🟢Bab 7

912 45 3
                                    

Thalita melihat Erwin menghapus kembali pesan terakhirnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Thalita melihat Erwin menghapus kembali pesan terakhirnya. Dia jadi gelisah dengan perkataan Erwin barusan.

"Apa maksud Erwin dia minta first*night?" Thalita bertanya-tanya tak percaya.

Thalita mondar-mandir tak jelas dalam kamar. Dia gugup sekali.

"Gue mau, tapi takut anak gue kenapa-napa," monolognya. "Tanya mama aja kali ya?"

Thalita segera meluncur mencari Tari yang dia temukan di ruang tengah. Wanita itu sedang nonton sinetron kesayangannya. "Senggolan Cinta" judulnya.

"Ta? Kamu belum tidur?" tanya Tari.

Thalita duduk di single sofa dekat sang mertua. Dia tampak ragu untuk bertanya.

"Ada apa, Ta?" Tari penasaran menyadari gerak-gerik tak biasa dari Thalita.

"Ma, aku mau nanya sesuatu, jangan marah, ya?" ucap Thalita ketar-ketir. Membuat Tari semakin penasaran.

"Tanya apa sih? Kayaknya serius banget," balas Tari lembut.

Thalita bingung harus mulai dari mana. "Itu, Ma, Erwin-"

"Kenapa Erwin?" sahut Tari tak sabar.

"Dia itu, Ma, emm-"

Thalita menceritakan tentang dia dan Erwin dari kejadian tengah malam hari itu, hingga forum pesan yang tadi. Sebenarnya Thalita malu, tapi mau bagaimana lagi? Dia tak tahu apa-apa. Lebih baik bertanya, bukan? Daripada asal mengambil tindakan yang salah kaprah.

Tari terdiam, wajahnya tampak gelisah.

"Ma, jangan diam aja," rengek Thalita.

"Erwin minta terang-terangan?" tanya Tari sembari berpikir keras.

"Enggak sih, Ma."

"Seingat Mama kata dokter nggak apa-apa dalam keadaan hamil muda, asal daya tahan tubuh bagus dan jangan keseringan," jelas Tari.

Bukannya lega, Thalita malah semakin gelisah. "Apa nanti bakal jadi kembar, Ma?" tanyanya polos.

"Kembar?" pekik Tari.

"Iya, kan itunya masuk lagi, kalau jadi lagi kan kembar."

**

Erwin baru saja tanding dengan Regan yang faktanya belum pernah balapan. Cowok itu bukan dari genk motor manapun. Tapi dia cukup terkenal di sekolah akan wajah tampan dan sikapnya yang baik juga ramah. Berbanding terbalik dengan Erwin.

"Bang*sat!" Erwin mengumpat karena Regan mengalahkannya dalam pertandingan ini. Apalagi dia melihat Regan tertawa bahagia sambil memeluk Rhea. Amarah Erwin semakin memuncak.

"Sabar, Win," kata Bambang berusaha menenangkan.

"Pertama kali dalam dua tahun gue kalah balapan," tukas Erwin berapi-api. Tangannya mengepal kuat. "Dan itu karena orang yang nggak punya skill balap sama sekali!"

"Gimana rasanya kalah? Enak?" Mike tiba-tiba datang dengan segala ejekan yang disiapkannya. Dia tersenyum penuh kemenangan.

"Anj*ing!" Erwin memandang Mike penuh emosi. Tangannya yang mengepal, siap melayang ke wajah Mike kapan saja.

"Sayang banget Irwan udah ma*ti, kalau masih hidup, dia pasti malu lihat kekalahan lo."

Bhug!

Sebuah pu*kulan keras mendarat di pipi Mike dengan keras. Membuat heboh suasana.

"Jangan bawa-bawa Irwan, bang*sat!" Erwin kehabisan kesabaran.

"Kenapa? Harusnya lo seneng Irwan ma*ti!" Mike gencar menghina Erwin. Sepertinya ton*jokan Erwin masih kurang.

Erwin mengernyit bingung. Namun, amarahnya jauh lebih besar sekarang.

Erwin memberikan pandangan penuh ancaman. "Sekali lagi lo sebut nama Irwan, lo yang gue bikin ma*ti!"

**

Tari meluruskan pemikiran konyol Thalita. Gadis itu semakin paham pelan-pelan. Namun, gadis itu semakin gelisah seiring dia mulai paham.

"Kenapa, Ta?" tanya Tari cemas melihat wajah pucat Thalita.

"Takut, Ma," jawab Thalita cemas.

"Jangan dipaksain, biar Mama yang ngomong baik-baik sama Erwin," kata Tari lembut.

"Jangan, Ma," cegah Thalita. "Aku nggak mau jadi istri durhaka."

Tari terkekeh. Namun, dia khawatir melihat wajah Thalita yang pucat pasi. "Ta? Kamu kenapa, Sayang?"

Thalita memandang Tari dengan mata berkaca-kaca. Bibirnya gemetar bersamaan dengan bahunya. "Aku takut, Ma," jawab Thalita dengan suara serak. Gadis itu mulai menangis.

Tari mulai paham, dia bisa melihat trauma di mata Thalita. Tragedinya karena Irwan pasti membekas, dan sakit itu Thalita dapatkan dengan sebuah peninggalan berharga.

"Sini, Sayang." Tari menyuruh Thalita duduk bersamanya di sofa panjang.

Gadis itu menurut saja. Tari segera memeluknya, menyandarkan kepala Thalita ke dadanya. Memberikan kekuatan yang dia punya. Thalita terisak hebat dalam dekapan Tari.

"Jangan takut, Mama di sini," bisik Tari. Dia ikut berkaca-kaca. "Soal Erwin, kamu jangan takut, dia berbeda dengan kakaknya."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ISTRI RAHASIA ERWINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang