4

152 109 0
                                    

Ig @evikawaiii. Baca, vote, follow!


Senja sudah menghilang sejak beberapa menit yang lalu kini menyisakan suasana malam yang dihiasi beberapa bintang dilangit. Namun pemuda berjaket kulit itu masih enggan untuk beranjak dari kursi panjang ditaman rumah sakit.

Sebenarnya Rey sudah menawarkan bahwa ia bisa menemani El untuk menjaga neneknya dirumah sakit namun El menolaknya dengan tegas.

Saat semua orang tengah terlelap dimalam hari, mata hitam legamnya masih terbuka dan enggan terpejam. Perasaan hampa mulai ia rasakan saat menyadari bahwa perlahan orang-orang yang ia sayangi mulai pergi meninggalkannya.

Tangannya terulur kearah langit yang dihiasi bintang seolah ia bisa menggapai benda itu. "Bunda apa kabar? Apa bunda disana udah bahagia?".

Untuk yang kesekian kalinya helaan napas terdengar dari Elvano yang kini tengah menatap langit malam.

Tak terasa satu pekan sudah berlalu sejak neneknya dinyatakan kritis. El hanya bisa menjenguk neneknya sehari sekali dengan menggunakan pakaian medis yang telah disediakan.

Dua hari yang lalu dokter berkata bahwa kondisi neneknya kian memburuk dan harapan hidupnya kurang dari 10%. Elvano sungguh frustasi dibuatnya, setiap pulang sekolah ia selalu mendatangi rumah sakit dan sesekali Rey menemaninya.

Hingga hal yang membuatnya kembali merasakan kesedihan pun terjadi, dokter menyatakan bahwa nenek Maria telah wafat karena kondisinya yang kian memburuk dan tidak bisa ditangani dengan medis.

Air mata dari pemuda tampan itu tak ia perlihatkan, justru ia terlihat tegar saat mengantar nenek tersayangnya ketempat peristirahan terakhir.

Nisan bertuliskan 'Maria' terlihat jelas dimatanya, ucapan bela sungkawa dari tetangga, kerabat, dan teman dekatnya mulai berdatangan.

"El gue turut berduka cita"

Tangan Rey menyentuh pundak sahabatnya yang kini tengah berjongkok dihadapan nisan neneknya.

Elvano hanya menanggapinya dengan senyuman. Setelah semua orang mulai meninggalkan area pemakaman tak bisa lagi dicegah air mata pemuda tampan itu luruh ketanah.

"Grandma kenapa ninggalin El kaya bunda? El nakal ya? Kenapa grandma ga ajak El pulang.. El cape".

Suara serak diikuti air mata yang menetes perlahan membuat El merasa sesak. Jujur ia sangat benci situasi seperti ini, dimana ia menjadi orang yang paling sakit karena orang yang ia sayang meninggalkannya.

Entah sudah berapa lama ia menangis dihadapan nisan itu, kini rintik gerimis mulai turun ke bumi disertai angin yang berhembus.

El segera bangkit dan menghapus jejak air matanya dan berpamitan. "Grandma El pulang dulu ya, semoga grandma bisa bahagia sama bunda disurga".

Motor yang ia parkir didepan area pemakaman masih dalam posisi seperti awal. Kunci motornya ternyata masih menempel dimotornya, setelah mengenakan helm kacanya motor mulai melaju kencang membelah jalanan yang tidak terlalu dipadati pengguna lain.

Satu hal yang Elvano lakukan saat dirinya sedang marah adalah membawa motor sportnya pergi tak tentu arah dengan kecepatan diatas rata-rata.

Hari ini El tidak menggunakan jaket, pikirannya yang sedang kalut berhasil membuatnya lupa bahwa ia mudah sekali masuk angin jika berkendara menggunakan motor tanpa jaket.

Merasa ada yang mengikuti El segera mencari jalan yang jarang dilewati pejalan kaki. Ia turun dari motornya dan mendekati Jonathan, ternyata Jonathanlah yang membuntutinya.

"Mau lo apa?"

Nada sangar dan terkesan dingin mulai memasuki telinga Jonathan. "Inget El, lo cuma beruntung bisa sekolah disana selamanya gw bakal anggap lo rival gw".

"Bacot lo anjing"

Keduanya pun mulai berkelahi satu sama lain dengan bruntal, Elvano yang saat ini sedang dikuasai amarah langsung membabi buta Jonathan yang dengan lancangnya telah mengikutinya.

Kaki kanannya ia gunakan untuk menendang perut Jonathan, napas yang tak beraturan keluar dari hidung El yang mancung.

"Lo ga bakal menang dari gw sialan".

Setelah puas menghajar Jonathan sampai rivalnya terkapar tak berdaya El segera kembali menaiki motornya dan melajukannya kejalan raya.

Pukul tujuh malam ia baru sampai dirumahnya, ia melirik jam tangannya sejenak sebelum masuk kerumah. "Sial gw lupa ga pake jaket"- keluhnya saat menyadari keteledorannya.

Setelah membersihkan diri selama 15 menit Elvano keluar dari kamar mandi denagn handuk kecil dikepalanya. "Hmm mampus gue kembung makan angin!".

Menyadari bahwa perutnya kembung ia segera mengoleskam minyak herbal penghangat ke perut six pack nya. Kepalanya pun mulai terasa pening dan berat, karena itulah El segera mengeringkan rambutnya dan beranjak ke kasurnya untuk beristirahat.

Gelas diatas nakas yang beriai air hangat sudah ia minum, perlahan matanya tertutup dan menuju alam bawah sadar.

Pukul 01.32

Keringat dingin mulai membasahi dahi Elvano, raut wajahnya yang tengah terlelap pun menampakkan ekspresi seperti seseorang yang menahan sakit.

Ia pun terbangun dan menatap langit-langit kamarnya yang berwarna biru langit. Biasanya saat El sakit bundanya akan selalu membuatkan bubur dan juga sup telur keaukaannya, namun kini bundanya sudah tak bisa lagi menemaninya.

"Bunda El laper.."

Seluruh tubuhnya terasa begitu berat saat ia mulai berjalan keluar kamarnya menuju ruang makan. Di meja makan hanya terdapat nasi dengan lauk pauk sisa makan siang, dengan lesu Elvano segera menyendokkan nasi kemulutnya sebelum ia meminum obat pereda gejala masuk angin.

Rumah yang ia tempati saat ini terasa sangat sepi dan hampa tanpa adanya sosok bunda dan neneknya. Sudah 2 hari ayah Elvano tidak pulang kerumah bahkan dihari pemakaman neneknya ayahnya pun tidak menunjukkan batang hidungnya.

'Ayah kapan pulang?'

Pesan singkat itu langsung Elvano kirim, sejak kemarin pesan yang ia kirim tak menunjukkan adanya balasan bahkan panggilan telpon selalu bernada tidak bisa dihubungi.

"Dia pergi dari rumah seenaknya lagi"

Decakan dari mulutnya terdengar jelas. Ini adalah kedua kalinya ayahnya pergi menggalkan rumah tanpa berpamitan kepadanya.

Bel rumahnya berbunyi tepat saat Evano hendak pergi kembali kekamarnya. "Siapa lagi.. Ha menyebalkan".

Meskipun malas membukakan pintu, El dengan langkah malasnya berjalan kearah pintu dan melihat dari lubng kecil dipinttu untuk melihat siapa yang bertamu ditengah malam seperti ini.

Setelah pintu terbuka wajah Rey terpampang jelas dimatanya. "Hey bro gw mau nginep dirumah lo ya kan besok weekend hehe"

Cengiran lebar dari Rey membuat bola mata El memutar malas. "Terserah, jangan bilang lo kabur dari rumah"- tebak El.

"Yap 100 poin untuk bestaiku, gw kabur"

"Dasar gila"

"Ga papa sekali-kali"

Obrolan mereka berlanjut diruang keliarga dimana sofa berjejer rapi dengan tv yang mulai menyala menayangkan acara pacuan kuda.

"Nih gue bawaiin sup kentang buatan nyokap"

"Thanks"

El segera membuka bungkus sup yang terbungkus rapi pada sebuah wadah kaca. Dengan perlahan ia menyuapkan sup ke dalam mulutnya.

"Jangan bilang lo sakit bro gara-gara ga pake jaket"

Heran juga Rey dengan daya tubuh sahabatnya ini yang gampang sekali masuk angin jika tidak memakai jaket. Padahal Elvano sangat kuat begadang berhari-hari tanpa sakit.

"Cuma masuk angin"

Tsundere BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang