Mendengar pertanyaan orang yang duduk di gerobaknya, membuat pemuda itu kembali menjawab, sembari tetap mengendalikan kuda di depan.
"Ya, kaisar sudah mendengarnya,"
"Lalu bagaimana?" Tanyanya kian penasaran.
"Tidak ada seseorang yang bisa dicurigai. Meskipun semua kediaman telah digeledah, mereka tetap tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan," lanjutnya.
Han Feng Juan mengerutkan keningnya heran, ia berfikir keras. Apakah memang se rapi itu? Sehingga mencari satu bukti saja terasa begitu sulit?
"Tidak mungkin semudah itu. Ini adalah kasus besar," ujarnya tak terima. Apa ayahnya tidak melakukan penyelidikan lebih jauh lagi? Dia hanya mengandalkan pembunuh bayaran yang entah kapan akan membuka mulutnya.
"Tapi itulah kenyataannya," sahut pemuda tersebut.
Beberapa menit setelahnya hanya ada keheningan, sementara gerobak terus berjalan menyusuri jalanan yang berbatu, menyebabkan adanya beberapa guncangan selama perjalanan.
Mata pria tampan itu menatap hutan belantara di hadapannya. Jika dipikirkan, daerah ini sangat rawan terjadi kejahatan dan kurang perhatian dari pihak penguasa. Mungkin kalau diperbaiki, jalan ini akan menjadi indah. Baiklah, ia akan memastikan di masa pemerintahannya, semua akses jalan dan tata kota akan jauh lebih baik daripada masa pemerintahan ayahnya.
Hutan yang semula berada di sisi kanan dan kiri mulai tak terlihat lagi, kini digantikan dengan beberapa rumah warga yang berjejer rapi. Gerobak berhenti tak jauh dari gerbang istana, Han Feng Juan mengucapkan terimakasih sebelum pemuda itu berlalu pergi.
Ia menginjakkan kaki di tanah kelahirannya. Di balik tingginya pintu gerbang, tempat di mana seharusnya ia dibesarkan. Tapi itu semua hanyalah mimpi belaka.
Han Feng Juan menarik nafas dalam-dalam, menghembuskan nya secara perlahan. Kemudian ia berjalan ke arah dua orang prajurit penjaga di gerbang utama.
"Selamat pagi. Saya adalah calon pengawal yang diutus langsung oleh Jendral Tang Zhou atas izin Yang Mulia Kaisar untuk bekerja di sini. Mohon untuk membuka gerbangnya," ucap Han Feng Juan dengan tenang. Meski kedua prajurit di hadapannya memasang wajah datar.
"Token tanda persetujuan?" Salah satu diantara mereka mengulurkan tangannya.
Ia merogoh saku dan mengeluarkan sebuah kayu berbentuk lingkaran, dihiasi beberapa pola rumit yang merupakan lambang Kekaisaran Han. Ia menyerahkannya.
"Kau boleh masuk." Pintu gerbang utama dibuka secara perlahan, membuat jantung Han Feng Juan berdegup kencang. Ada rasa rindu bercampur haru ketika ia melihat bangunan megah di hadapannya. Tempat yang seharusnya ia dibesarkan. Halaman luas nan indah terawat dan aktivitas para pelayan untuk membuat keadaan istana agar senantiasa terlihat sempurna.
Baru masuk beberapa langkah, Jendral Tang Zhou sudah menyambutnya. Tidak, bukan sambutan hangat seperti seseorang yang spesial. Dia hanya mendatanginya, dan menuntunnya untuk segera menghadap lalu mengambil seragam setelah mendapatkan persetujuan.
Mereka berdua berjalan bersama. Dengan Jendral Tang Zhou yang memimpin di depan, diikuti oleh Han Feng Juan.
Ia berjalan sembari menundukkan kepalanya, layaknya seorang bawahan yang berjalan di belakang seorang bangsawan berstatus tinggi.
"Ingat, jaga sikapmu. Jangan bertindak sebelum kakek memberi arahan. Kau mengerti?" Ujar pria paruh baya itu setengah berbisik.
"Baik," jawabnya patuh.
Di sepanjang perjalanan menuju ruang kerja kaisar. Banyak pelayan wanita maupun gadis memekik dan berteriak histeris saat melihat wajah rupawan Han Feng Juan yang berjalan menunduk, tapi tak menutupi ketampanannya.
"Apakah dia akan bekerja di sini?!"
"Aaaa..!! Tolong lihat aku! Matanya pasti begitu menawan!!"
"Aaaw..!! Dia milikku!! Jangan melihatnya!"
Mereka saling mendorong satu sama lain, memperebutkan seorang pria yang masih berjalan tanpa melihat ke arah mereka.
Han Feng Juan sendiri sebenarnya sudah sangat tak tahan ingin melihat satu per satu diantara gadis pelayan itu untuk menambah daftar calon selirnya.
Lihatlah, bahkan sebelum ia menunjukkan pesona wajahnya yang tampan rupawan, serta identitas aslinya, para gadis sudah memperebutkan dirinya. Ah, terlahir tampan memanglah merepotkan.
Terasa sayang sekali jika melewatkan mereka semua, pikirnya. Ia berusaha mati-matian agar tidak mendongakkan kepalanya dan melihat sekeliling hingga langkah Jendral Tang Zhou berhenti di sebuah ruangan mewah yang tertata rapi serta bersih. Lantai berkualitas dan bangunan yang kokoh, begitu menggambarkan sang pemilik.
Jendral Tang Zhou langsung masuk karena memang telah membuat janji, diikuti oleh Han Feng Juan.
Terlihat seorang pria berusia 45 tahun sedang duduk berhadapan dengan setumpuk gulungan dan dokumen laporan di atas mejanya. Fokus. Itulah kesan pertama saat melihatnya. Tangan dan matanya sibuk membaca dan memberi cap di setiap kertas tersebut.
"Salam Yang Mulia Kaisar. Semoga Yang Mulia berumur seribu tahun," ucap Jendral Tang Zhou sedikit membungkuk dengan kedua tangan disatukan di depan dada.
Diikuti oleh Han Feng Juan. Ia bersujud di lantai, karena bagaimanapun juga statusnya adalah yang paling rendah. Meski sebenarnya ia sangat tidak Sudi melakukan semua hal konyol ini, biarpun untuk ayahnya sendiri.
Kaisar Han sedikit melirik ke arah kedua orang yang berdiri tak jauh dari tempatnya duduk.
"Hmm.. jadi, dia yang akan menjadi pengawal kediaman kumuh itu?" Tanya Kaisar Han dengan nada acuh. Tangannya masih sibuk berkutat pada setumpuk pekerjaan di hadapannya.
"Benar, Yang Mulia. Bagaimana pendapat Yang Mulia?"
"Ya, langsung saja siapkan," jawabnya.
Han Feng Juan sedikit melirik ke arah sang ayah. Wajah yang begitu dirinya rindukan. Rahang, alis, dan mata. Begitu persis seperti miliknya. Ada rasa sesak bercampur bahagia yang timbul di hatinya, sehingga tak sadar bahwa matanya mengeluarkan setitik embun.
"Ayah.. putramu masih hidup..."
"Mereka menghabisi nyawa Ibu. Ayah..."
Ingin rasanya mengatakan hal itu secara langsung. Namun apa daya, untuk sekarang ia hanya bisa membatin dan berusaha membalas semuanya dengan rasa sakit yang lebih sakit dari yang pernah dirasakannya.
Menghancurkan mereka sedikit demi sedikit, dibumbui penyiksaan dan taburan ketakutan yang akan menghantui mereka. Hingga untuk tidur pun tidak akan terasa tenang.
Usai berpamitan, Jendral Tang Zhou mengajak Han Feng Juan untuk mengganti pakaiannya dengan seragam pengawal, membuatnya semakin terlihat gagah menggunakan setelan hanfu pria berwarna hitam, serta tambahan lapisan besi di bagian dada, dan satu tombak di tangannya.
Ia melihat penampilannya dari atas ke bawah di dalam cermin perunggu yang tampak sedikit buram. Hmm.. tidak buruk juga. Ketampanannya masih terlihat. Bagus-bagus.
"Pergilah ke belakang. Ketika kau melihat kediaman paling ujung yang terlihat kecil dan paling sederhana daripada kediaman lainnya, maka itulah kediaman Han Xi Fang." Jendral Tang Zhou memberikan petunjuk sejelas mungkin.
"Apakah memang seburuk itu? Ku kira Ayah masih memberikan sedikit belas kasihan,"
"Tidak. Ayahmu hanya menganggapnya sebuah kutukan yang paling buruk di sepanjang hidupnya. Lebih tepatnya adalah rasa benci," jawab Jendral Tang Zhou.
Ada kepuasan tersendiri begitu mengetahui jika ayahnya sangat membenci anaknya yang tidak bisa melihat itu. Seperti, bahagia mendengarnya hidup menderita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Painful Darkness Until The End Of Life
Fantasy"Anda tidak perlu bersusah-payah menyingkirkan saya untuk mendapatkan tahta. Saya tidak menginginkannya." Han Xi Fang. Pangeran Pertama Kekaisaran Han yang terlantar karena terlahir tunanetra (buta), membuatnya diacuhkan dan hidup tertindas. Menjadi...