'Cari putra kita, temukan dia. Han Feng Juan masih hidup.'
Tang Jia Ning...
Setelah membacanya, buru-buru Kaisar Han membuka pintu belakang yang berada tak jauh dari tempat surat itu tergeletak.
"Ning'er! Kau ada di sini?!" Teriaknya, seraya mencari kesana-kemari, berharap menemukan sosok mendiang istrinya. Tapi nihil. Tidak ada orang sama sekali.
Rasa kalut dan gelisah memenuhi hati dan pikiran Kaisar Han. Keringat dingin membasahi dahinya yang mulai menunjukkan kerutan, ditambah dengan desiran angin malam yang dingin, semakin menambah suasana ketakutan di hati pria paruh baya itu.
Ia menutup pintu dan duduk di kursinya semula. Namun matanya masih menatap surat yang ada di tangannya dan membacanya berulang-ulang, berusaha mempercayai fakta yang tak mungkin nyata ini.
"Putraku? Han Feng Juan.."
"Tidak mungkin... dia baru berusia lima bulan waktu itu," ujarnya ragu.
Kaisar Han termenung beberapa menit, antara percaya atau tidak. Memang benar, mayat putranya tidak pernah ditemukan meskipun telah dicari ke seluruh penjuru arah. Tapi apa mungkin? Rasanya ia masih tak percaya.
Ia menatap ke arah lukisan seorang wanita cantik mengenakan hanfu merah dan perhiasan emas lengkap, serta sulaman rumit nan indah di setiap inci hanfu nya. Lukisan berukuran besar itu memang sengaja ia pajang untuk mengingatkan dirinya akan mendiang istrinya.
Pria paruh baya itu bangkit dari duduknya dan berdiri menghadap ke arah lukisan. Tangannya mengambil satu buah dupa, kemudian menyalakan dupa tersebut di perapian. Wangi dupa menghampiri indra penciumannya, sangat harum dan menenangkan. Ia lalu menaruh dupa itu di rak dinding yang memang sudah disediakan untuk meletakkan barang-barang khusus penghormatan.
Kaisar Han masih setia berdiri di hadapan lukisan mendiang istrinya. Menutup mata dan berdoa dengan perasaan yang amat dalam, meminta petunjuk dan kejelasan atas surat yang baru saja dirinya dapatkan.
Jujur saja, ia masih tidak bisa mempercayai semua yang tertulis di sana. Ini terlalu mustahil.
Setengah jam lamanya Kaisar Han berdiri dan berdoa, hingga sebuah bisikan halus menghampiri telinganya.
"Cari dia..."
"Cari dia..."
"CARI DIA!!"
Kaisar Han sontak membuka matanya, ia tersentak terkejut mendengar kalimat terakhir bernada tinggi itu. Suara pekikan yang melengking, bersamaan dengan bulu kuduknya yang tiba-tiba merinding.
Ia berbalik dan menatap sekeliling dengan jantung yang berdetak dua kali lipat lebih cepat.
"Ning'er?! Kau kah itu?"
Hening. Sampai pandangan Kaisar Han beralih pada jendela yang terbuka lebar akibat kerasnya angin di luar sana, hingga membuat gorden berwarna putih tersebut melambai tertiup angin.
Ia menghampiri jendela dan menutupnya. Namun sebelum itu, ia menengok ke luar, berharap menemukan sosok istrinya di tengah sapuan angin dingin. Tapi yang dilihatnya hanyalah beberapa pengawal yang berdiri di luaran sana.
Tak ingin membiarkan udara dingin masuk semakin banyak, ia bergegas menutupnya.
Kaisar Han berbalik, ia terlonjak kaget hingga nyaris jatuh ke lantai jika tangannya tidak bertumpu pada tembok.
"K-kau.. hantu!"
Nafasnya tercekat dengan mata membelalak. Bahkan kakinya sudah gemetar ketakutan ketika melihat sosok wanita menyeramkan berhanfu serba putih tengah berdiri di depannya dengan kepala menunduk.
Rambut panjangnya yang lurus terurai hingga sebatas pinggang, sukses membuat seluruh bagian tubuh Kaisar Han lemas dan terduduk di lantai.
Wanita menyeramkan itu mendekat ke arah Kaisar Han yang sudah tak berdaya dilanda ketakutan. Mata pria paruh baya itu melihat ke arah kaki wanita tersebut. Tubuhnya membeku saat mengetahui jika sosok di hadapannya tidak menapakkan kakinya di lantai, melainkan melayang.
"PERGI DARI SINI!!" Teriak Kaisar Han ketakutan. Ia menutup mata seraya mengibaskan tangannya ke depan untuk mengusir hantu menyeramkan itu.
Bukannya pergi, sosok wanita tersebut malah berjongkok di hadapan Kaisar Han. Dia memiringkan kepalanya ke kiri, sehingga rambut yang semula menutupi seluruh wajahnya, kini menjadi menampilkan mata kanannya yang terlihat sendu.
Tidak menyeringai ataupun melotot seperti yang ada di bayangan pria nomor satu di Kekaisaran Han itu. Tidak ada darah yang menodai hanfu putihnya yang bersih, ataupun bau busuk yang menyengat. Yang ada hanyalah sosok wanita lusuh berwajah sendu dan beraroma wangi.
"Kau takut padaku?" Suara halus bernada sedih mengalun menghampiri pendengaran Kaisar Han yang masih meringkuk di lantai sembari menutup matanya erat.
Kaisar Han merasakan sentuhan dingin di kulit tangannya, kemudian ia memberanikan diri untuk membuka matanya satu per satu. Jantungnya terasa berhenti berdetak sejenak, kala mendapati sosok itu kini sedang berjongkok di hadapannya, dan tangannya yang putih pucat tengah menyentuh punggung tangannya.
Tunggu. Dirinya mengenali mata itu. Dan aroma ini?
"Tidak mungkin..."
"Ning'er? Apa ini benar-benar dirimu?" Ia memberanikan diri untuk bersuara, seraya menatap yakin manik mata sendu di hadapannya.
Sosok wanita itu mengangguk, bersamaan dengan segaris senyum yang tipis, sangat tipis. Bibirnya bergerak seolah mengatakan 'iya' akan tetapi tidak mengeluarkan suara.
Pria paruh baya itu tersenyum bahagia sehingga menitihkan air matanya. Rasa takutnya telah hilang entah kemana, digantikan dengan rasa rindu sekaligus senang tiada tara.
Dengan kerinduan yang membuncah, ia memeluk tubuh wanita berhanfu putih di depannya. Tapi yang terjadi kemudian kembali menyebabkan Kaisar Han harus menelan pahitnya kenyataan. Ia tidak bisa memeluk tubuh istrinya. Bagaikan memeluk angin, ada, namun tak bisa disentuh. Tangannya menembus tubuh wanita itu, seolah ini semua hanyalah halusinasi.
"Ning'er... apa semua ini? Aku begitu merindukanmu," katanya dengan nada kecewa. Menatap sosok di depannya untuk meminta penjelasan.
Dia menggeleng pelan. Senyumnya kini hilang, digantikan oleh raut wajah sedih. Dia melihat tangannya yang menyentuh punggung tangan Kaisar Han.
"Teman baikku telah menggulingkan ku dari kursi yang telah kau berikan. Mereka bersekongkol dan berkhianat,"
Kaisar Han mendengar suara halus itu di dalam kepalanya. Matanya menatap ke depan, bingung.
"Cari putra kita. Bawa dia kembali. Tapi sebelum itu, kau harus memastikan mereka sudah benar-benar lenyap!"
"Aku mencintaimu..."
Perlahan tapi pasti, sosok wanita yang Kaisar Han yakini sebagai mendiang istrinya tersebut menghilang terbawa udara yang dingin, meninggalkan setumpuk kecil salju di tempatnya semula berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Painful Darkness Until The End Of Life
Fantasy"Anda tidak perlu bersusah-payah menyingkirkan saya untuk mendapatkan tahta. Saya tidak menginginkannya." Han Xi Fang. Pangeran Pertama Kekaisaran Han yang terlantar karena terlahir tunanetra (buta), membuatnya diacuhkan dan hidup tertindas. Menjadi...