Tahun lalu, Thalita didekati seorang cowok berusia dua puluh tahun yang sangat menarik. Cowok itu berhasil membuat Thalita yang baru berusia enam belas tahun jatuh cinta. Dia adalah Irwan Manggara.
"Jangan melirik cowok lain, ya? Aku nggak suka," pinta Irwan setelah dua bulan menjalin hubungan.
Thalita tersenyum sambil mengangguk pelan, dia menjawab, "Nggak kok, aku nggak akan lakuin hal yang nggak kamu suka."
Irwan mengecup kening Thalita cukup lama. Membuat gadis itu melayang dibuatnya. Lalu dia memeluk Thalita erat, seolah membuat Thalita menjadi miliknya seutuhnya.
"Aku sayang kamu," bisik Irwan tulus.
Thalita tak berhenti tersenyum mendengar perkataan manis Irwan. Dia mengangguk dalam dekapan irwan. "Aku lebih sayang kamu," balas Thalita.
Seiring berjalannya waktu, Thalita mulai menyadari berubahnya sikap Irwan. Dia jadi lebih posesif dan semakin mengekang Thalita. Jika Thalita melakukan hal yang sama pada Irwan, cowok itu marah-marah tak jelas. Hal itu membuat Thalita rela diperlakukan tak adil karena rasa takut kehilangan yang begitu besar.
Suatu hari, Thalita bertemu seorang cowok yang wajahnya begitu teduh. Dia melihat bagaimana cowok itu bersikap pada para gadis.
"Gue bukan patung hiasan yang seenaknya lo foto!" sarkasnya pada seorang cewek yang memotretnya diam-diam. Thalita memperhatikan adegan itu dari jauh.
"Maaf, Kak," kata gadis itu takut.
"Hapus, nggak?"
"Iya, Kak, udah kok." Gadis itu pergi dengan wajah sedih.
Cowok itu memakai jaket hitam yang setara dengan beberapa cowok lain yang merupakan temannya.
"Dia cakep loh, lumayan lo pacarin," tegur temannya.
"Mana polos banget lagi, boleh kali dimainin," timpal yang lain disusul tawa beberapa orang.
"Win, lo itu banyak penggemar, ambil satu kek minimal bisa lo pacarin," suruh cowok berambut pirang.
Cowok itu tersenyum tipis, namun sangat memabukkan. Membuat siapapun meleleh dengan senyum langka itu.
"Penggemar bukan buat dipacarin," jawab Erwin.
Di situlah Thalita merasa ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya. Dia mengambil ponselnya, memotret Erwin diam-diam.
Dia bergumam, "Gue bukan penggemar lo, dan nggak akan pernah jadi penggemar lo."
**
Malam sudah larut, Thalita duduk di ranjang sebelah Erwin yang tertidur pulas. Sudah sejak lima belas menit lalu dia memandangi foto Erwin yang dia ambil beberapa bulan lalu. Ketika pertama kali dia bertemu cowok dengan segala kharismanya yang berhasil mengambil hatinya. Padahal hanya satu senyuman kecil.
Thalita tersenyum kecil memandang foto itu, lalu beralih memandang wajah Erwin yang sedang bergelut di alam mimpi.
"Gue nggak nyangka, dengan nggak jadi penggemar lo, gue bisa dapatin lo," bisik Thalita pelan.
Dia membelai rambut Erwin lembut, memandang wajah tampan itu sepuasnya. Thalita mendekatkan wajahnya perlahan, berniat mengecup kening Erwin. Mumpung masih tidur.
Jantung Thalita tiba-tiba berdebar. Ia tak tahu kenapa, ini pertama kali baginya bersikap romantis duluan ke cowok. Dulu selalu Irwan yang memulai.
Ketika pori-pori di wajah Erwin mulai kelihatan jelas di mata Thalita, tiba-tiba Erwin membuka mata.
Erwin mendorong Thalita panik. "Ngapain lo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRI RAHASIA ERWIN
Jugendliteratur[UPDATE SESUAI TARGET!] . "Kakak gue yang bikin lo bunting, kenapa gue yang harus nikahin?" - Erwin. ***** Hidup seorang ketua genk motor yang diidolakan banyak gadis, tak semulus kelihatannya. Sifat dingin dan cuek Erwin bukan tanpa alasan, ada ban...