'Tring!'
Jam dinding rumah Thalita berbunyi, menandakan waktu menunjukkan tepat pukul sepuluh malam. Perempuan itu duduk di sofa kamarnya sambil melamun. Harapannya untuk bahagia hari ini pupus lagi. Selalu begitu setiap harinya.
Wajahnya pucat sekali, angin dari luar masuk melalui jendelanya yang setengah terbuka. Sayup-sayup menerpa wajahnya.
Thalita beranjak menuju balkon. Dia tahu ini berbahaya bagi kondisinya, tapi dia tak peduli. Kalau pun dia masuk angin, bisa minum obat.
Thalita menghela napas berat, seraya berkata, "Mengawali hari dengan harapan, selalu diakhiri dengan kekecewaan. Emang boleh hidup se-lucu ini?"
Perkataan Dona tadi siang teringat kembali, "Gue dibutakan oleh ambisi untuk membanggakan orang tua gue, gue gak mau melepas kesempatan itu. Gue mencoba untuk berteman dengan orang lain yang memiliki reputasi bagus atas paksaan orang tua gue, mereka maksa gue buat jauhin lo. Gue pikir ini yang terbaik buat gue, tapi nyatanya malah bikin gue makin menderita. Gue gagal di beberapa ulangan berikutnya, mengacaukan nilai gue yang sempat gue banggakan. Akhirnya gue sadar, gue butuh lo."
Setelah Thalita pikir-pikir dengan kepala dingin, entah kenapa hati kecilnya tersentuh. Dia merasa tak tahu diri jika tetap mengabaikan Dona yang sudah minta maaf dengan penuh penyesalan.
Melihat kontak Dona di layar ponselnya, Thalita ragu untuk meneleponnya. "Ayo, Tha! Mau sampai kapan lo marah?" gumamnya.
Thalita akhirnya memulai sambungan telepon dengan mantap. Dia yakin dengan keputusannya.
"Halo," sapa Dona di seberang sana.
"Halo, Dona," balas Thalita lembut.
"Iya, Tha?"
Thalita terdiam beberapa saat, mencari kosa kata yang tepat. Lalu dia mengatakan, "Gue akan mencoba."
"Apa?" tanya Dona, bingung.
"Gue akan mencoba dan berusaha untuk maafin lo," jelas Thalita.
Tak ada respon dalam beberapa detik, sampai akhirnya Dona membalas dengan kegirangan, "Lo serius?"
"Iya," jawab Thalita singkat.
Dona berteriak-teriak kegirangan di tempatnya, heboh sendiri. Thalita terkekeh mendengarnya.
"Gak apa-apa, yang penting lo mau berusaha maafin gue!" kata Dona antusias. Dia menambahkan, "Sebagai gantinya, gue akan traktir lo sepuasnya! Gue akan bahagiakan lo, gue janji."
"Hah?" Thalita bingung.
"Besok gue jemput jam sembilan, jangan telat!"
Dona langsung menutup sambungan secara sepihak. Thalita tersenyum memandang layar ponselnya yang menampakkan fotonya bersama Dona yang diambil tahun lalu di sekolah. Jujur saja, Thalita cemburu dengan kebahagiaan yang tampak di foto. Kebahagiaan itu telah lama tak ia rasakan lagi, dan kini dia berharap kebahagiaan itu kembali bersama dengan sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRI RAHASIA ERWIN
Teen Fiction[UPDATE SESUAI TARGET!] . "Kakak gue yang bikin lo bunting, kenapa gue yang harus nikahin?" - Erwin. ***** Hidup seorang ketua genk motor yang diidolakan banyak gadis, tak semulus kelihatannya. Sifat dingin dan cuek Erwin bukan tanpa alasan, ada ban...