"Erwin, lempar!" teriak Bambang ketika mereka latihan basket pada jam istirahat.
Erwin berlari sembari melempar bola ke Bambang. Terjadi perebutan bola antara Bambang dan tim lawan. Ketika mereka berhasil merebut bola, Erwin dengan sigap merebutnya kembali dan melempar tepat ke arah ring.
Sorakan heboh dari penonton yang mayoritas penggemar beratnya memenuhi lapangan. Erwin mengibaskan rambutnya yang penuh keringat sembari tersenyum kecil.
Ekor matanya menangkap seorang gadis yang duduk santai di luar lapangan sembari makan es krim. Gadis itu selalu hadir ketika dia sedang latihan. Tapi, dia tak pernah memanggil atau menyapanya seperti penggemarnya yang lain.
Gadis itu bernama Rhea, gadis yang berhasil membuat Erwin penasaran.
Erwin kembali fokus pada permainannya. Dia mencetak beberapa angka yang membuat heboh siswi Nusantara High School. Ketika Erwin menoleh ke Rhea, gadis itu sudah hilang entah sejak kapan.
**
"Masak apa, Ma?" tanya Thalita pada Tari, sang mama mertua yang tengah sibuk di dapur.
"Masak soto kesukaan kamu," jawab Tari lembut.
"Kok Mama so sweet sih," balas Thalita terharu. Tari terkekeh sembaru mengaduk kuah soto dalam panci. "Besok gantian deh aku yang masakin makanan kesukaan Mama," tambahnya.
"Emang kamu tahu makanan kesukaan Mama apa?"
"Kan bisa nanya Erwin," jawab Thalita nyengir lebar.
Mereka sarapan bareng di meja makan sambil ngobrol banyak hal. Dalam beberapa hari, mereka sudah akrab seperti ibu dan anak.
"Erwin suka apa aja, Ma?" tanya Thalita.
"Suka apa dulu nih?"
"Ya hobi dan makanan," jawabnya.
"Erwin hobi motor, dia suka sekali balap liar bersama teman satu genknya dan bikin Mama selalu khawatir," jelas Tari murung.
"Kalau makanan?"
"Dia suka apapun yang berbau kecap. Ayam kecap misalnya, dia suka banget." Ekspresi Tari berubah bersemangat. "Dia beda banget sama Irwan yang suka pedes."
Thalita terdiam, ekspresinya berubah penuh kegelisahan mendengar nama Irwan disebut. Tari panik ketika menyadarinya.
"Ta, maaf ya, jadi ngingetin tentang Irwan," kata Tari merasa bersalah.
Thalita tersenyum, dia membalas, "Nggak apa-apa kok, Ma, santai aja." Namun, wajah gelisah Tari tetap ada. Membuat Thalita khawatir. "Mama baik-baik aja?"
"Tolong maafin Irwan, Ta, kalau bisa, Irwan memang jahat, tapi dia tetap anak Mama." Mata Tari berkaca-kaca. Wajahnya dipenuhi rasa bersalah.
"Ma." Thalita menggenggam tangan Tari cemas, bersamaan dengan air mata wanita itu bercucuran dengan dibarengi isakan yang tak tertahan.
"Saat Mama tahu apa yang dia perbuat sama kamu, Mama sama Papa marah besar, bahkan mengusirnya dari rumah. Kalau kami tahu dia akan mengalami kecelakaan, kami nggak mungkin tega mengusirnya," jelas Tari. Thalita bisa merasakan penyesalan besar yang dialami Tari. Thalita jadi merasa bersalah. Karena dia, seorang ibu terpisah dari anaknya.
"Maafin Thalita, Ma, Thalita yang salah," ungkapnya.
"Nggak, Sayang, kamu nggak salah," balas Tari yang isakannya mulai mereda. Dia mengusap belakang kepala Thalita lembut. "Dengan menikahkan kamu dengan Erwin, Mama bisa pelan-pelan menebus dosa Irwan ke kamu. Mama yang akan bertanggung jawab mengurus kamu dan calon anak kamu."
***
Erwin baru saja pulang ketika Thalita heboh di kamar mandi bersama Tari yang panik.
"Erwin! Untung kamu udah pulang! Ambilkan minyak kayu putih cepat!" Tari tak jadi keluar kamar mandi saat Erwin memasuki kamar dengan ekspresi bertanya-tanya.
"Ada apa?" tanya Erwin polos.
"Thalita mual, Erwin!" tegas Tari sembari memijat tengkuk Thalita yang sedang mual di atas kloset.
"Masuk angin dia?" Erwin membuat Tari semakin geram.
"Dia kan sedang hamil, Erwin!"
"Oh iya, lupa." Erwin langsung sadar.
**
Setelah drama mual-mual, Thalita benar-benar tumbang. Dia hanya tidur di balik selimut putih milik Erwin.
Hingga larut malam, tepatnya ketika Erwin pulang balapan, cowok itu langsung merebahkan diri di ranjang. Tak sadar jika ada Thalita yang terbungkus selimut hingga tak terlihat.
Saking lelahnya, Erwin tertidur dengan jaket, sepatu bahkan kaus kaki masih terpasang di tubuhnya.
Tepat tengah malam, Thalita bangun karena kehausan. Dia terkejut melihat Erwin ketika ia membuka selimutnya.
"Habis balapan pasti," gumamnya terkekeh pelan. Dia turun dari ranjang, segera melepas sepatu dan kaus kaki Erwin. Dia ragu untuk melepas jaket cowok itu. Karena sulit jika Erwin tidak bangun.
Alhasil, Thalita hanya memandang wajah Erwin sambil tersenyum kecil. Dia bergumam, "Andaikan gue lebih dulu ketemu lo sebelum Irwan."
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRI RAHASIA ERWIN
Подростковая литература[UPDATE SESUAI TARGET!] . "Kakak gue yang bikin lo bunting, kenapa gue yang harus nikahin?" - Erwin. ***** Hidup seorang ketua genk motor yang diidolakan banyak gadis, tak semulus kelihatannya. Sifat dingin dan cuek Erwin bukan tanpa alasan, ada ban...