Keputusan

23 6 0
                                    

"Kak..."

"Salam hormat hamba, Yang Mulia."

Ucapan Han Xia Ming terpotong oleh sebuah suara. Ia menoleh ke arah pintu yang di sana telah berdiri seorang gadis pelayan. Dia membungkuk ke arahnya.

Han Xia Ming memasang wajah datar kala melihat wajah memuakkan gadis itu, kemudian menaruh mangkuk bubur di atas meja. Ia berjalan ke luar. Namun, sebelum sampai di pintu, langkahnya berhenti tepat di samping Xiao Ran.

"Jika bukan karena pangeran menolak makan, Bengong tidak akan pernah membiarkanmu menginjakkan kaki di sini."

Suara Han Xia Ming terdengar pelan menusuk, lalu pergi begitu saja.

"Awh.." gadis pelayan tersebut sedikit terhuyung ke samping setelah bahunya ditabrak dengan sengaja oleh putri ketiga.

Ia mengusap pelan bahu kanannya seraya menunduk. Sekarang ia benar-benar yakin jika putri ketiga tidak suka dan menaruh curiga pada dirinya.

"Xiao Ran?" Panggil Han Xi Fang dengan senyum sumringah saat mendengar suara merdu yang telah cukup lama tak didengar nya.

Gadis itu mengangkat kepalanya dan menatap seorang pria berpakaian serba putih sedang duduk bersandar di bahu ranjang. Ia tersenyum tipis saat melihat pria itu terlihat baik-baik saja. Hanya saja... tubuhnya semakin kurus seiring berjalannya waktu, ia khawatir jika penyakit Han Xi Fang semakin memburuk.

"Ya," sahutnya, kemudian berjalan dan duduk pada kursi di tepi ranjang.

"Kamu datang? Aku sempat mengira bahwa adikku melarang mu ke sini," kata Han Xi Fang. Dia mencari-cari tangan Xiao Ran dan menggenggamnya sembari tersenyum senang.

Setetes air mata gadis itu berhasil lolos, namun ia segera mengusapnya.

"Memang benar..." Batinnya.

"Tidak. Akhir-akhir ini aku memang sedang sibuk sehingga jarang datang ke mari," jawabnya beralasan.

"Jadi, mengapa aku sampai mendengar jika kamu menolak makan dari kemarin?" Tanyanya dengan nada marah.

"Aku tidak lapar, Ran'er."

"Jangan bohong," balas Xiao Ran.

"Sekarang aku tidak ingin mendengar penolakan. Makan dan minum obat mu." Ia mengambil mangkuk dan menyendok bubur, lalu mengarahkannya ke mulut pria itu. Akan tetapi Han Xi Fang malah memalingkan wajahnya.

"Taruh saja, Ran'er," Ujar Han Xi Fang. Sungguh ia sedang tidak berselera makan saat ini, meskipun jelas ia bisa merasakan betapa perihnya perutnya.

Gadis cantik itu menghela napas panjang. Ia seperti memberi makan seorang anak kecil yang baru bisa berlari. Sulit sekali.

"Apa kamu senang kalau aku sedih?" Tanyanya.

Han Xi Fang menoleh. Ia menggeleng cepat saat mendengar ucapan sang kekasih. Bagaimana bisa ia senang saat mengetahui jika Xiao Ran sedih? Itu adalah mimpi buruknya.

"Bohong. Kamu sangat sering membuatku sedih karena melihat tubuhmu yang semakin kurus setiap hari. Apa kamu tidak berfikir? Ada aku yang begitu mengharapkan kesembuhan mu. Pangeran juga putri pun sama," ujar Xiao Ran berusaha memberikan semangat pada Han Xi Fang. Entah mengapa belakangan ini dia sangat sulit makan, ada-ada saja alasan di setiap penolakannya. Bagaimana mau sembuh jika seperti ini?

"Kamu tidak mengerti."

"Apa yang aku tidak mengerti?" Tanyanya kebingungan.

"Batin yang tersiksa, tidak akan pernah terlihat oleh mata." Beberapa kata, tapi Xiao Ran tahu jelas arti dari kalimat yang dilontarkannya. Ia diam seribu bahasa.

"Kalian mengharapkan kesembuhan ku, tapi aku tahu itu mustahil. Tubuhku sudah rusak, Ran'er. Pasti tabib Mo telah memberitahu kalian," ucap Han Xi Fang dengan suara parau. Andaikan saja ia tidak menggunakan penutup mata, maka dapat dipastikan Xiao Ran bisa melihat setetes air matanya. Ia tahu, tahu semuanya. Nasibnya memang sial.

"Kamu melupakan sesuatu, Fang'er. Tabib Mo mengatakan ada sedikit kemungkinan untuk sembuh, kamu harus bahagia dan tidak boleh terlalu banyak berfikir atau sedih." Gadis itu tersenyum seraya menggenggam tangan dingin Han Xi Fang.

"Bagaimana aku bisa bahagia, sedangkan kamu jarang berada di sisiku. Di sini, bersamaku," kata pria itu.

"Masih ada putri ketiga dan pangeran keempat." Xiao Ran beralasan. Ia tidak tahu bagaimana caranya memberitahu Han Xi Fang kalau putri ketiga tidak menyukai keberadaannya di sisi kakaknya.

"Tidak. Han Xi Fang tidak boleh tahu masalah ini," batin Xiao Ran, cemas.

"Mereka tidak sama denganmu."

"Dan mereka tidak akan pernah bisa menyamai dirimu."

Kata itu dilontarkan oleh Han Xi Fang. Gadis itu tersenyum haru. Takdir begitu tidak adil untuk orang sebaik Han Xi Fang.

Dia tetap sempurna meski tak bisa melihat sekalipun. Sikap tenang dan penuh karisma. Dia tidak pernah dendam, tidak marah, ataupun menyalahkan takdir.

Sampai sekarang pun ia tidak tahu sebabnya. Entah karena terlalu sabar, atau hatinya telah mati terkikis rasa trauma.

Sudah 20 tahun ia mengenalnya, dan selama itu ia tidak pernah melihat Han Xi Fang marah. Meninggikan suara pun tidak. Hanya saja, dulu sebelum jatuh sakit parah, hatinya sedingin es. Untuk mengeluarkan segaris senyum tipis saja mustahil rasanya. Tapi sekarang berbeda, dia jauh lebih hangat.

"Tidak baik jika seorang pelayan terlalu dekat dengan junjungannya." Akhirnya ia bersuara.

Han Xi Fang mengerutkan alisnya.

"Apa maksudmu? Kamu adalah kekasihku," ujar pria itu.

"Nyatanya memang begitu. Tapi mereka tidak tahu," balas Xiao Ran.

"Dan jangan sampai mereka mengetahuinya. Ini rahasia kita, hmm?"

"Kamu menginginkan pengakuan? Aku akan melakukannya," ungkap Han Xi Fang secara tiba-tiba.

Xiao Ran terkejut dengan perkataan kekasihnya. Ia sama sekali tidak menginginkan pengakuan karena sadar dirinya hanyalah pelayan rendah untuk seorang pangeran seperti Han Xi Fang.

Ia juga tak bisa membayangkan ketika semua orang mengetahui identitasnya, alih-alih mendapatkan perlakuan khusus, yang ada ia akan mendapatkan cacian dan hinaan atas sikap lancangnya, juga dicap buruk karena telah menggoda Han Xi Fang.

"Tidak, ini hanya tentang kita berdua. Lagipula kalau semua orang tahu, aku bisa diusir dari sini. Kamu mau aku pergi?" Tanyanya, yang sontak mendapatkan gelengan kepala dari pria itu. Ia tersenyum, kemudian kembali mengaduk bubur yang mulai dingin itu dan mengarahkan sendok ke mulut Han Xi Fang.

"Ayo makan."

~~~~~~~~

"Baiklah."

Mata Han Xiao Yan berbinar saat satu kata itu keluar dari mulut Kaisar Han. Yeah! Akhirnya ia bisa mendapatkan tahta sebelum si bedebah itu kembali dan mengacaukan semua rencananya. Ia melirik ke samping tempat ibunya berdiri, dan dia tersenyum kegirangan.

"Benarkah, Ayah?!" Ujarnya semangat.

Kaisar Han mengerutkan keningnya ketika melihat semangat di wajah putranya. Aneh, bukankah tabib mengatakan jika dia sedang sakit? Tapi mengapa dia bersikap seperti orang yang sehat?

Melihat perubahan raut wajah kaisar, Han Xiao Yan mengutuk dirinya di dalam hati. Sedangkan Permaisuri Xin Jiawei menepuk dahinya saat melihat kelakuan bodoh sang putra.

"Betapa bodohnya kau, Han Xiao Yan!"

"A-ah, maksudku, apa Ayah yakin dengan keputusan ini?" Ia mengulangi ucapnya, namun kali ini dengan nada pelan sok lemah.

"En. Ayah rasa tidak ada orang yang lebih tepat selain kau untuk meneruskan kekaisaran. Tapi Ayah tidak bisa langsung turun tahta, Ayah hanya bisa memberimu gelar Putra Mahkota untuk sementara waktu sampai kau benar-benar siap menduduki kursi naga. Kau setuju?" Kata Kaisar Han setelah menimbang-nimbang keputusan.

Painful Darkness Until The End Of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang