndalem.

Gus Erka yang mendengar teriakan itu langsung keluar dari kamarnya. Suara Alea sangat menggelegar, dikarenakan kamarnya hanya bersampingan dengan kamar gus Azzam, yang notabenya sekarang menjadi kamar Alea.

"Astagfirullah, Alea hei! Jangan lari-lari begitu! " teriak gus Erka. Mau tak mau, gus Erka harus ikut berlari. Bayangkan saja, seorang ibu hamil yang kehamilannya sekarang sudah menginjak tujuh bulan, berlari-lari dan bahkan berteriak-teriak ditengah malam begini.

Saat sudah dapat menggapai lipatan kain gamis Alea. Gus Erka menarik kedua sisi dari gamis itu, hingga sang empu berhenti berlari.

"Astagfirullah, kamu ngapain malam-malam gini lari-lari Alea! " bukan gus Erka, melainkan umi Ratih dan kyai Hasim yang mengatakan hal itu.

"Umi, abi. Tadi Alea ketemu mas Azzam dipantai, tapi kok mas Azzamnya pergi um. Apa dia marah sama Lea ya um, tapi Lea-kan ngga punya salah apa-apa sama mas Azzam um, " ucapnya dengan raut wajah sedih.

"Erka, kamu panggil Rissa buat kesini ya. Biar nemenin Alea, umi ngga mau kejadian ini keulang lagi, " ucapnya dan mendapati anggukkan dari gus Erka.

Tak lama setelah menghilangnya bayangan punggung gus Erka. Umi Ratih dan kyai Hasim menuntun pelan Alea, untuk masuk dalam kamar.

Didalam kamar, umi Ratih tetap mencoba menanggapi dengan sabar perkataan Alea. Yang sangat ngelantur, tentunya tak masuk akal, mana ada seseorang yang telah wafat tapi masih bisa hidup. Ayolah, itu hanya mimpi Alea, dan kalau-pun benar pasti itu hanya cerita dongeng belaka.

"Iya sayang, Azzam slalu disisi kamu. Udah ya, sekarang kamu tidur, Erka udah umi suruh buat manggil Rissa. Biar kamu tidurnya ngga sendirian, oke? "

"Baik umi, tapi janji. Besok kita pergi ke pantai itu? "

"Iya sayang, umi janji. Udah ya sekarang tidur? Rissa juga udah datang, "

"Iya umi, "

Umi Ratih hanya membalasnya dengan anggukkan, tak lupa senyuman tulus yang slalu menghiasi wajahnya.

"Rissa, umi minta tolong buat nemenin Alea tidur malam ini ya, "

"Iya umi, dengan senang hati, "

"Makasih ya, umi, abi, sama Erka keluar dulu, "

"Iya umi, sama-sama, "

"Tidur yang nyenyak putri abi, " ucap kyai Hasim.

"Baik abi-ku sayang! "

Mendengar jawaban itu, tentu kyai Hasim tertawa pelan. Baru saja menantunya itu membuat panik satu ndalem, sekarang malah menjadi anak kecil yang menggemaskan dimata orang tua sepertinya.

Mereka-pun pergi keluar, dikamar itu hanya tersisa Alea dan Rissa. Wajah Rissa yang semula tersenyum lebar, kini menjadi sendu menyedihkan, kala melihat kondisi sahabatnya ini. Mereka memang hanya kenal enam bulan dikampus waktu itu, hanya saja waktu bukan menjadi alasan-kan untuk menjadikan seseorang seperti sahabat berharga dihidup kita.

"Lea, lo ngga papa kan? " tanya Rissa.

Dengan alis yang bertaut dan kening yang mengkerut keheranan, Alea langsung menggeleng beberapa kali. "Aku ngga papa kok Ris, emang aku kenapa? " monolognya.

"Alhamdulillah kalau ngga papa. Oh ya, gimana kalau kita tiduran sambil liat film? "

"Boleh, boleh! "

Kedua perempuan itu-pun menonton sebuah film yang berwaktu tiga jam lamanya. Baru sampai satu jam, Alea telah tertidur dengan nyenyak, berbeda dengan Rissa. Wanita itu masih saja menonton film itu dengan seksama, hingga film itu berakhir.

Setelah film berakhir, ia beranjak dari kasur menuju kamar mandi. Air dalam kran wastafel mengalir deras, ia mencuci wajahnya hingga bersih dan mengeringkannya dengan handuk yang ada.

Seusai itu, ia berjalan menuju balkon kamar. Dalam balkon kamar itu, ia terus saja terpikirkan dengan perkataan abbahnya ditelpon tadi.

Flashback on

"Abbah ngga mau ya Carissa. Kamu harus menikah dengan laki-laki yang abbah pilihkan, tiga bulan lagi pernikahan itu akan dilaksanakan, "

"Lho! Ngga bisa gitu lah, Rissa ngga mau dijodoh-jodohkan kek gini! Kalau abbah masih maksa, Rissa ngga akan segan-segan buat pergi dari pondok ini. Dan jangan harap Rissa bakal pulang, "

"Silahkan, toh semua atm kamu sudah abbah blokir. Abbah persilahkan kalau kamu mau kabur dan jadi gembel dijalanana sana, "

"Ck! "

Tanpa aba-aba lagi, Rissa mematikan telpon itu secara sepihak. Jujur saja, ia muak dengan percakapan ini, percakapan macam apa ini? Sangat pemaksa! Ia tak suka sifat abbahnya yang ini, sifat yang sangat memaksa! Sungguh menyebalkan.

Flashback off

Di Atas Sajadah  || END [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang