🟢Bab 11

831 41 0
                                    

Thalita terpaksa pulang ke rumah orang tuanya untuk sehari saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Thalita terpaksa pulang ke rumah orang tuanya untuk sehari saja. Dia duduk di kamar lamanya dengan perasaan hampa. Kembali ke habitat semula ternyata terasa aneh.

Bukan tanpa alasan, itu karena Thalita sadar betul jika kamar ini telah menjadi saksi kehancuran hidupnya karena Irwan.

"Sayang, kamu mau makan apa?" tanya Ratih dari ambang pintu Thalita yang terbuka setengah.

"Nggak pengen apa-apa, Ma," jawab Thalita tak berselera.

Ratih beranjak masuk, duduk di tepi ranjang dekat Thalita duduk.

"Kamu kenapa, Nak?" tanya Ratih lembut.

"Nggak kok, Ma," jawab Thalita tersenyum kecil.

"Mertua kamu baik, kan? Nggak galak, kan?"

Thalita terkekeh, seolah ada yang lucu. "Baik banget malah, mama Tari ngurus aku seperti anaknya sendiri, bahkan lebih baik," jelasnya.

Ratih bernapas lega. Kekhawatirannya berkurang satu.

"Kami udah check up ke dokter, belum?"

"Belum, Ma," jawab Thalita.

"Kita ke dokter, yuk?"

***

Sore hari ini, rumah Erwin sudah dipenuhi teman satu genknya. Rencananya kan mau party sampai pagi, dan Erwin sampai tak habis pikir kenapa mereka datang seawal ini. Untung saja Thalita sudah pergi tadi pagi.

Di ruang tamu, mereka sedang sibuk bermain dan bercanda ria. Ada yang main kartu, ada yang main game online, ada juga yang ghibah sambil ngemil pisang coklat. Eh, ada juga loh yang main catur di pojokan, sambil ngawasin lubang tikus kayaknya.

"Skak mat!"

"Wah, parah lo!"

Di sisi lain, Erwin sedang memantau dari dapur bersama Tari.

"Win," panggil Tari yang pandangannya fokus ke ruang tamu yang penuh dengan tamu.

"Hm?" balas Erwin yang arah pandangnya sama dengan sang mama.

"Jaga piring mama ya?"

Erwin mengernyit, dia menoleh dan bertanya, "Piring?"

"Iya, yang dipakai buat wadah pisang coklat," jawab Tari ketar-ketir. "Itu piring kesayangan mama, jangan sampai pecah, ya?"

Wajar jika Tari khawatir, karena dia paham bagaimana kelakuan teman-teman Erwin jika sudah berkumpul.

"Bang*sat! Woy! Ganti skin napa? Noob amat skin lo!"

"Hp gue ngelag, anj*ir!"

Bambang, Doni, Rian, Andhika, dan Robby sedang ngemil pisang coklat sambil membahas jalan raya dekat bandara yang sedang dibangun.

"Jadi jalannya mau diperlebar apa gimana?"

"Kayaknya mau pindah arah, lebih muter agak jauh gitu."

"Anj*ir! Sengaja banget bikin gue boros bensin!"

"Tenang, bentar lagi kan ganti presiden."

"Gue aja yang jadi presiden! Jangan lupa coblos gue ya!"

***

"Kandungannya sehat, hanya pola tidurnya yang harus dijaga," kata dokter pada Ratih usai memeriksa Thalita.

"Usia kandungannya berapa ya, Dok?" tanya Ratih. Sebelumnya dia kurang memperhatikan usia kandungan, yang dipikirkan hanya masa depan Thalita bagaimana setelah kejadian itu. Sekarang Ratih sudah lega karena ada Erwin, baru dia kepikiran tentang usia kandungan.

"Baru enam minggu, dan di usia ini, ibu harus sering-sering olahraga kecil dan minum vitamin, apalagi usianya ibunya masih sangat belia, jadi cukup mengkhawatirkan," jelas dokter perempuan itu.

"Terima kasih, Dok."

Setelah keluar dari rumah sakit dan membeli vitamin, Ratih dan Thalita berjalan menuju tempat parkir.

"Setelah ini Mama mau mampir ke supermarket buat belanja bulanan," kata Ratih memberitahu. "Nggak apa-apa, kan?"

"Nggak apa-apa," jawab Thalita seadanya. Entah apa yang dia pikirkan sehingga pandangannya begitu kosong.

Tiba-tiba Thalita memekik, "Oh iya, hp aku ketinggalan, Ma."

Dia segera lari kembali menuju gedung rumah sakit. Ratih panik melihatnya, dia berteriak, "Thalita! Jangan lari!"

***

Usai mengambil ponselnya dari ruangan yang sama, Thalita berjalan santai dengan perasaan lega. Ponselnya adalah jati dirinya, jangan sampai dia kehilangan itu.

Bruk!

"Aw!" pekik Thalita ketika seseorang menabrak pundaknya. Untung tak sampai jatuh.

"Sorry," kata cowok yang baru saja menabraknya.

Thalita memandang cowok itu dengan mengernyit. Rasanya dia mengenalnya, sangat mengenalnya bahkan.

"Afdan?"

"Afdan?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ISTRI RAHASIA ERWINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang