Perasaan

31 5 0
                                    

Di sebuah kediaman sederhana, tampak seorang gadis cantik menggunakan hanfu sedang menyapu halaman. Ia berjongkok untuk mencabuti rumput dan menyirami bunga-bunga yang selalu menghiasi kediaman kecil junjungannya. Namun, di tengah aktivitasnya yang sedang menyirami tanaman, tiba-tiba sepasang tangan kekar seorang pria mengambil alih ember di tangannya, yang sontak membuat gadis itu menoleh ke samping.

"Sini, biar aku saja," ujar pria itu yang tak lain adalah Han Feng Juan dengan seragam pengawalnya. Ia menyiram satu per satu pot dengan telaten tanpa menghiraukan tatapan gadis pelayan tersebut.

"Tuan Yu, Anda tidak seharusnya melakukan ini. Kembalikan ember itu," ujar Xiao Ran seraya mengulurkan tangannya kepada Han Feng Juan/Yu Tian.

Han Feng Juan menoleh sebentar ke arah Xiao Ran sembari tersenyum, lalu kembali sibuk dengan kegiatannya.

"Tidak apa, aku hanya ingin membantu. Lagipula pangeran sedang tidak ada, jadi tidak ada gunanya aku berdiri di sana," balas pria tampan itu.

Mendengar penjelasannya, gadis itu mengangguk membenarkan. Benar juga, Han Xi Fang dalam masa pemulihan di kediaman putri ketiga. Sayangnya ia belum bisa menjenguknya karena pekerjaan ini belum selesai.

Xiao Ran memutuskan untuk mengambil pekerjaan lain, seperti mengepel lantai kayu usang itu agar senantiasa terawat. Namun, ketika tengah memeras kain, ia menjadi salah fokus dan menatap Yu Tian yang sedang menyirami tanaman.

Pria itu berjongkok menyamping, sehingga hanya sebagian wajahnya yang dapat ia lihat dari sisi kiri. Hidung mancung, alis rapi yang tebal, bibir tipis, serta rahang tegas menyatu membentuk wajah yang tampan. Bahkan, jika Xiao Ran melihat lebih teliti, wajah Yu Tian mirip dengan wajah Han Xi Fang. Yang membedakan hanyalah postur tubuh mereka berdua.

Yu Tian bertubuh tegap, gagah seperti seorang prajurit. Sedangkan Han Xi Fang lebih kurus karena sering sakit dan kekurangan gizi dari makanannya yang tak pernah lengkap atau dalam kondisi baik sedari kecil.

Merasa ditatap, Han Feng Juan pun menoleh pada Xiao Ran dan mendapati gadis itu tengah menatapnya. Ia mengangkat sebelah alisnya dengan raut bingung.

"Apa ada yang salah dengan wajahku?" Tanyanya sambil menunjuk pipinya.

Lamunan Xiao Ran buyar saat Yu Tian bertanya. Ia tersenyum dan menggeleng, kemudian melanjutkan pekerjaannya tanpa menjawab pertanyaan pria itu.

"Xiao Ran?"

"Tidak, bukan apa-apa. Hanya saja... wajahmu sedikit mirip dengan pangeran pertama." Akhirnya gadis itu menjawab, meskipun tanpa melihat lawan bicaranya.

Han Feng Juan cukup terkejut mendengar ucapan Xiao Ran. Ia meraba wajahnya. Namun, setelah dipikir-pikir lagi, ia dan Han Xi Fang memiliki ayah yang sama. Tapi apa memang semirip itu?

"Benarkah?"

Xiao Ran tak menatap Han Feng Juan yang sedari tadi mengajaknya bicara. Ia malu karena tertangkap basah sedang memperhatikan pria itu.

Han Feng Juan mendekati Xiao Ran dan duduk tak jauh dari tempatnya mengepel lantai. Ia menatap lekat wajah gadis cantik itu, terpana dalam pandangan pertama.

Sangat cantik. Xiao Ran bahkan jauh lebih sempurna dibanding Liu Jianxie. Ya, Liu Jianxie memang sangat cantik, sekaligus memenuhi kriterianya sebagai gadis idaman. Namun, Xiao Ran jauh lebih cantik daripada kekasihnya itu. Sikap, tatapan, wajah, lekuk tubuh, semuanya sempurna. Ia tidak akan membiarkan seorangpun bisa mendapatkan Xiao Ran selain dirinya.

"Ekhem.. tapi tentu saja aku jauh lebih tampan jika dibandingkan dengan pangeran pertama, kan?" Han Feng Juan berkata dengan percaya diri, seraya tersenyum lebar sehingga memperlihatkan gigi putihnya yang tersusun rapi.

Mendengar hal itu, Xiao Ran hanya bisa tersenyum tipis. Tidak. Tidak ada orang yang lebih sempurna dari Han Xi Fang. Semuanya. Karakter, tutur kata, sikap, paras, dan bagaimana dia memperlakukan orang-orang.

Han Xi Fang tidak angkuh, tidak kasar, dan tidak banyak bicara. Namun, ia tahu jika pria itu sebenarnya sangat perhatian.

Melihat gadis itu tersenyum, membuat Han Feng Juan semakin percaya kalau dirinya jauh lebih tampan dan sempurna dari si buta itu. Sudah jelas, tidak ada yang bisa menandingi pesona seorang Han Feng Juan.

"Xiao Ran," panggil pria itu, saat melihat Xiao Ran telah selesai dengan kegiatannya.

"Ya?" Jawabnya seraya menyimpan kain pel dan ember.

"Bagaimana caramu memperlakukan orang yang kau cintai?"

Gadis itu diam sejenak. Ia tersenyum tipis sambil membayangkan Han Xi Fang, membayangkan semua yang pernah mereka lalui bersama. Ia menghampiri Yu Tian dan duduk di sampingnya.

"Aku akan bicara banyak hal, menatapnya penuh cinta, membuatkannya makanan dan minuman." Ia menopang wajahnya dengan tangan kanan menghadap Han Feng Juan yang kini salah tingkah brutal. Pria itu tersenyum-senyum tidak jelas.

Jawaban itu membuatnya sangat yakin jika Xiao Ran juga menyukainya. Ia ingat, dulu Xiao Ran pernah mengantarkan minuman dan kue manis untuknya saat sedang berjaga di depan halaman. Hari itu panas sangat terik, mereka duduk bersama di bawah pohon dan dia menemaninya makan sambil menatapnya.

"Kalau begitu, aku..."

"Xiao Ran! Xiao Ran!"

Suara teriakan memotong ucapan Han Feng Juan. Di kejauhan terlihat seorang gadis berpakaian khas pelayan berlari mendatangi mereka.

Setelah sampai, gadis itu berhenti di samping Xiao Ran sembari mengatur napasnya.

"Xiao Ran, Yang Mulia Putri Ketiga memanggilmu. Putri mengatakan jika pangeran menolak makan sedari tadi," ucapnya.

Mendengar hal itu, wajah Xiao Ran berubah cemas, ia pun berdiri dan mengangguk, kemudian pergi dari sana bersama gadis tadi tanpa mengatakan sepatah kata pun pada Han Feng Juan yang diam menatap punggung sang gadis pujaan.

"Kau harus menjadi milikku."

~~~~~

"Kakak harus makan, hari sudah hampir siang," bujuk Han Xia Ming yang entah sudah yang ke berapa kalinya dengan tangan yang memegang sendok dan mangkuk berisi bubur.

Han Xi Fang menggeleng, kemudian memalingkan wajahnya. Meskipun kepalanya masih sedikit pusing, tapi ia sedang tidak nafsu makan saat ini.

"Kakak tidak ingin, Xia'er. Simpan saja," sahut Han Xi Fang dengan suara parau nya.

"Tapi Kakak harus minum obat. Kakak harus sembuh demi aku dan Liang Wu."

"Kalian begitu baik. Andaikan Ayah dan Ibu juga sebaik kalian, Kakak akan sangat senang," ujarnya, kemudian tersenyum tipis. Membayangkannya saja sudah sangat bahagia, bagaimana jika seandainya itu benar-benar terjadi.

Tangan kanan Han Xia Ming yang memegang sendok perlahan turun ketika mendengar ucapan Han Xi Fang. Jika sudah membahas ini, kakaknya pasti tersenyum. Tapi ia tahu senyuman itu tidak pernah benar-benar menggambarkan kesenangan, melainkan hanya untuk menutupi luka yang selama ini dirinya simpan.

Han Xi Fang tertawa pelan.

"Seekor lalat sepertiku memang tak pantas mendapatkan bunga. Hanya layak ada di tumpukan sampah."

Painful Darkness Until The End Of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang