Rumah

36 8 0
                                    

Seorang gadis cantik berdiri di depan  sebuah rumah sederhana yang terletak di pinggir kota. Kakinya melangkah memasuki halaman dan membuka pintu rumah.

"Ibu?"

Wanita paruh baya dengan wajah yang mulai terlihat keriput tersebut menoleh, benang dan jarum di tangannya hampir terjatuh kala melihat putrinya yang sudah lama tak pulang.

"Ran'er, kau pulang, nak?" Dia menghampiri Xiao Ran dan memeluknya dengan erat, dan dibalas pula oleh gadis itu.

"Kejutan!" Sorak Xiao Ran.

"Di mana Kakak?" Tanyanya, seraya menatap sekitar, mencari orang yang dimaksud.

"Ah, kakakmu ada di halaman belakang, dia sedang menanam beberapa sayuran," jawab wanita yang bernama Ming Shu itu. Ia mengambil barang-barang yang ada di tangan Xiao Ran.

"Temuin kakakmu, dia pasti terkejut," ujarnya sembari terkekeh, kemudian berlalu pergi ke dalam kamar.

Xiao Ran berjalan menuju halaman belakang, tempat keluarganya biasa berkebun untuk sekedar menambah penghasilan. Setelah sampai, Xiao Ran tersenyum, ia berlari dan melompat ke punggung seorang pria yang sedang berjongkok itu, hingga membuat pria tersebut nyaris terjungkal. Ia mencium pipinya singkat.

"Kakak!" Teriak Xiao Ran tepat di telinga kakaknya.

Pria bernama Xiao Yuan itu berdiri, ia menatap adiknya secara intens, memastikan kalau dirinya sedang tidak berhalusinasi.

Sedangkan Xiao Ran sendiri sudah melompat-lompat sambil merentangkan tangannya.

"Ayo peluk aku!" Seru gadis itu.

Xiao Yuan memeluk sang adik. Ia menciumi puncak kepalanya dengan sayang.

"Mengapa tidak mengabari, hmm? Aku bisa menjemputmu," ucap Xiao Yuan setelah melepas pelukannya.

"Hehe.. aku sengaja mengambil cuti selama seminggu dan memberi kalian kejutan," jawabnya.

"Adik nakal. Duduklah di sana, ada beberapa apel yang baru dipanen. Kau suka apel, kan? Aku akan melanjutkan pekerjaan ini sedikit lagi," tutur pria berparas tampan itu.

"En." Xiao Ran mengangguk, kemudian duduk di salah satu kursi di bawah pohon rindang. Jari lentiknya mengambil satu apel paling merah yang dilihatnya, lalu memakan apel tersebut.

Saat sedang menikmati apel, tiba-tiba wajah Han Xi Fang terlintas di pikirannya. Ia menatap dua keranjang apel di sampingnya dengan wajah sendu, ia pikir, akan sangat bagus jika junjungannya bisa merasakan apel manis ini.

"Kakak!" Ia memanggil pria yang tak jauh darinya dengan lantang.

"Ya?!" Balasnya.

"Jangan memetik semua apelnya! Aku ingin membawa beberapa saat aku kembali!" Pinta Xiao Ran.

"Baiklah!" Sahut Xiao Yuan lagi.

Xiao Ran tersenyum senang. Ia duduk dan memakan apel dengan tenang, menggoyangkan kakinya yang tidak sampai di tanah seperti anak kecil.

Angin sejuk berhembus, menerpa wajah cantik Xiao Ran. Selang beberapa menit, akhirnya Xiao Yuan sudah selesai melakukan pekerjaannya. Dia duduk di sebelah gadis itu. Tangan kekarnya mengambil segelas air, lalu meneguknya hingga tandas.

"Cuaca belakangan ini cukup panas, aku harap tanaman itu bisa tumbuh dengan baik," kata pria berusia 24 tahun tersebut.

Xiao Ran tersenyum, ia menyenderkan kepalanya di bahu sang kakak dengan manja.

"Pasti tumbuh. Semua tanaman yang Kakak tanam akan hidup dengan subur," balasnya meyakinkan. Mendengar jawaban adiknya, Xiao Yuan tersenyum.

"Bagaimana dengan pekerjaanmu di istana? Apa ada yang mengganggumu?" Tanya Xiao Yuan, dan dibalas gelengan oleh sang adik.

"Tidak. Aku senang bekerja di istana. Sebenarnya aku tidak tega mengambil cuti dan meninggalkan pangeran pertama seorang diri. Namun, di sisi lain, aku juga merindukan kalian di sini," jawab gadis itu.

Mendengar penuturan adiknya mengenai sosok pangeran pertama yang selama ini memang diketahuinya lewat cerita ibunya, membuat Xiao Yuan sedikit penasaran.

"Bukankah pangeran pertama itu tidak bisa melihat? Lalu, bagaimana dia bisa berjalan dengan benar tanpa menabrak sesuatu? Apa dia orang yang suka memerintah seperti kebanyakan para pangeran?"

Xiao Ran menggeleng.

"Yang Mulia biasa berjalan menggunakan tongkat, di samping itu, dia juga sangat peka terhadap sekitar. Dia mampu bertarung hanya dengan mengandalkan pendengaran. Dia orang yang baik, jarang berbicara banyak, namun, sangat perhatian,"

Mendengar penjelasan Xiao Ran, Xiao Yuan hanya menganggukkan kepalanya. Ada rasa terkejut saat mengetahui jika pangeran pertama bisa bertarung hanya dengan mengandalkan pendengaran.

"Sangat hebat. Siapa namanya?" Xiao Yuan semakin penasaran.

"Han Xi Fang. Meskipun kaisar tidak benar-benar memperlakukan Yang Mulia dengan layak, akan tetapi dia tetap memberikan marga keluarga kekaisaran pada putranya," jawab gadis itu.

"Bukankah itu harus? Bagaimanapun juga, dia adalah darah daging kaisar." Pria itu ikut berkomentar.

Xiao Ran mengangkat bahunya pertanda dirinya tidak tahu.

"Entahlah,"

Begitulah percakapan mereka, membahas banyak hal setelah sekian lama tidak bertemu. Hingga mereka memutuskan untuk masuk ke dalam rumah.

~~~~~~

Di sebuah tempat pelatihan murid senior, tempat khusus untuk para murid yang memiliki kemapuan hebat dan tak tertandingi, tampak seorang pria berparas rupawan yang sedang memukul sasaran kayu dengan tenaga kuat, seolah menghajar orang yang dia benci.

Keringat membanjiri tubuh dan dahinya, menambah kesan maskulin di wajah tampan itu. Gerakan pukulan mematikan serta tendangan kuat dikerahkannya ke arah sasaran kayu hingga nyaris hancur.

"Mereka bersenang-senang setelah kematian Ibu!"

"IBLIS LICIK!!"

BRAK!!

Sasaran kayu tersebut hancur berkeping-keping setelah pria tampan itu berteriak meluapkan semua kemarahan di dalam hatinya. Rahang tegasnya menggertak marah, dengan nafas memburu dia berlalu pergi dan duduk di salah satu kursi. Tatapan tajam penuh dendam terlihat jelas di dalam matanya.

"Bagus, Yang Mulia, Anda semakin hebat," ujar seorang pria tua yang sedang berjalan menggunakan tongkat tersebut, dia menghampiri murid kesayangannya.

Melihat sang master mendekat, pria tersebut segera bangkit, lalu sedikit membungkuk untuk memberikan penghormatan.

"Selamat pagi, master," ucapnya.

"Hahaha.. ya, ya, selamat pagi juga. Nampaknya Anda harus mengganti sepuluh sasaran kayu di tempat pelatihan ini, Anda terlalu bersemangat hingga menghancurkan sebagian besar sasaran," kata pria tua yang kerap disapa 'Master Guo' tersebut disertai tawa, seraya mengelus janggut putih panjang di dagunya.

Mendengar perkataan Master Guo, membuat pria tampan itu menoleh ke arah beberapa tumpukan kayu yang telah hancur berkeping-keping.

"Maafkan saya, master. Saya akan segera menggantinya," ujarnya.

"Ya, sebaiknya seperti itu, Pangeran Han," ucap Master Guo tanpa terduga.

"Han Feng Juan,"

Pria yang bernama Han Feng Juan tersebut menatap sang master dengan tatapan tak bersahabat.

Menyadari bahwa muridnya merasa tidak senang dengan perkataannya, tangan keriputnya menepuk bahu tegap Han Feng Juan.

"Saya mengerti jika Anda tidak ingin mengingat semua itu. Berdamai lah dengan hatimu, kita mengetahui jika kehidupan istana tidak sebaik yang terlihat," tutur Master Guo menasehati.

"Ibumu sudah tenang di alam surga. Balas dendam tidak akan mengembalikan semuanya," sambungnya kemudian.

Painful Darkness Until The End Of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang